Jumat, 22 Agustus 2025

Mantan PM Tunisia Ali Larayedh Dijatuhi Hukuman 34 Tahun Penjara atas Tuduhan Terkait Terorisme

Ali Larayedh dituduh memfasilitasi keberangkatan warga Tunisia untuk bergabung dengan kelompok militan di Suriah selama masa jabatannya.

YouTube FRANCE 24 English
DIPENJARA - Gambar diambil dari YouTube France 24 English Sabtu (3/5/2025), video wawancara ini diunggah pada 25 Mar 2013, menunjukkan Taoufik Mjaied berbicara kepada Perdana Menteri Tunisia, Ali Larayed. Ali Larayedh dituduh memfasilitasi keberangkatan warga Tunisia untuk bergabung dengan kelompok militan di Suriah selama masa jabatannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri Tunisia, Ali Larayedh, telah dijatuhi hukuman 34 tahun penjara oleh pengadilan Tunisia.

Larayedh dituduh memfasilitasi keberangkatan warga Tunisia untuk bergabung dengan kelompok militan di Suriah selama masa jabatannya.

Ia menjabat sebagai perdana menteri dari 2013 hingga 2014.

Ali dikenal sebagai merupakan tokoh senior partai Islamis moderat Ennahda.

Menurut laporan Reuters, Larayedh telah ditahan sejak 2022 dan membantah semua tuduhan yang dikenakan kepadanya.

Dalam persidangan, ia mengatakan dirinya tidak pernah mendukung atau mentolerir tindakan terorisme.

Larayedh menyebut hukuman terhadap dirinya sebagai bentuk balas dendam politik oleh pihak berwenang saat ini.

Kasus ini menjadi bagian dari kampanye hukum yang lebih luas terhadap tokoh oposisi dan kritikus pemerintahan Presiden Kais Saied.

Presiden Saied, yang berkuasa sejak 2019, semakin memperluas kekuasaannya setelah membubarkan parlemen dan memerintah dengan dekrit sejak Juli 2021.

Langkah-langkah tersebut mengundang kritik dari dalam negeri maupun komunitas internasional, yang menilai Tunisia tengah mengalami kemunduran demokrasi.

Media pemerintah Tunisia, TAP, melaporkan selain Larayedh, tujuh terdakwa lainnya dijatuhi hukuman penjara antara 18 hingga 36 tahun dalam kasus yang sama.

Pihak berwenang menuduh mereka terlibat dalam jaringan perekrutan dan pengiriman pejuang ke zona konflik di Timur Tengah.

Baca juga: Aljazair dan Tunisia Absen Pertemuan KTT Arab Bahas Pembangunan Gaza, Membelot?

Partai Ennahda membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa semua proses hukum ini bermotif politik.

Partai itu menyebut bahwa pemerintah tengah berusaha membungkam oposisi melalui sistem peradilan.

Menurut organisasi HAM internasional seperti Human Rights Watch dan Amnesty International, penahanan terhadap Larayedh dan tokoh oposisi lainnya merupakan bentuk penyalahgunaan hukum.

Mereka menyebut Tunisia saat ini berada dalam krisis politik yang semakin dalam.

Setelah revolusi rakyat pada 2011 yang menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali, Tunisia sempat dianggap sebagai satu-satunya keberhasilan demokratis dari gelombang Arab Spring.

Harapan itu kini dinilai memudar seiring dengan meningkatnya otoritarianisme dan tindakan represif terhadap kebebasan sipil.

Ali Larayedh sendiri pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sebelum menjadi Perdana Menteri.

Ia merupakan tokoh penting dalam Ennahda, partai yang sempat mendominasi parlemen Tunisia pasca-revolusi.

Sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Presiden Saied, puluhan aktivis, pengacara, jurnalis, dan politisi dari berbagai spektrum politik telah ditangkap atau diadili.

Beberapa di antaranya dikenai tuduhan yang kabur seperti "konspirasi terhadap keamanan negara".

Menurut para pengamat politik Tunisia, hukuman terhadap Larayedh akan semakin memperdalam ketegangan antara pemerintah dan oposisi.

Banyak yang melihat langkah ini sebagai upaya sistematis untuk mengeliminasi kekuatan politik saingan menjelang pemilu yang belum jelas jadwalnya.

Kondisi ekonomi Tunisia yang memburuk serta meningkatnya ketidakpuasan publik turut menambah tekanan terhadap pemerintahan Saied.

Dalam pernyataan publiknya, Ennahda menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti memperjuangkan demokrasi dan supremasi hukum.

Baca juga: PPI Tunisia ke-31: Peran Generasi Muda dalam Perdamaian dan Kemajuan Indonesia

Mereka menyerukan pembebasan semua tahanan politik dan pengembalian Tunisia ke jalur demokrasi konstitusional.

Komunitas internasional, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat, telah menyatakan keprihatinannya atas situasi hak asasi manusia di Tunisia.

Sampai saat ini belum ada tindakan konkret yang cukup kuat untuk menekan pemerintah Tunisia agar melakukan reformasi.

Hukuman 34 tahun terhadap Ali Larayedh menjadi simbol dari apa yang oleh banyak pihak disebut sebagai kembalinya Tunisia ke era represif pra-2011.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan