Malaysia Airlines Ditembak
Desakan Ganti Rugi Menguat usai Rusia Dinyatakan Bertanggung Jawab atas Jatuhnya MH17
ICAO menyatakan Rusia bertanggung jawab atas jatuhnya MH17. Australia dan Belanda desak Moskwa bayar ganti rugi.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Desakan internasional agar Rusia membayar ganti rugi kepada keluarga korban MH17 semakin menguat.
Hal ini terjadi setelah Dewan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) secara resmi menyatakan Rusia bertanggung jawab atas penembakan pesawat Malaysia Airlines tersebut.
Putusan itu memperkuat temuan sebelumnya yang menyebut rudal Buk asal Rusia menjadi penyebab jatuhnya MH17 di Ukraina timur.
Pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh pada Juli 2014, lebih dari satu dekade lalu.
Dalam putusan yang diumumkan pada Senin (12/5/2025), ICAO menyebut MH17 dihantam rudal permukaan-ke-udara tipe Buk yang dipasok Rusia dan ditembakkan dari wilayah yang dikuasai oleh separatis pro-Rusia.
Putusan ini merupakan yang pertama kalinya ICAO secara resmi memutuskan sengketa antarnegara anggotanya.
Pesawat Boeing 777 yang terbang dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur itu ditembak jatuh di atas wilayah konflik di Ukraina timur.
Insiden ini menewaskan seluruh 298 penumpang dan awak di dalamnya.
Mayoritas korban berasal dari Belanda (196 orang) dan Australia (38 orang), yang sejak awal menuntut pertanggungjawaban dari Moskwa.
Kedua negara tersebut kini mendesak Rusia untuk membayar ganti rugi dan memulai negosiasi yang dimediasi oleh ICAO.
Menteri Luar Negeri Belanda menyebut putusan ini sebagai "langkah penting menuju keadilan dan akuntabilitas internasional."
Baca juga: 11 Tahun Berlalu, Rusia Resmi Dinyatakan Bersalah atas Jatuhnya Malaysia Airlines MH17
Sementara itu, Australia menegaskan bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan warganya.
Sebelumnya, pada 2022, pengadilan Belanda telah menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada dua warga Rusia dan satu warga Ukraina yang dinyatakan bersalah atas peran mereka dalam insiden tersebut.
Ketiganya diadili secara in absentia dan hingga kini belum diekstradisi oleh Rusia.
Investigasi lanjutan pada 2023 juga mengindikasikan bahwa Presiden Vladimir Putin kemungkinan besar menyetujui pengiriman sistem rudal tersebut ke Ukraina timur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.