Kisah tragis seorang pelaut Belanda yang 'dibuang' ke pulau terpencil dan dibiarkan mati karena dituduh berhubungan sesama jenis
Seperti yang dijelaskan oleh sejarawan Elwin Hofman, Hasenbosch secara tidak sengaja berakhir di Pulau Ascension. Ia sengaja ditinggalkan…
Tiga tahun kemudian, sejarawan dan penulis Alex Ritsema menemukan karya Koolbergen di sebuah perpustakaan di Deventer.
Sebagai kolektor sejarah pulau-pulau, Ritsema terpikat dan pada 2011, ia menerbitkan buku berjudul A Dutch Castaway on Ascension Island, yang menceritakan kisah Hasenbosch yang lama terkubur kepada para pembaca berbahasa Inggris.
Ia mendedikasikan bukunya untuk "dua pria Belanda yang meninggal terlalu cepat, Hasenbosch dan Michiel".
Alex Ritsema juga meninggal dunia karena kanker pada 2022.
Saat ini, Hasenbosch, Koolbergen, dan Ritsema terhubung dalam lintasan abad—tiga pria Belanda yang hidupnya saling terkait sebagai upaya untuk memastikan bahwa kisah Leendert Hasenbosch tidak akan hilang dari sejarah.
'Tak lagi terlihat'
Cobaan berat Hasenbosch mungkin terasa jauh, tetapi kekuatan di balik penganiayaannya tetap terasa dekat.
Sejarawan Elwin Hofman menjelaskan di Belanda abad ke-18, sodomi sering diabaikan atau ditoleransi secara diam-diam, hingga "krisis maskulinitas" yang dirasakan setelah kekalahan militer, memicu gelombang penuntutan yang brutal.
Kaum yang disebut sebagai sodomi menjadi kambing hitam atas kemerosotan masyarakat.
"Di Belanda, pada abad ke-18, ada banyak kemunduran dan solusinya adalah menuntut kaum sodomi dengan lebih keras," ujar Hofman.
"Itulah sesuatu yang harus kita waspadai saat ini, di masa krisis, ada risiko kita mencoba memulihkan maskulinitas dengan menghukum kaum queer dengan lebih keras."
Hanya lima tahun setelah kematian Hasenbosch, Pengadilan Sodomi Utrecht mengadili 300 orang.
Banyak di antara mereka dieksekusi di depan umum—dengan hukuman mulai dari dibakar di tiang pancang hingga dicekik—sampai akhirnya hukuman tersebut dihapuskan pada 1803.
Saat ini, gaung "kambing hitam" itu terlihat dalam undang-undang anti-LGBTQ+ yang semakin menguat di negara-negara seperti Rusia, Uganda, dan Polandia, yang sering kali dibingkai atas nama perlindungan terhadap "nilai-nilai tradisional".
Di Amerika Serikat, sejak Presiden Donald Trump terpilih kembali, ia telah menandatangani perintah eksekutif yang menurut para kritikus bakal membatasi hak-hak LGBTQ+ di negara tersebut.
Dua perintah eksekutif yang dicabut Trump mencakup arahan yang ditujukan untuk mencegah diskriminasi berdasarkan identitas gender atau orientasi seksual.
Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang mengakui hanya ada dua jenis kelamin: laki-laki dan perempuan dan menyatakan bahwa keduanya tidak bisa diubah.
Undang-undang semacam itu telah lama berkontribusi pada penghapusan orang-orang LGBTQ+ dari sejarah, mengubah kehidupan nyata mereka menjadi kisah mengerikan, menurut Julia Ehrt yang merupakan direktur eksekutif International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans dan Intersex Association.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.