10 Negara dengan Utang Terbanyak di Dunia: Indonesia Masih Aman, Rasio Utang di Bawah 60 Persen
Inilah 10 negara dengan utang tertinggi di dunia, baik berdasarkan jumlah nominal dalam dolar dan rasio terhadap PDB.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Sama seperti individu atau perusahaan yang melakukan pembelian secara kredit atau mengambil pinjaman untuk meningkatkan kondisi finansial, pemerintah nasional juga sering meminjam uang guna mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan negara.
Ketika suatu negara meminjam dana, uang tersebut menjadi bagian dari utang nasional.
Utang ini bisa berasal dari sumber dalam negeri maupun internasional.
Namun, negara mana yang memiliki utang nasional tertinggi di dunia?
Jawaban atas pertanyaan tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Mengutip worldpopulationreview.com, jika dilihat dari jumlah nominal dalam dolar, negara dengan utang terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, dengan utang nasional lebih dari dua kali lipat dibanding negara lain mana pun.
Namun, jumlah utang suatu negara biasanya tidak dilihat dari nominal utangnya saja, melainkan dikaitkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu ukuran kemampuan negara tersebut untuk membayar kembali utangnya.
Jika diukur berdasarkan rasio utang terhadap PDB, maka Lebanon menjadi negara dengan rasio tertinggi di dunia, sementara Amerika Serikat berada di posisi ke-12.

Untuk memudahkan perbandingan antarnegara dan menilai beban utang secara efektif, utang suatu negara umumnya diukur sebagai persentase dari PDB.
Berikut daftar 10 negara dengan utang tertinggi di dunia (dalam dolar AS):
- Amerika Serikat: $32,9 triliun
- China: $15 triliun
- Jepang: $10,9 triliun
- Inggris Raya: $3,4 triliun
- Prancis: $3,4 triliun
- Italia: $3,1 triliun
- India: $3 triliun
- Jerman: $2,8 triliun
- Kanada: $2,3 triliun
- Brasil: $1,8 triliun
Baca juga: 10 Negara Paling Korup di Dunia, Indonesia Ada di Urutan Berapa?
10 Negara dengan rasio utang terhadap PDB tertinggi:
- Lebanon: 357,69 persen
- Jepang: 256,3 persen
- Sudan: 189,6 persen
- Eritrea: 179,66%
- Singapura: 174,84%
- Yunani: 163,9%
- Argentina: 155,41%
- Italia: 134,8%
- Venezuela: 133,61%
- Tanjung Verde: 124,03%
Indonesia berada di posisi ke-138 dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,6%.
Mengutip djkn.kemenkeu.go.id, di Indonesia, rasio utang pemerintah terhadap PDB dibatasi maksimal 60?rdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
World Economic Outlook IMF, edisi April 2025
Sebagai perbandingan, berikut daftar 10 negara yang diperkirakan memiliki rasio utang publik terhadap PDB tertinggi pada tahun 2025 menurut panel analis IMF:
- Sudan: 252%
- Jepang: 235%
- Singapura: 175%
- Yunani: 142%
- Bahrain: 141%
- Maladewa: 141%
- Italia: 137%
- Amerika Serikat: 123%
- Prancis: 116%
- Kanada: 113%
Sementara itu, Indonesia menempati peringkat ke-129 dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 41%.
Mengutip visualcapitalist.com, Sudan yang menempati peringkat teratas dengan rasio utang publik sebesar 252?ri PDB, disebabkan oleh konflik berkepanjangan dan tantangan ekonomi berat.
Negara Afrika ini menggeser Jepang dari posisi teratas sebagai negara dengan rasio utang tertinggi pada tahun 2023, tahun yang sama saat perang saudara pecah di Sudan.
Jepang memiliki beban utang tertinggi di antara negara maju, yakni sebesar 235?ri PDB.
Defisit fiskal yang berkelanjutan dan populasi yang menua menjadi faktor utama yang mendorong utangnya naik.
Selain Jepang, negara-negara seperti Singapura (175%), Bahrain (141%), dan Italia (137%) juga termasuk dalam jajaran negara maju dengan beban utang besar.
Amerika Serikat memiliki rasio utang terhadap PDB sebesar 123%, mencerminkan pengeluaran defisit selama bertahun-tahun serta kebijakan stimulus besar-besaran dalam merespons krisis ekonomi seperti pandemi.
Sementara itu, Jerman tercatat sebagai negara G7 dengan beban utang terendah, yaitu 65?ri PDB.
Bahkan, angka ini diproyeksikan turun menjadi 58% pada tahun 2029.
Baca juga: 10 Negara dengan Tingkat Kriminalitas Tertinggi di Dunia
Dampak Tingkat Utang yang Tinggi
Tingginya tingkat utang publik biasanya merupakan hasil dari berbagai faktor, seperti kebijakan moneter yang agresif, pelonggaran kuantitatif, pertumbuhan ekonomi yang lambat atau negatif, serta tingginya kebutuhan belanja publik.
Rasio utang terhadap PDB umumnya meningkat setelah periode resesi atau guncangan ekonomi, seperti Krisis Keuangan 2008 dan pandemi COVID-19, ketika pemerintah menerapkan stimulus fiskal untuk menyokong perekonomian.
Meskipun utang dapat menjadi alat penting dalam menghadapi perlambatan ekonomi, utang yang terus meningkat tanpa pengelolaan yang baik berisiko menimbulkan dampak jangka panjang, seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat, depresiasi mata uang, bahkan gagal bayar yang memerlukan intervensi dari IMF.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.