Amerika vs China
AS Dituding Provokasi, China Peringatkan Washington Tak Main Api soal Taiwan dan Laut China Selatan
Beijing peringatkan AS agar tak main api soal Taiwan dan Laut China Selatan usai Menhan AS sebut China ancaman serius di forum keamanan Asia.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Pravitri Retno W
Penempatan senjata ofensif Amerika di Laut China Selatan diklaim memperburuk ketegangan dengan negara-negara tetangga, seperti Filipina.
China dan Filipina memang tengah bersengketa soal kedaulatan beberapa pulau dan atol di Laut China Selatan, dan sering terjadi benturan antara penjaga pantai kedua negara.
China membantah klaim AS soal ancaman terhadap kebebasan navigasi di wilayah itu.
Beijing menegaskan kalau mereka berkomitmen pada dialog damai serta menjaga hak teritorialnya sesuai hukum internasional.
"AS merupakan faktor terbesar yang mengganggu perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," bunyi pernyataan resmi dari pemerintah China.
Ketegangan ini semakin memanas di tengah perang dagang yang berlangsung antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menuduh China melanggar kesepakatan gencatan senjata terkait tarif.
Di sisi lain, China mengumumkan telah menggelar patroli tempur di sekitar Scarborough Shoal, salah satu wilayah sengketa di Laut China Selatan yang juga diklaim oleh Filipina.
Australia Pasang Badan
Sementara itu, Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, membela pernyataan Hegseth dan menyoroti peningkatan besar-besaran kekuatan militer China sejak Perang Dunia II.
"Yang kami lihat adalah lonjakan kemampuan militer terbesar yang pernah ada sejak Perang Dunia II," kata Marles pada Minggu.
Menariknya, untuk pertama kalinya sejak 2019, China tidak mengirimkan Menteri Pertahanannya ke forum Shangri-La Dialogue, melainkan mengutus delegasi tingkat lebih rendah.
Forum ini merupakan pertemuan keamanan terkemuka di Asia yang membahas isu-isu regional dan global.
Sejarah Taiwan berakar pada perpecahan dengan China pada 1949 setelah perang saudara.
Meski demikian, Beijing tetap menganggap Taiwan sebagai bagian wilayahnya yang sakral dan tidak menutup kemungkinan menggunakan kekerasan untuk menyatukan kembali.
Pemerintah Taiwan menolak klaim tersebut dan menegaskan hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka sendiri.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.