Petinggi IAEA, Iran, dan Mesir Bertemu di Kairo untuk Bahas Program Nuklir
Petinggi dari Iran, Mesir dan badan PBB yang mengawasi nuklir, bertemu di Kairo untuk membahas program nuklir Iran.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM – Para pemimpin Iran, Mesir, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertemu di Kairo pada Senin (2/6/2025) untuk membahas program nuklir Iran.
Pertemuan ini diselenggarakan setelah sebuah laporan dari badan pengawas nuklir PBB, IAEA, menyatakan bahwa Iran terus meningkatkan persediaan uranium yang diperkaya hingga mendekati tingkat yang dapat digunakan untuk senjata.
Rafael Mariano Grossi, Direktur Jenderal IAEA yang berbasis di Wina, mengatakan bahwa laporan tersebut disusun karena pengayaan uranium oleh Iran masih menjadi perhatian berkelanjutan bagi Dewan Gubernur IAEA.
“Kami berharap bahwa dengan memberikan klarifikasi, kami dapat mendorong tercapainya kejelasan, serta memberikan insentif untuk solusi damai dan diplomatik,” kata Grossi di Kairo.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi dan Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty, meskipun belum jelas apakah Araghchi juga bertemu langsung dengan Grossi.
Dalam unggahannya di aplikasi pesan Telegram, Araghchi menyatakan bahwa ia menekankan pentingnya kerja sama berkelanjutan Iran saat berbicara dengan Grossi.
Sebelumnya, laporan rahasia IAEA yang dilihat oleh Associated Press pada Sabtu (31/5/2025) memuat peringatan keras.
IAEA menyebut bahwa Iran kini menjadi satu-satunya negara non-nuklir yang memproduksi bahan dengan tingkat pengayaan tinggi semacam itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Kazem Gharibabadi, menerbitkan tanggapan terperinci pada Minggu yang menolak banyak temuan dalam laporan tersebut.
Ia mencatat bahwa dari total 682 inspeksi IAEA terhadap 32 negara, sebanyak 493 dilakukan di Iran.
“Selama aktivitas nuklir suatu negara berada di bawah pengawasan IAEA, tidak ada alasan untuk khawatir,” ujarnya.
Baca juga: Hasil Temuan IAEA Ungkap Iran Jalankan Program Nuklir Rahasia, Barat Siap Ajukan Resolusi Tegas
“Republik Islam Iran tidak mengejar senjata nuklir dan tidak memiliki bahan atau aktivitas nuklir yang tidak dideklarasikan.”
Dalam laporannya, IAEA menyebut bahwa hingga 17 Mei 2025, Iran telah mengumpulkan 408,6 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60 persen.
Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan hampir 50 persen dibandingkan laporan terakhir pada Februari lalu.
Material dengan tingkat pengayaan 60 persen merupakan langkah teknis yang relatif singkat menuju tingkat pengayaan 90%, yaitu level yang dapat digunakan untuk senjata.
Laporan IAEA disebut bermotif politik
Pemerintah Iran menyatakan bahwa laporan IAEA bermuatan politis, karena Rafael Grossi disebut-sebut memiliki ambisi untuk menjadi Sekretaris Jenderal PBB.
Menurut Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, Grossi sedang berupaya menarik dukungan dari beberapa anggota Dewan Keamanan PBB melalui laporan tersebut.
“Pada dasarnya, ia telah memilih pendekatan politis. Pendekatan ini telah menjadikan situasi lebih bersifat politik daripada teknis,” kata Eslami kepada kantor berita resmi IRNA pada Minggu malam.
Perundingan Iran–AS
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Oman, Badr al-Busaidi, yang menjadi penengah dalam perundingan antara Amerika Serikat dan Iran, mengunjungi Teheran pada Sabtu untuk menyampaikan usulan terbaru dari pihak AS.
Dalam pernyataannya di Telegram, Araghchi menyebut bahwa Iran sedang mengkaji usulan tersebut dan menyusun tanggapan resmi.
Perundingan Iran–AS ini bertujuan membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sejumlah sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS terhadap Republik Islam tersebut.
Ketegangan antara kedua negara telah berlangsung hampir 50 tahun.
Putaran kelima perundingan antara AS dan Iran berakhir di Roma pekan lalu dengan beberapa kemajuan, namun belum mencapai kesimpulan akhir, ujar al-Busaidi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.