Kecelakaan Pesawat Air India
Mutu dan Keamanan Boeing Disorot Lagi usai Kecelakaan Air India Tewaskan Ratusan Orang
Kecelakaan Dreamliner Air India menewaskan ratusan orang dan memicu sorotan baru terhadap catatan keselamatan Boeing.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Boeing kembali menjadi sorotan setelah pesawat 787 Dreamliner milik Air India jatuh di Ahmedabad, India, pada Kamis (12/6/2025).
Kecelakaan Air India dilaporkan menewaskan ratusan penumpang dan hanya satu orang yang secara ajaib lolos dari maut.
Ini adalah insiden mematikan pertama yang melibatkan Dreamliner sejak debutnya pada 2011.
Pesawat Air India Penerbangan 171 mengangkut 242 orang.
Pesawat dilaporkan menabrak gedung kampus kedokteran tak lama setelah lepas landas.
Times of India melaporkan bahwa Boeing telah menghubungi pihak maskapai dan menyatakan siap memberikan dukungan penuh.
"Pikiran kami bersama penumpang, awak, penanggap pertama, dan semua yang terkena dampak," tulis pernyataan resmi perusahaan.
Dalam pertanyataan terpisah, Presiden dan CEO Boeing Kelly Ortberg menyampaikan belasungkawa mendalam.
Ortberg mengonfirmasi telah berbicara dengan N Chandrasekaran, ketua Tata Group selaku pemilik Air India.
Boeing juga menyatakan siap mendukung investigasi yang dipimpin oleh Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara India (AAIB), sesuai protokol Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Tragedi
Meski penyebab pasti belum diketahui, Sky News menyebutkan dugaan awal mencakup kesalahan pilot, kegagalan mesin, hingga tabrakan dengan burung. Penemuan kotak hitam akan menjadi kunci utama dalam penyelidikan.
Pesawat Dreamliner telah digunakan sejak 2014 dengan lebih dari 41.000 jam terbang dan hampir 8.000 kali lepas landas atau mendarat.
Menurut data Cirium, Air India mengoperasikan sekitar tiga lusin Dreamliner dari lebih dari 1.100 unit yang aktif di seluruh dunia.
Kecelakaan ini terjadi di tengah masa pemulihan panjang Boeing, menyusul dua tragedi besar yang melibatkan 737 Max: jatuhnya Lion Air di Indonesia pada 2018 dan Ethiopian Airlines pada 2019, yang total menewaskan 346 orang.
Kedua insiden tersebut disebabkan oleh cacat perangkat lunak yang kini telah diperbaiki.
Boeing juga belum sepenuhnya lepas dari krisis setelah insiden lubang terbuka di pesawat 737 Max 9 milik Alaska Airlines pada Januari 2024.
Peristiwa tersebut mendorong reformasi internal besar-besaran, termasuk perombakan manajemen dan peningkatan pengawasan regulasi.
Dreamliner sendiri tak luput dari masalah produksi.
Tahun lalu, The New York Times melaporkan pengaduan dari insinyur internal bahwa ada potensi cacat struktural akibat pemasangan komponen yang tak sesuai prosedur.
Saat ini, Boeing tengah menghadapi tekanan publik dan investor.
Harga saham perusahaan sempat turun 5 persen di Wall Street pasca-kecelakaan.
Meskipun belum ada bukti bahwa Boeing bersalah dalam insiden ini, kepercayaan terhadap raksasa penerbangan asal AS itu kembali diuji.
Bulan lalu, Departemen Kehakiman AS dan Boeing mencapai kesepakatan non-penuntutan atas dua kecelakaan 737 Max.
Boeing setuju membayar denda lebih dari 1 miliar dolar AS dan mengakui telah menghalangi investigasi.
Baca juga: Trump: Kecelakaan Pesawat Air India Terburuk dalam Sejarah Penerbangan, AS Siap Bantu
Kesepakatan ini menuai kritik dari keluarga korban dan memunculkan pertanyaan tentang akuntabilitas korporasi.
Apakah tragedi Air India 171 akan memperburuk reputasi Boeing, atau menjadi titik balik bagi perbaikan menyeluruh, masih menunggu hasil penyelidikan.
Satu hal jelas: masyarakat dunia kini mengawasi setiap langkah perusahaan ini.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.