Rabu, 13 Agustus 2025

Konflik Iran Vs Israel

Iran Murka, Tolak Gencatan Senjata dan Umumkan Perang Total ke AS–Israel

Iran tolak gencatan senjata meski desakan PBB meningkat. Serangan balasan ke Israel dan AS akan ditingkatkan di tengah krisis kawasan.

|
Canva/Tribunnews.com
PERANG IRAN ISRAEL - Ilustrasi perang Iran dengan Israel yang dibuat pada Sabtu (21/6/2025). Pejabat tinggi Iran menegaskan penolakan terhadap gencatan senjata. Iran bersiap lakukan serangan balasan besar ke Israel dan AS. 

Iran Murka, Tolak Gencatan Senjata dan Umumkan Perang Total ke AS–Israel

TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Krisis geopolitik di Timur Tengah mencapai titik panas. 

Seorang pejabat tinggi Iran menegaskan bahwa Teheran menolak seluruh usulan gencatan senjata dari pihak manapun, termasuk dari Dewan Keamanan PBB, di tengah rentetan serangan militer dari Amerika Serikat dan Israel.

Pernyataan keras itu disampaikan di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas eskalasi konflik bersenjata yang berpotensi menyulut perang kawasan. 

Dalam pernyataannya kepada CNN, Selasa (24/6/2025), pejabat Iran tersebut menuding musuh-musuh negaranya hanya menyodorkan janji-janji damai penuh tipu daya.

“Iran tidak menerima usulan gencatan senjata dan tidak melihat alasan untuk itu,” tegasnya.

Iran disebut akan terus melakukan perlawanan militer hingga tercapai perdamaian abadi, bukan sekadar kesepakatan palsu di atas kertas.

“Musuh saat ini tengah melancarkan agresi langsung terhadap kami, dan Iran hampir mengintensifkan serangan balasannya, tanpa mau mendengarkan kebohongan dari mereka,” ujarnya lagi.

KENAIKAN BBM - Iran akan menutup Selat Hormuz imbas serangan Isral dan Amerika Serikat, hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga BBM. TRIBUNNEWS
KENAIKAN BBM - Iran akan menutup Selat Hormuz imbas serangan Isral dan Amerika Serikat, hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga BBM. TRIBUNNEWS (TRIBUNNEWS/)

Baca juga: Qatar Buka Kembali Wilayah Udaranya Setelah Serangan Rudal Iran Ke Pangkalan Udara AS Berakhir

Serangan Udara Amerika Memicu Kecaman Dunia

Gelombang penolakan terhadap serangan udara AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan datang dari berbagai negara besar.

China, Rusia, dan Pakistan dengan cepat mengajukan rancangan resolusi ke Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menilai langkah militer Amerika sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan memperparah ketegangan Timur Tengah.

“Dewan Keamanan tidak dapat tinggal diam. Kami mendesak penghentian kekerasan, perlindungan warga sipil, dan kembali ke jalur negosiasi,” ucap Guo.

Namun, harapan akan adanya keputusan bulat menghadapi rintangan besar.

AS diperkirakan akan menggunakan hak vetonya jika rancangan resolusi itu dianggap mengancam kepentingannya.

Baca juga: 5 Fasilitas di Iran Jadi Target Israel, Tel Aviv Jatuhkan Sekitar 100 Bom, Katz Beri Ancaman

Korban Sipil Berjatuhan, Iran Siapkan Balasan Lebih Besar

Hingga kini, Iran dan Israel masih terlibat baku serang udara yang menewaskan lebih dari 430 warga Iran dan melukai 3.500 lainnya.

Sementara itu, Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke berbagai wilayah Israel, menewaskan sedikitnya 25 orang dan melukai ratusan warga sipil.

Sebagai respons atas serangan AS, Iran juga menembakkan 19 rudal ke arah Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, salah satu pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah.

Mayor Jenderal Qatar, Shayeq Al Hajri, menyebut satu rudal berhasil menghantam fasilitas militer, meski tidak menyebabkan korban jiwa.

“Tujuh rudal pertama berhasil dicegat. Namun dari 12 rudal lanjutan, satu berhasil lolos dan mengenai pangkalan,” jelasnya.

Sementara itu, Presiden Donald Trump justru menyebut hanya 14 rudal yang ditembakkan dan semuanya berhasil dicegat, menyiratkan perbedaan narasi antara militer AS dan sekutunya.

Baca juga: Satu Rudal Iran Tembus Pangkalan Militer AS Al Udeid Qatar, Trump: Kerusakannya Sangat Kecil

PBB Peringatkan Dunia: Ini Titik Belok Berbahaya

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam sidang darurat DK PBB, menyatakan bahwa situasi di Timur Tengah telah memasuki fase "titik belok berbahaya", yang membutuhkan tindakan cepat dan tegas dari komunitas internasional.

“Kita harus segera menghentikan pertempuran dan membuka kembali jalur diplomasi terkait program nuklir Iran,” seru Guterres di hadapan anggota dewan.

Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, juga mengkritik keras AS dan membandingkan kondisi saat ini dengan invasi Irak tahun 2003, ketika AS mengklaim keberadaan senjata pemusnah massal yang belakangan terbukti tidak ada.

“Kita kembali diminta percaya pada dongeng Amerika. Ini bukti AS tak pernah belajar dari sejarah,”sindirnya.

Di sisi lain, Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menolak kritik tersebut dan menyebut bahwa AS dan Israel layak mendapat penghargaan, bukan kecaman.

Iran Ancam Perluas Serangan, Perdamaian Semakin Jauh

Sementara itu, Korps Garda Revolusi Iran menyatakan bahwa mereka akan memperluas operasi militer terhadap Israel.

Eskalasi ini dikhawatirkan membuat kawasan Timur Tengah terjerumus ke dalam konflik regional besar-besaran.

Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, melaporkan bahwa situs pengayaan Fordow mengalami kerusakan signifikan, sementara Natanz dan Isfahan juga terdampak.

Meski begitu, Iran mengklaim tidak ada peningkatan radiasi di ketiga lokasi.

Baca juga: Iran Luncurkan 19 Rudal Serang Pangkalan Udara Al Udeid  Milik AS, 18 Berhasil Diadang Militer Qatar

Situasi Kian Tak Terkendali, Dunia Menanti Keputusan Dewan Keamanan

Rusia, China, dan Pakistan kini menunggu tanggapan resmi dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB terhadap rancangan resolusi mereka.

Resolusi butuh dukungan sembilan negara tanpa veto dari lima anggota tetap (AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok).

Belum diketahui secara pasti kapan voting akan dilakukan, tetapi para diplomat memperkirakan bahwa ketegangan akan terus meningkat jika tidak ada kesepakatan dalam waktu dekat.

Penolakan Iran terhadap gencatan senjata, serangan balasan yang terus meningkat, serta sikap keras dari AS dan Israel membuat peluang damai makin menjauh.

Dunia menyaksikan, berharap para pemimpin dunia memilih diplomasi, bukan kehancuran.

Apakah Timur Tengah akan kembali menjadi medan perang terbuka? Atau akankah diplomasi internasional mampu meredakan bara yang sudah membakar?

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan