Konflik Palestina Vs Israel
Arti Perjanjian Abraham, Isi Kesepakatan Trump dan Netanyahu Setuju Akhiri Genosida Gaza
Perjanjian Abraham atau Abraham Accords menjadi salah satu poin isi kesepakatan dalam proposal yang kabarnya disetujui Donald Trump dan Netanyahu
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Perjanjian Abraham atau Abraham Accords menjadi salah satu poin isi kesepakatan dalam proposal yang kabarnya disetujui Donald Trump dan Benjamin Netanyahu.
Presiden Amerika Serikat (AS) dan Perdana Menteri Israel tersebut diberitakan Israel Hayom menyepakati kerangka kerja untuk mengakhiri genosida di Gaza.
Dalam proposal tersebut, mereka membahas kurun waktu genosida berakhir.
Termasuk Perjanjian Abraham terkait dengan normalisasi daerah di Timur Tengah.
Mengutip dari berbagai sumber, Perjanjian Abraham merupakan serangkaian kesepakatan diplomatik bersejarah yang dimediasi oleh Amerika Serikat untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab.
Perjanjian ini pertama kali ditandatangani pada 15 September 2020 di Gedung Putih, dan menjadi langkah signifikan dalam geopolitik Timur Tengah yang selama ini penuh ketegangan.
Negara-negara yang terlibat dalam penandatanganan awal Perjanjian Abraham adalah Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain.
Beberapa bulan kemudian, kesepakatan serupa juga diikuti oleh Sudan dan Maroko, menjadikan total empat negara Arab yang membuka hubungan resmi dengan Israel dalam kerangka perjanjian ini.
Perjanjian Abraham mencakup normalisasi hubungan diplomatik, pembukaan kedutaan besar, kerja sama ekonomi, pariwisata, teknologi, dan penerbangan langsung antara negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki hubungan formal dengan Israel.
Perjanjian ini juga menyiratkan komitmen terhadap toleransi agama dan perdamaian regional.
Donald Trump kala itu, memainkan peran kunci sebagai mediator utama.
Baca juga: BREAKING NEWS Trump dan Netanyahu Sepakati Proposal Akhiri Genosida di Gaza, 2 Negara Disebut
Ia menyebut kesepakatan ini sebagai “fajar Timur Tengah baru” yang akan mengubah arah sejarah di kawasan tersebut.
Namun, perjanjian ini menuai reaksi beragam dari berbagai pihak. Pemerintah Palestina mengecam keras Perjanjian Abraham karena dianggap mengabaikan perjuangan Palestina dan memberikan legitimasi kepada pendudukan Israel di wilayah yang disengketakan.
Sebaliknya, negara-negara yang menandatangani perjanjian beralasan bahwa kerja sama dengan Israel membuka peluang pembangunan dan stabilitas.
Sejak penandatanganan, hubungan antara Israel dan negara-negara tersebut terus berkembang. UEA dan Israel, misalnya, telah menandatangani lebih dari 100 nota kesepahaman (MoU) di bidang perdagangan, teknologi, pendidikan, dan pertahanan.
Meski begitu, keberlanjutan dan ekspansi Perjanjian Abraham menghadapi tantangan serius, terutama di tengah konflik bersenjata terbaru antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza, serta meningkatnya ketegangan regional yang melibatkan Iran dan proksinya.
Perjanjian Abraham dianggap sebagai bagian dari upaya jangka panjang membentuk tatanan baru di Timur Tengah, dengan fokus pada stabilitas, kemitraan ekonomi, dan meredam pengaruh kelompok militan serta kekuatan eksternal seperti Iran.
3 Kesepakatan
Pada Jumat (27/6/2025) dinihari waktu Indonesia, kedua pemimpin kedua negara tersebut menyepakati sebuah proposal perdamaian dalam konflik dengan Palestina di Gaza.
Menurut Israel Hayom, Trump dan Netanyahu pada prinsipnya telah menyetujui sebuah kerangka kerja untuk mengakhiri Perang Gaza.
Sedikitnya terdapat tiga poin yang menjadi sorotan.
Yang pertama terkait waktu.
Kemudian Perjanjian Abraham dengan menyinggung dua negara lain.
Kemudian poin ketiga adalah kedaulatan Israel di beberapa wilayah Tepi Barat.
Berikut tiga poin tersebut lebih rinci dikutip dari Israel Hayom:
Baca juga: 3 Pernyataan Ali Khamenei setelah Keluar dari Bungker: AS Tak Dapat Untung
1. Mengakhiri Genosida Gaza dalam waktu dua minggu.
2. Memperluas Perjanjian Abraham agar mencakup negara-negara seperti Suriah dan Arab Saudi.
3. Memajukan solusi dua negara dengan “kedaulatan Israel yang terbatas” di beberapa wilayah Tepi Barat.

Perundingan
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump demi mewujudkan perdamaian menyeluruh dengan Israel.
Pernyataan ini muncul pada Selasa (25/6/2025) dan diberitakan oleh sejumlah media internasional seperti TRT World dan Middle East Monitor.
“Kami siap bekerja sama dengan Presiden Trump untuk mencapai perdamaian menyeluruh dan adil berdasarkan solusi dua negara,” ujar Abbas seperti dikutip Anadolu Agency.
Sikap ini menandai pendekatan baru Abbas terhadap Trump.
Sebelumnya, hubungan keduanya sempat memburuk setelah Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 2017 dan memindahkan kedutaan AS ke kota tersebut—kebijakan yang dikecam oleh Palestina dan sebagian besar komunitas internasional.
Kini, Abbas tampak memilih jalur pragmatis.
Dalam pernyataan terbarunya, ia menekankan upaya perdamaian harus didasarkan pada hukum internasional, resolusi-resolusi PBB, dan menjamin berdirinya negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menurut laporan Middle East Monitor, Abbas menyebut rakyat Palestina masih percaya pada perdamaian, meski kondisi di lapangan terus memburuk akibat perluasan permukiman Israel dan kekerasan di wilayah pendudukan.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Israel maupun pernyataan dari Gedung Putih terkait kesiapan Abbas untuk membuka kembali dialog dengan Trump.
Sementara itu, komunitas internasional termasuk Uni Eropa dan PBB tetap menyerukan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan realistis untuk mengakhiri konflik panjang di kawasan.
Seorang analis Timur Tengah yang dikutip Middle East Monitor menyebut pernyataan Abbas sebagai "tanda fleksibilitas politik" untuk menjaga relevansi Palestina dalam peta diplomasi global yang terus berubah.
Baca juga: Serangan Udara Israel Tewaskan 78 Warga Gaza saat Trump Klaim Gencatan Senjata Semakin Dekat
9 Tewas Akibat Serangan Israel ke Sekolah di Gaza
Jumlah korban tewas akibat serangan udara Israel di sebuah sekolah di Kota Gaza meningkat menjadi sembilan orang.
Informasi ini disampaikan oleh sumber di Rumah Sakit al-Shifa.
Sekolah tersebut menampung pengungsi yang terlantar dan terletak di lingkungan Sheikh Radwan, Gaza.
Serangan terjadi di tengah konflik yang masih berlangsung antara Israel dan Iran.
Serangan udara Israel di Jalur Gaza terus berlangsung setiap hari.
Israel Tangkap Lebih dari 20 Warga Palestina di Tepi Barat
Pasukan Israel melakukan serangan di desa al-Arooj, Tepi Barat, dan menahan lebih dari 20 warga Palestina.
Informasi ini disampaikan oleh sumber kepada Al Jazeera Arabic.
Desa al-Arooj terletak di tenggara Betlehem, di wilayah Palestina yang diduduki.
Sebelumnya, pasukan Israel juga menyerbu kota Nablus dan menahan 14 warga.
Beberapa wilayah di Hebron turut menjadi sasaran pada Kamis (26/6/2025) pagi.
Serangan harian oleh pasukan Israel di Tepi Barat telah terjadi sejak Oktober 2023, usai serangan Hamas.
Baca juga: Netanyahu Pusing, 39.000 Warga Israel Tuntut Ganti Rugi Usai Rumah Hancur Dihantam Rudal Iran
Drone Israel Serang Khan Younis, Satu Tewas
Satu orang tewas dalam serangan drone militer Israel di barat Khan Younis, Gaza selatan.
Serangan terjadi di dekat rumah sakit lapangan milik Yordania.
Sumber dari Rumah Sakit Nasser menyebutkan beberapa orang lainnya mengalami luka-luka.
Sumber: U.S. Department of State, BBC News. The Guardian – World News, Al Jazeera, Council on Foreign Relations (CFR)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.