Selasa, 26 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Alasan Trump Sangat Getol Membela Netanyahu dalam Kasus Tuduhan Korupsi: Merasa Senasib

Inilah alasan Presiden AS Donald Trump sangat membela Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam menghadapi kasus tuduhan korupsi.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nuryanti
X/@netanyahu
TRUMP DAN NETANYAHU - Foto yang diunggah Netanyahu di platform X pada Kamis (26/6/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berjabat tangan. Berikut ini alasan Trump sangat getol dalam membela Netanyahu di kasus tuduhan korupsi. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sangat membela Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam menghadapi kasus tuduhan korupsi.

Bahkan, Donald Trump sampai mengecam jaksa penuntut Israel dan tak akan menoleransi tindakan mereka.

Donald Trump pada Sabtu (28/6/2025) menyebut persidangan kasus korupsi yang menimpa Benjamin Netanyahu sebagai "perburuan penyihir politik".

"Sungguh mengerikan apa yang mereka lakukan di Israel terhadap Bibi Netanyahu."

"Ia adalah Pahlawan Perang, dan Perdana Menteri yang telah melakukan pekerjaan luar biasa dengan bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk membawa Keberhasilan Besar dalam menyingkirkan ancaman Nuklir yang berbahaya di Iran," kata Trump melalui Truth Socialnya, dikutip dari Anadolu.

Trump bahkan sampai membawa nama Hamas, dengan menyebut saat ini Israel tengah melakukan negosiasi dengan para pejuang Palestina untuk mendapatkan kembali sandera.

Lantas, apa yang melatarbelakangi Trump sangat "getol" dalam membela Netanyahu?

Dalam Truth Social-nya, Trump merasa senasib dengan Netanyahu yang menghadapi "perburuan penyihir".

"Bagaimana mungkin Perdana Menteri Israel dipaksa duduk di Ruang Sidang sepanjang hari, tanpa alasan apa pun (Cerutu, Boneka Bugs Bunny, dll.)."

"Ini adalah PERBURUAN PENYIHIR POLITIK, sangat mirip dengan Perburuan Penyihir yang terpaksa saya alami," ucap Trump.

Seperti yang diketahui, Trump bersalah atas semua 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis untuk memengaruhi pemilihan presiden 2016.

Baca juga: Tuduh Radikal, Partai Republik Desak Trump Cabut Kewarganegaraan Cawalkot New York Zohran Mamdani

Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg mendakwa Trump pada bulan April 2023 dengan 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis tingkat pertama.

Menurut dakwaan tersebut, 11 cek dikeluarkan dari Trump Revocable Trust dan rekening bank pribadinya "untuk tujuan palsu."

"Setiap cek diproses oleh Trump Organization dan disamarkan secara ilegal sebagai pembayaran untuk layanan hukum yang diberikan berdasarkan perjanjian retainer yang tidak ada," kata Kantor Kejaksaan Distrik Manhattan saat itu, dikutip dari NBC.

"Secara total, 34 entri palsu dibuat dalam catatan bisnis New York untuk menyembunyikan pembayaran rahasia awal sebesar $130.000," kata jaksa.

Pernyataan jaksa mengacu pada pembayaran sebesar $130.000 yang dilakukan Michael Cohen kepada bintang film dewasa Stormy Daniels untuk membeli kebungkamannya atas tuduhan hubungan seksualnya dengan Trump.

Ganggu Proses Negosiasi

Masih mengutip Anadolu, menurut Trump, sidang kasus tuduhan korupsi yang menyeret nama Netanyahu ini dapat mengganggu proses negosiasi dengan Hamas dan Iran.

Trump juga bahkan menyebut apa yang dilakukan oleh jaksa yang menyelidiki Netanyahu adalah "kegilaan".

"Amerika Serikat menghabiskan miliaran dolar setiap tahun, jauh lebih banyak daripada negara lain, untuk melindungi dan mendukung Israel."

"Kami tidak akan menoleransi ini. Kami baru saja meraih Kemenangan Besar dengan Perdana Menteri Bibi Netanyahu sebagai pemimpin — dan ini sangat menodai Kemenangan kami. LEPASKAN BIBI, DIA PUNYA PEKERJAAN BESAR!" tegasnya.

Trump sebelumnya meminta agar sidang korupsi Netanyahu pada hari Senin dibatalkan sebagai ganti jasa yang telah dilakukannya bagi Israel.

Namun, bak tak mendengar pernyataan Trump, Kejaksaan Negeri Israel menolak permintaan pengacara Netanyahu untuk menunda sidang lanjutan kasus korupsi.

Penolakan mentah-mentah itu diutarakan kejaksaan karena permintaan Benjamin Netanyahu tidak dapat membenarkan pembatalan sidang selama dua minggu, terutama menjelang masa reses.

Dikutip dari The Times of Israel, Pengacara Netanyahu, Amit Hadad mengatakan bahwa perdana menteri membutuhkan jeda dua minggu setelah berperang melawan Iran yang baru berakhir pada Selasa (24/6/2025).

Baca juga: Trump Sudah seperti Pengacara Netanyahu, Kecam Jaksa Israel sampai Buat Pernyataan Tak Masuk Akal

Netanyahu, kata Hadad, ingin mengabdikan waktunya pada "masalah diplomatik, nasional, dan keamanan tingkat pertama".

Menurut Hadad, isu-isu yang dibahas meliputi “pengelolaan perang di Gaza dan penanganan masalah sandera”.

Kejaksaan Israel mencatat bahwa pihaknya telah melakukan penyesuaian untuk mengakomodasi kewajiban Netanyahu dengan lebih baik.

Hal tersebut termasuk dengan mengizinkannya bersaksi dua kali seminggu, bukan tiga kali seminggu.

"Oleh karena itu, jaksa menolak permintaan tersebut," ujar kejaksaan Israel.

Netanyahu diadili dalam tiga kasus korupsi, menghadapi tuduhan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.

Ia membantah melakukan kesalahan dan mengatakan semua tuduhan itu dibuat-buat dalam kudeta politik yang dipimpin oleh polisi dan jaksa penuntut negara.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan