Konflik Iran Vs Israel
Iran Miliki Keraguan atas Komitmen Israel terhadap Gencatan Senjata, Waspada jika Diserang Lagi
Setelah perang selama 12 hari, Iran kini mengatakan tidak yakin Israel akan mematuhi gencatan senjata yang telah berlaku.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Iran tidak yakin Israel akan mematuhi gencatan senjata yang mengakhiri perang 12 hari mereka.
Gencatan senjata antara Iran dan Israel mulai berlaku pada Selasa (24/6/2025), setelah pengumuman oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Eskalasi paling serius hingga saat ini antara musuh bebuyutan itu meletus pada 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan kampanye pengeboman di Iran yang menewaskan komandan militer dan ilmuwan tinggi yang terkait dengan program nuklirnya yang disengketakan.
Israel mengatakan tujuannya adalah untuk mencegah Republik Islam itu mengembangkan senjata nuklir - sebuah ambisi yang secara konsisten dibantah Teheran, bersikeras bahwa mereka memiliki hak untuk mengembangkan tenaga nuklir untuk keperluan sipil seperti energi.
Pertempuran itu menggagalkan perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat, sekutu setia Israel.
"Kami tidak memulai perang, tetapi kami telah menanggapi agresor dengan seluruh kekuatan kami," kata kepala staf angkatan bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, Minggu (29/6/2025), seperti diberitakan Al Arabiya.
"Kami memiliki keraguan serius atas kepatuhan musuh terhadap komitmennya termasuk gencatan senjata, kami siap untuk menanggapi dengan kekuatan jika diserang lagi," jelasnya.
Kepala IAEA: Iran Bisa Memperkaya Uranium Lagi
Kepala Pengawas Nuklir PBB (IAEA), Rafael Grossi, mengatakan Iran kemungkinan akan dapat mulai memproduksi uranium yang diperkaya "dalam hitungan bulan," meskipun ada kerusakan pada beberapa fasilitas nuklir akibat serangan AS dan Israel, lapor CBS News, Sabtu (28/6/2025).
Amerika Serikat sebelumnya mengebom tiga fasilitas utama yang digunakan untuk program atom Teheran.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan tingkat kerusakan pada fasilitas nuklir itu "serius," tetapi rinciannya tidak diketahui.
Baca juga: 79 Orang Sudah Tiba di Tanah Air, 18 Dalam Perjalanan Pulang ke RI Buntut Konflik Iran dan Israel
Presiden AS Donald Trump bersikeras bahwa program nuklir Iran telah mengalami kemunduran "puluhan tahun."
Namun, Rafael Grossi mengatakan "beberapa masih berdiri."
"Mereka dapat memiliki, Anda tahu, dalam hitungan bulan, saya akan katakan, beberapa kaskade sentrifus berputar dan memproduksi uranium yang diperkaya, atau kurang dari itu," kata Grossi, Jumat (27/6/2025), dilansir Arab News.
Pertanyaan kunci lainnya adalah apakah Iran mampu merelokasi sebagian atau seluruh persediaan uraniumnya yang diperkirakan mencapai 408,6 kilo (900 pon) sebelum serangan.
Uranium yang dimaksud diperkaya hingga 60 persen — di atas level untuk penggunaan sipil tetapi masih di bawah level senjata.
Material itu, jika dimurnikan lebih lanjut, secara teoritis akan cukup untuk memproduksi lebih dari sembilan bom nuklir.
Grossi mengakui kepada CBS: "Kami tidak tahu di mana material ini berada."
"Jadi sebagian bisa saja hancur sebagai bagian dari serangan, tetapi sebagian bisa saja dipindahkan. Jadi harus ada klarifikasi pada suatu titik," katanya.
Untuk saat ini, anggota parlemen Iran memilih untuk menangguhkan kerja sama dengan IAEA.
Teheran juga menolak permintaan Grossi untuk mengunjungi lokasi yang rusak, terutama Fordo, fasilitas pengayaan uranium utama.
"Kami perlu berada dalam posisi untuk memastikan, mengonfirmasi apa yang ada di sana, dan di mana itu dan apa yang terjadi," kata Grossi.
Baca juga: Iran Nyalakan Sinyal Perang Lagi, Militer Israel Malah Boncos: Kekurangan Duit Beli Rudal Pencegat

Konflik Israel-Iran
Israel meluncurkan kampanye pengeboman di fasilitas nuklir dan militer Iran pada 13 Juni 2025.
Amerika Serikat bergabung dengan Israel dalam kampanyenya selama perang, melakukan serangan terhadap tiga fasilitas utama yang digunakan untuk program atom Iran.
Trump telah mengancam serangan lebih lanjut jika Iran memperkaya uranium ke tingkat yang mampu memproduksi senjata nuklir.
Menurut Badan Tenaga Atom Internasional, Iran telah memperkaya uranium hingga 60 persen pada tahun 2021, jauh di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan oleh perjanjian tahun 2015 yang ditarik secara sepihak oleh Amerika Serikat pada tahun 2018.
Untuk membuat senjata, Iran perlu memperkaya uranium hingga 90 persen.
Israel telah mempertahankan ambiguitas tentang persenjataan atomnya sendiri, tidak secara resmi mengonfirmasi atau menyangkal keberadaannya, tetapi Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm memperkirakan memiliki 90 hulu ledak nuklir.
Menurut kementerian kesehatan Iran, sebanyak 627 warga sipil tewas dan 4.900 terluka selama perang 12 hari dengan Israel.
Serangan rudal balasan oleh Iran terhadap Israel menewaskan 28 orang, menurut otoritas Israel.
Selama perang, Iran menangkap puluhan orang yang dituduh memata-matai Israel, dan mengatakan bahwa Iran menyita peralatan termasuk pesawat nirawak dan senjata.
Parlemen Iran pada hari Minggu memberikan suara untuk melarang penggunaan peralatan komunikasi yang tidak sah, termasuk layanan internet satelit Starlink milik miliarder teknologi Elon Musk, menurut kantor berita resmi IRNA.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.