Konflik Iran Vs Israel
Israel Gertak Iran, Ancam Bakal Hajar Teheran Tanpa Ampun jika Usik Keamanan Tel Aviv
Menhan Israel, Israel Katz, mengancam bakal meluncurkan serangan balasan yang jauh lebih besar jika negaranya terancam oleh pengayaan nuklir Iran
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengeluarkan peringatan keras bahwa negaranya siap meluncurkan serangan balasan yang jauh lebih besar jika merasa terancam oleh Iran atau sekutunya
"Jika Iran mencoba membalas atau mengancam keamanan Israel, maka kami tidak akan ragu untuk merespons dengan kekuatan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya," ujar Katz, dilansir dari Reuters
Israel belum secara resmi mengumumkan jenis serangan spesifik yang akan dilakukan ke Iran jika merasa terancam.
Namun berdasarkan pernyataan Israel Katz, serangan ulang terhadap Iran akan dilakukan dengan “kekuatan yang lebih besar” dibandingkan sebelumnya jika Tel Aviv merasa terancam
Pernyataan itu muncul tak lama setelah gencatan senjata yang ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang diumumkan pada 23 Juni 2025.
Gencatan senjata tersebut mengakhiri perang udara selama 12 hari antara Israel dan Iran, yang sempat memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik regional di Timur Tengah.
Selama konflik tersebut, Israel menargetkan sejumlah situs nuklir di Iran, mengklaim bahwa fasilitas tersebut terkait dengan pengembangan senjata nuklir klaim yang dibantah oleh Teheran.
Amerika Serikat bahkan turut ambil bagian dalam operasi militer tersebut, dengan melancarkan serangan udara ke beberapa lokasi strategis milik Iran.
Meskipun gencatan senjata sementara berhasil dicapai, retorika dari para pejabat tinggi Israel seperti Katz menunjukkan bahwa perdamaian jangka panjang antara kedua negara masih jauh dari kenyataan.
Iran Balas Ancaman
Sementara itu, dari pihak Teheran, tanggapan keras disampaikan oleh Panglima Militer Iran, Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi.
Baca juga: Israel Dalam Bahaya, Iran Tunjukkan Minat Serius Rafale Killer Jet J-10C yang Siap Dilepas China
Dalam upacara peringatan seorang komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) yang tewas dalam serangan Israel, Mousavi menyatakan bahwa Iran siap melumpuhkan Israel jika konflik berlanjut.
“Mereka berpikir bisa menghancurkan sistem pertahanan kami dalam 48 jam dan mencabik-cabik Iran. Mereka keliru besar,” kata Mousavi dalam pidatonya.
Mousavi menuding bahwa pertempuran 12 hari lalu hanyalah bagian dari kampanye lebih besar yang telah berlangsung selama 15 tahun oleh Israel dan Amerika Serikat untuk menggoyahkan stabilitas Iran.
Ia mengklaim bahwa Iran telah mempersiapkan rencana serangan balasan yang mematikan, namun ditangguhkan karena gencatan senjata yang diumumkan Presiden Donald Trump pada 23 Juni.
“Jika mereka berani menyerang lagi, rencana kami akan dilaksanakan. Bahkan Amerika Serikat mungkin tidak bisa menyelamatkan Netanyahu,” ancam Mousavi.
Situasi Masih Genting
Sebagai informasi, salah satu isu paling krusial dalam negosiasi antara Iran dan Amerika Serikat adalah persediaan uranium yang diperkaya tinggi milik Iran, yang menurut beberapa laporan intelijen Barat, cukup untuk memproduksi beberapa senjata nuklir dalam hitungan minggu.
Meski Iran terus menyatakan bahwa program nuklirnya bersifat damai dan bertujuan sipil, kekhawatiran terus membesar di kalangan negara-negara Barat, terutama setelah serangan udara gabungan Israel-AS menghantam sejumlah fasilitas nuklir Iran bulan lalu.
Alasan itu yang mendorong Israel dan Iran terlibat konflik panas hingga aksi saling lempar rudal.
Kendati keduanya telah menyepakati gencatan senjata yang ditengahi AS, namun hingga kini, situasi di kawasan masih tergolong genting.
Pengamat militer memperingatkan bahwa jika provokasi berlanjut, konflik ini bisa memicu eskalasi regional yang melibatkan berbagai kelompok bersenjata pro-Iran di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.
Profesor Ilmu Politik dari Universitas Teheran, Naser Hadian, memperingatkan bahwa situasi pasca gencatan senjata bisa bergerak ke dua arah ekstrem: diplomasi atau pecahnya perang jilid dua.
Dalam diskusi publik yang digelar di Teheran, Hadian menjelaskan bahwa kemungkinan pertama adalah semua pihak, termasuk Iran, Israel, dan Amerika Serikat, menyadari kelelahan akibat konflik dan siap menempuh jalur diplomatik untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
“Situasi ini bisa menjadi momen kunci untuk mendorong kesepakatan non-agresi, bahkan pakta regional yang menjamin stabilitas keamanan di Timur Tengah,” ujar Hadian.
Namun ia juga mewanti-wanti adanya kemungkinan kedua yang lebih mengkhawatirkan: perang baru.
“Jika kita menerima hipotesis kedua, maka perang tinggal menunggu waktu. Kedua pihak merasa masih memiliki pekerjaan yang belum selesai,” katanya, merujuk pada pernyataan keras dari para pejabat Israel dan Iran yang masih saling mengancam.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.