Top Rank
10 Negara dengan Mata Uang Terlemah Tahun 2025, Indonesia Urutan ke Berapa?
10 negara di dunia dengan nilai mata uang terendah secara nominal, Indonesia menempati urutan ke enam dengan kurs mencapai Rp 16.329 per USD
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM – Mata uang adalah alat pembayaran resmi yang digunakan oleh suatu negara untuk melakukan transaksi ekonomi, seperti membeli barang, membayar jasa, menabung, berinvestasi, hingga membayar utang.
Setiap negara biasanya memiliki mata uangnya sendiri, seperti Rupiah (IDR) di Indonesia, Dolar (USD) di Amerika Serikat, atau Yen (JPY) di Jepang.
Negara dengan ekonomi yang kuat dan stabil seperti AS atau Swiss biasanya punya mata uang bernilai tinggi karena banyak negara lain menyimpannya sebagai cadangan (reserve currency).
Sementara negara yang sering mengalami inflasi tinggi atau kenaikan harga-harga secara tiba-tiba, biasanya memiliki nilai mata uang rendah terhadap negara lain.
Selain inflasi, melemahnya nilai tukar juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari hiperinflasi, krisis politik, konflik bersenjata, hingga kebijakan moneter yang tidak efektif.
Meski begitu, tingginya kurs nominal tidak selalu mencerminkan lemahnya kondisi ekonomi, seperti yang terjadi pada Indonesia, yang justru masih tergolong stabil secara fundamental.
Adapun mengutip dari EBC Financial Group, Indonesia saat ini menempati urutan ke enam dengan nilai mata uang terendah di dunia, dimana per Juli 2025 kurs mencapai Rp 16.329 per USD.
10 Mata Uang Paling Lemah di Dunia 2025
Berikut 10 mata uang terlemah di dunia yang dikutip dari berbagai sumber, berdasarkan jumlah unit jika ditukar dengan satu dollar Amerika Serikat.
1. Lebanon Pound (LBP) – Lebanon
Baca juga: 10 Negara dengan Masjid Terbanyak di Dunia, Indonesia Tempati Posisi Pertama
Nilai tukar 1 USD = 90.876 LBP
Nilai tukar LBP anjlok drastis dalam dua tahun terakhir, menjadikannya mata uang terlemah di dunia.
Hal ini terjadi lantaran Lebanon masih terpuruk dalam krisis ekonomi berkepanjangan, diperparah dengan konflik politik internal dan kegagalan reformasi fiskal.
Imbasnya banyak bank di Lebanon tidak mampu mengembalikan simpanan nasabah, terutama dalam mata uang asing, menimbulkan krisis kepercayaan dan mempercepat laju konversi ke dolar oleh masyarakat, sehingga meningkatkan tekanan terhadap pound.
Organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia terus mendesak pemerintah Lebanon untuk melakukan reformasi struktural guna memulihkan ekonomi.
Namun tanpa kesepakatan politik dan transparansi, langkah penyelamatan ekonomi sulit dijalankan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.