Konflik Palestina Vs Israel
Hamas Tak Terima Disebut Egois setelah AS-Israel Tarik Tim dari Doha
Hamas tak terima disebut egois dalam negosiasi perjanjian gencatan senjata setelah AS menarik timnya dari perundingan di Doha, Qatar.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) terkejut atas pernyataan utusan Amerika Serikat (AS) Steven Witkoff mengenai tanggapannya baru-baru ini terhadap usulan mediator untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.
Steven Witkoff menuduh Hamas egois dan tidak memiliki itikad baik dalam perundingan gencatan senjata.
"Kami telah menangani berbagai isu dengan tanggung jawab nasional dan fleksibilitas tinggi sejak awal proses negosiasi, dan sangat ingin mencapai kesepakatan yang menghentikan agresi dan mengakhiri penderitaan rakyat kami di Jalur Gaza," kata Hamas dalam pernyataannya untuk menanggapi Steve Witkoff, Jumat (25/7/2025).
"Kami menyampaikan tanggapan akhirnya setelah konsultasi ekstensif dengan faksi-faksi Palestina, mediator, dan negara-negara sahabat, dan menanggapi secara positif semua komentar yang diterimanya, yang mencerminkan komitmen tulus untuk memastikan keberhasilan upaya para mediator dan keterlibatan konstruktif dengan semua inisiatif yang diajukan," lanjutnya.
Hamas terkejut dengan pernyataan negatif Steve Witkoff, sementara para mediator menyambut dan puas terhadap sikap Hamas yang membuka pintu bagi tercapainya kesepakatan komprehensif.
Hamas menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan negosiasi dan terlibat di dalamnya dengan cara yang berkontribusi dalam mengatasi hambatan dan mencapai kesepakatan gencatan senjata permanen.
Steve Witkoff Sebut Hamas Egois
Steve Witkoff menuduh Hamas tidak menunjukkan itikad baik dan bertindak egois meskipun ada upaya signifikan dari para mediator.
Ia mengumumkan AS telah memutuskan untuk menarik timnya dari Doha untuk konsultasi dan akan mempelajari opsi alternatif untuk memulangkan tawanan Israel.
"Kami telah memutuskan untuk memulangkan tim kami dari Doha untuk konsultasi setelah tanggapan terbaru dari Hamas, yang jelas menunjukkan kurangnya keinginan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza," kata Steve Witkoff dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (24/7/2025).
Baca juga: Palestina-Yordania Kecam Knesset Israel yang Dukung RUU Aneksasi Tepi Barat
"Meskipun para mediator telah berupaya keras, Hamas tampaknya tidak terkoordinasi atau bertindak dengan itikad baik. Kami sekarang akan mempertimbangkan opsi alternatif untuk memulangkan para sandera dan mencoba menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi rakyat Gaza," lanjutnya, lapor Al Jazeera.
Steve Witkoff telah tiba di Italia untuk membahas negosiasi gencatan senjata di Jalur Gaza, dan laporan pers AS dan Israel mengindikasikan ia akan mengadakan pertemuan di sana dengan pejabat tinggi dari Timur Tengah.
Pada saat yang sama, Israel mengumumkan penarikan tim negosiasinya dari Doha untuk konsultasi lebih lanjut.
Komentar Steve Witkoff muncul setelah media Israel melaporkan bahwa Hamas menuntut pembebasan 200 warga Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup karena dituduh membunuh warga Israel dan 2.000 warga Palestina tambahan yang ditahan di Jalur Gaza setelah 7 Oktober 2023.
Tuntutan tersebut secara signifikan melampaui kerangka kerja yang didukung mediator sebelumnya yang dilaporkan diterima oleh Israel, yang mencakup pembebasan 125 tahanan seumur hidup dan 1.200 tahanan lainnya, lapor Fox News.
Sejak 6 Juli 2025, putaran terakhir negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel telah berlangsung di Doha, dimediasi oleh Qatar dan Mesir dan didukung oleh Amerika Serikat.
Pembicaraan tersebut membahas pertukaran tawanan dan gencatan senjata selama 60 hari, di mana negosiasi akan diadakan untuk mengakhiri perang sepenuhnya.
Ada kesenjangan antara Hamas dan Israel mengenai sejauh mana penarikan militer Israel dari Gaza dan jumlah serta jenis tahanan Palestina yang akan dibebaskan, lapor Asharq Aawsat.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menyerang perbatasan Israel dan Jalur Gaza.
Hamas menegaskan operasi tersebut merupakan upaya melawan pendudukan Israel selama beberapa dekade.
Selain itu, Hamas menangkap 250 orang selama operasi tersebut.
Israel kemudian meluncurkan serangan mematikan di Jalur Gaza dan mengoordinasi pengepungan ketat.
Hamas dan Israel berulang kali melakukan negosiasi tidak langsung yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir sejak pertempuran dimulai pada Oktober 2023.
Selama periode ini, dua kesepakatan parsial dicapai, yang pertama yaitu pertukaran tahanan pada November 2023.
Kesepakatan kedua dicapai melalui perjanjian gencatan senjata tahap pertama yang dimulai pada 19 Januari 2025 yang berlangsung selama enam minggu.
Namun kedua pihak gagal melanjutkan ke tahap kedua setelah tahap pertama berakhir.
Pada 18 Maret 2025, Israel kembali meningkatkan serangan ke Jalur Gaza dan memutus rantai penyaluran bantuan dari penyeberangan Rafah.
Pembicaraan baru-baru ini merupakan kelanjutan dari upaya Presiden AS Donald Trump yang mendesak sekutunya, Israel, dan Hamas untuk mengakhiri pertempuran di Jalur Gaza.
Selengkapnya, berikut ini rincian pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan Israel setelah peristiwa 7 Oktober 2023:
- November 2023
Jumlah: ± 5 orang
Nama sandera Israel: Maya Regev, Itay Regev, Roni Krivoi, Moran Yanai, Mia Schem
Jumlah sandera Palestina: 240 orang - 19 Januari 2025
Jumlah: 3 orang
Nama sandera: Romi Gonen, Emily Damari, Doron Steinbrecher - 25 Januari 2025
Jumlah: 4 orang
Nama sandera Israel: Liri Albag, Karina Ariev, Danielle Gilboa, Naama Levy - 30 Januari 2025
Jumlah: 3 orang (plus 5 warga Thailand)
Nama sandera: Agam Berger, Arbel Yehud, Gadi Moshe Moses - 1 Februari 2025
Jumlah: 3 orang
Nama sandera Israel: Keith Siegel, Ofer Calderon, Yarden Bibas - 8–22 Februari 2025
Jumlah: 6 orang
Nama sandera Israel: Or Levy, Ohad Ben‑Ami, Eli Sharabi, Tal Shoham, Avera Mengistu, Hisham al‑Sayed - 15 Februari 2025
Jumlah: 3 orang
Nama sandera Israel: Sagui Dekel‑Chen, Yair Horn, Sasha Troufanov.
Sementara Israel membebaskan lebih dari 1.900 warga Palestina selama gencatan senjata tahap pertama pada bulan Januari-Februari tahun ini.
Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza, menewaskan 59.586 warga Palestina dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menurut laporan Kementerian Kesehatan pada hari Kamis (24/7/2025).
Selain itu, 89 jenazah dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir, sementara 453 orang terluka, sehingga jumlah korban luka menjadi 14.498 dalam serangan Israel, lapor Anadolu Agency.
Hamas
Harakat al-Muqawama al-Islamiya atau Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) adalah kelompok bersenjata Palestina yang dibentuk pada tahun 1987 di Jalur Gaza.
Hamas didirikan oleh seorang imam, Sheikh Ahmed Yasin dan ajudannya Abdul Aziz al-Rantisi.
Gerakan ini awalnya dibentuk dari cabang organisasi Islam, Ikhwanul Muslimin, di Mesir.
Kelompok ini dibentuk setelah dimulainya intifada pertama yaitu pemberontakan melawan pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
Hamas kemudian menciptakan sayap militer bernama Brigade Al-Qassam, untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel.
Mereka terjun ke dunia politik dan berkuasa di Gaza sejak tahun 2007 setelah perang singkat melawan pasukan Fatah yang setia kepada Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas, dikutip dari Al Jazeera.
Fatah adalah salah satu faksi di Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dibentuk oleh Liga Arab pada tahun 1946 untuk mewakili Palestina di kancah internasional.
Fatah dikepalai oleh Yasser Arafat, yang menjadi presiden Palestina pertama dan pemimpin PLO pada tahun 1960-2004.
Selama kepemimpinan Yasser Arafat, PLO berupaya mengakui Israel dan ingin mewujudkan perdamaian melalui Perjanjian Oslo I pada tahun 1993 dan Perjanjian Oslo II tahun 1995.
Yasser Arafat dari PLO dan Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin menandatangani Perjanjian Oslo II pada 4 November 1995 di AS.
Namun, perjanjian tersebut kian tenggelam setelah pembunuhan Yasser Arafat dan Yitzhak Rabin.
Dampak dari perjanjian yang tidak rampung tersebut telah memperpanjang pendudukan Israel di Tepi Barat, mengontrol sebagian besar wilayah Palestina di sana serta melakukan pengepungan terhadap Jalur Gaza.
Berbeda dengan PLO, Hamas tidak mengakui kenegaraan Israel tetapi menerima negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 sebelum perang Arab melawan Israel.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.