Konflik Palestina Vs Israel
Netanyahu Ngotot Kuasai Gaza, Ancam Pecat Pejabat Israel yang Menentang
Netanyahu, bersiap menduduki secara penuh Jalur Gaza, Palestina mengancam akan memecat pejabat senior yang tidak mendukung pendudukan penuh di Gaza
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tengah mempersiapkan langkah besar dengan menduduki secara penuh Jalur Gaza, Palestina, seiring meningkatnya konflik berkepanjangan dengan kelompok Hamas.
Menurut laporan media Israel The Jerusalem Post, keputusan Netanyahu untuk mencaplok Gaza sudah “final” setelah mendapat restu sebagian besar pejabat keamanan Israel.
Bahkan, demi mengambil alih kontrol penuh atas wilayah Gaza, Israel turut menggelar operasi militer besar-besaran, menandai titik balik tajam dalam strategi militer Israel, yang selama ini telah menggempur Gaza secara intensif sejak Oktober 2023.
Dalam keterangan resminya Netanyahu menjelaskan bahwa ambisi untuk mengambil alih Gaza bertujuan untuk menghancurkan kekuatan Hamas.
Pimpinan Yahudi itu meyakini bahwa Hamas tidak akan berhenti menyerang Israel jika tidak dilumpuhkan sepenuhnya. Oleh karena itu, pendudukan penuh dianggap sebagai satu-satunya cara untuk memastikan bahwa Jalur Gaza tidak lagi menjadi basis kekuatan bersenjata yang mengancam keamanan nasional Israel.
Selain itu, upaya ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pembebasan sandera, setelah beberapa bulan terakhir mengalami hambatan akibat buntunya negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
"Kita harus terus bersatu dan berjuang untuk mencapai semua tujuan perang: mengalahkan musuh, membebaskan sandera kita, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel," dan Netanyahu.
Sikap ini menandakan bahwa operasi militer akan terus berlanjut hingga hasil yang diinginkan tercapai meskipun harga yang harus dibayar sangat tinggi, baik dari sisi korban jiwa maupun kritik internasional.
Ancam Pecat Pejabat yang Menolak Pendudukan Gaza
Netanyahu tak merinci kapan rencana pendudukan Gaza akan direalisasikan, tetapi dia telah memberi sinyal keras kepada jajaran kabinet dan pejabat senior.
Baca juga: Armada Kapal Sipil Besar akan Berlayar Menuju Gaza Akhir Agustus untuk Mematahkan Pengepungan Israel
Jika ada yang tidak mendukung pendudukan penuh Gaza, mereka diminta mundur atau akan diberhentikan.
Ancaman pemecatan juga digunakan untuk mengeliminasi suara-suara yang mengusulkan gencatan senjata atau solusi diplomatik, terutama yang dinilai bisa melemahkan posisi tawar Israel terhadap Hamas.
"Keputusan sudah bulat, kami akan melakukan penaklukan penuh. Jika Kepala Staf tak setuju, dia harus mundur," kata pejabat yang mengetahui masalah tersebut, dikutip CNN International.
Hal ini menunjukkan bahwa sang perdana menteri tidak bersedia menerima perbedaan pendapat dalam menyusun strategi militer skala penuh terhadap Gaza.
Pejabat Israel Bereaksi
Setelah Netanyahu secara terang-terangan mengancam akan memecat pejabat yang menolak rencananya untuk menduduki Jalur Gaza secara penuh, ketegangan internal kembali mencuat di tubuh pemerintahan Israel.
Meski belum ada pejabat tinggi yang secara terbuka menolak rencana Netanyahu, sikap diam dan pernyataan samar mulai terlihat sebagai bentuk perlawanan lunak.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang sebelumnya sempat berselisih dengan Netanyahu dalam isu militer, disebut “menjaga jarak” dan meminta peninjauan ulang terhadap eskalasi militer di Gaza.
Sementara itu, Menteri Kabinet Benny Gantz belum memberikan tanggapan resmi, namun sumber di lingkungan partainya menyebutkan bahwa ia “khawatir Netanyahu hanya mementingkan citra politik pribadi ketimbang keselamatan nasional.”
Hal serupa juga dilontarkan sejumlah pejabat senior dan anggota kabinet perang yang mulai mempertanyakan arah kebijakan Netanyahu yang dinilai berisiko memperdalam konflik, memicu tekanan internasional, serta mengancam keselamatan para tawanan Israel yang masih ditahan Hamas.
“Kita tidak bisa mengabaikan realitas politik dan tekanan internasional. Menyerbu Gaza sepenuhnya bukan solusi jangka panjang. Ini bisa membuat kita kehilangan dukungan global dan memperumit upaya penyelamatan sandera,” ujar seorang pejabat tinggi dalam kabinet perang kepada Haaretz.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.