Selasa, 19 Agustus 2025

Mahkamah Agung di Australia Tegur Pengacara yang Pakai AI untuk Nota Pembelaan: Banyak Fiktifnya

Adapun dokumen-dokumen yang dibuat dengan menggunakan AI tersebut terkait dengan pembelaan dalam sebuah kasus pembunuhan

Penulis: Bobby W
Editor: Sri Juliati
Ilustrasi AI Grok
ILUSTRASI SIDANG AI - Ilustrasi penggunaan AI pada sebuah sidang yang dibuat menggunakan layanan kecerdasan buatan Grol pada Senin (18/8/2025). Kontroversi terkait penggunaan AI ini kembali hadir dalam sebuah nota pembelaan yang diajukan oleh seorang pengacara bernama Rishi Nathwani dalam persidangan yang berlangsung di Melbourne, Victoria, Australia pada Kamis (14/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Kontroversi terkait penggunaan AI ini kembali hadir dalam sebuah nota pembelaan yang diajukan oleh seorang pengacara bernama Rishi Nathwani dalam persidangan yang berlangsung di Melbourne, Victoria, Australia pada Kamis (14/8/2025).

Bak pisau bermata dua, perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) belakangan ini terus menjadi kontroversi dalam berbagai bidang termasuk masalah hukum.

Dalam sidang di Australia ini, Rishi ketahuan menggunakan AI dalam pembuatan nota pembelaan pada kasus seorang remaja yang didakwa melakukan pembunuhan.

Adapun remaja tersebut terseret dalam kasus pembunuhan seorang perempuan berusia 41 tahun di Abbotsford, British Columbia, Kanada pada April 2023.

Mirisnya lagi, Rishi Nathwani merupakan seorang pengacara senior dengan gelar hukum bergengsi King’s Counsel (KC).

KC adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada pengacara senior di negara-negara persemakmuran, seperti Inggris, Australia, dan Kanada.

Gelar KC dianugerahkan oleh monarki (raja atau ratu) atau wakilnya, seperti Gubernur Jenderal sebagai pengakuan bahwa penerimanya memiliki keahlian luar biasa dalam bidang hukum.

Adapun dokumen-dokumen yang dibuat dengan menggunakan AI tersebut terkait dengan pembelaan dalam sebuah kasus pembunuhan yang melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun sebagai pelakunya.

Meski demikian, pelaku pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah karena terbukti mengalami gangguan mental dalam kasus pembunuhan.

Jaksa penuntut, tim pembela, dan dua psikiater lainnya juga pada akhirnya sepakat bahwa remaja tersebut mengalami gangguan mental saat melakukan pembunuhan karena menderita delusi skizofrenia.

Meski kliennya menang, Rishi tetap kena teguran dari hakim yang mengaku heran kenapa sang pengacara bisa membuat nota pembelaan menggunakan AI tanpa melakukan pemeriksaan fakta di dalamnya.

Baca juga: Teknologi AI dan Platform No-code Dapat Diintegrasikan untuk Tingkatkan Efisiensi Bisnis

"Tidak dapat diterima jika kecerdasan buatan digunakan... kecuali produk dari penggunaan tersebut diverifikasi secara independen dan menyeluruh," kata Hakim James Elliott dari Mahkamah Agung Victoria yang bermarkas di Melbourne.

Hakim Elliott juga menuding Rishi Nathwani KC dan junior-nya Amelia Beech telah berbuat lalai dengan tidak memeriksa secara benar dokumen yang mereka ajukan ke pengadilan, demikian keterangan di pengadilan.

Hal ini termasuk referensi kutipan kasus yang tidak ada dan kutipan tidak akurat dari pidato parlemen.

Hakim Elliott juga menyatakan bahwa dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh pengacara atau kuasa hukum saat diajukan.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan