Minggu, 24 Agustus 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Zelensky Angkat Bicara soal Pertemuan dengan Putin, Bagaimana jika Rusia Menolak?

Presiden Ukraina Zelensky angkat bicara mengenai rencana pertemuannya dengan Presiden Rusia Putin. Ia ingin AS bertindak jika Rusia menolaknya.

Editor: Sri Juliati
Kantor Presiden Ukraina
ZELENSKY KUNJUNGI AS - Foto diambil dari Kantor Presiden Ukraina, Selasa (19/8/2025) memperlihatkan Presiden Ukraina Zelensky (kiri) duduk bersama Presiden AS Donald Trump (kanan) di Ruang Oval saat Zelensky berkunjung ke Washington, AS, untuk membicarakan masalah perang Rusia-Ukraina, pada hari Senin (18/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky angkat bicara mengenai rencana pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Ia ingin agar Amerika Serikat (AS) bereaksi jika Rusia jika setuju mengenai pertemuan tersebut.

"Saya langsung bereaksi terhadap pertemuan bilateral. Kami siap. Bagaimana jika Rusia tidak siap? Eropa telah mengangkat isu ini. Jika Rusia tidak siap, kami ingin melihat reaksi keras dari Amerika Serikat," kata Zelensky dalam wawancara pada Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, Rusia benar-benar takut dengan sanksi yang sebelumnya dijanjikan oleh Presiden AS, Donald Trump dan negara-negara Eropa.

"Kita semua memahami bahwa sanksi sekunder merupakan kekuatan yang mematikan bagi Rusia. Dan kita memahami bahwa kita membutuhkannya," kata Zelensky.

Ia mendukung AS yang mengancam akan memberikan sanksi ekonomi jika Putin menghalangi upaya untuk mengakhiri perang.

"Kita memahami bahwa tarif baru yang mungkin diberlakukan Presiden Trump terhadap negara-negara tertentu yang memiliki hubungan ekspor-impor dengan Rusia juga akan berdampak pada perekonomian Rusia," katanya.

"Sinyal saya kepada Presiden Trump sangat langsung. Kami siap untuk konfigurasi pertemuan bilateral dan trilateral, dan jika Rusia tidak siap untuk ini, kami meminta penerapan tarif. Kami meminta sanksi tambahan, langkah-langkah tarif dari AS, karena ini akan benar-benar berhasil," ujar Zelensky.

Ia menekankan bahwa Ukraina menginginkan diakhirinya perang dan dengan jelas menunjukkan hal ini, khususnya, melalui kesiapannya untuk konfigurasi pertemuan apa pun antara para pemimpin.

“Jadi, sekarang harus ada langkah dari pihak Rusia,” kata Presiden Ukraina, lapor Ukrinform.

Zelensky dan para pemimpin Eropa melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk bertemu Presiden AS Donald Trump pada hari Senin (18/8/2025).

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1.275, Analis: Putin Hanya Mau Temui Zelensky Jika Ukraina Menyerah

Dalam pertemuan itu, mereka membahas rencana perdamaian antara Rusia dan Ukraina, termasuk rencana Trump untuk mempertemukan Zelensky dan Putin secara langsung.

Namun, Rusia belum mengonfirmasi rencana pertemuan tersebut.

Pertemuan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Putin bertemu dengan Trump di Alaska pada hari Jumat, 15 Agustus 2025, sebuah pertemuan yang hasilnya masih menjadi misteri.

Rusia Mencari Narasi Kemenangan

Zelensky juga mengatakan Rusia mencari narasi kemenangan untuk dapat mengakhiri invasinya.

Menurutnya, situasi di medan perang memang berpihak pada Rusia, tapi kondisi Rusia juga sangat terpukul karena sanksi ekonomi.

Karena kemerosotan ekonomi itu, menurut Zelensky, Rusia berupaya mencari alasan "kemenangan" untuk mengakhiri perang.

"Situasi di medan perang tidak seburuk yang digambarkan Rusia. Situasinya sulit dan rumit. Dia (Putin) memiliki lebih banyak pasukan – itu fakta. Lebih banyak senjata – itu fakta. Namun, ekonominya sedang terpuruk – itu juga fakta," kata Zelensky. 

"Kemunduran ekonomi mereka akan terus berlanjut. Ia memahami hal ini. Saya pikir dalam setahun ia akan menghadapi masalah serius, dan dalam dua tahun lagi masalah yang jauh lebih besar," lanjutnya.

Zelensky mengatakan Rusia mungkin sedang mencari cara untuk mengakhiri perang dengan mengklaim kemenangan.

"Itulah sebabnya, saya yakin, mereka sedang memikirkan cara untuk mengakhiri perang, tetapi dengan cara yang dapat mereka tampilkan sebagai semacam 'kemenangan' bagi diri mereka sendiri," katanya.

Presiden Ukraina menjelaskan bahwa Rusia telah merancang gagasan "kemenangan" sebagai penarikan Ukraina dari Donbas.

"Saya pikir itulah yang mereka ciptakan sebagai kemenangan mereka – sesuatu yang ingin mereka jual kepada rakyat mereka sendiri," jelas Presiden Ukraina.

Pertemuan Harus Diadakan di Negara Eropa yang Netral

Zelensky menyarankan bahwa pertemuannya dengan Putin diadakan di negara Eropa yang netral, misalnya Turki.

"Tempat pertemuan. Kami yakin ini adil, dan pihak Eropa juga telah menekankan hal ini, bahwa pertemuan harus diadakan di Eropa yang netral. Karena perang terjadi di Ukraina dan di benua Eropa. Saya katakan kami setuju. Swiss, Austria – kami setuju," kata Zelensky.

Ia menegaskan Ukraina tidak menentang penyelenggaraan pertemuan di Turki karena negara itu adalah anggota NATO dan bagian dari Eropa.

"Pertemuan tanpa syarat khusus juga merupakan langkah proaktif dari pihak Ukraina," kata Zelensky, lapor Pravda.

Sementara itu, Zelensky menekankan tidak mungkin melakukan pertemuan di Moskow.

Berbicara tentang Budapest, ibu kota Hungaria, yang diusulkan menjadi tempat pertemuan itu, Zelensky mencatat bahwa hal itu tidak mudah karena Hongaria menentang dukungan terhadap Ukraina selama perang.

Secara tidak langsung ia berpendapat bahwa Hongaria berpihak kepada Rusia.

"Ini tidak mudah, karena semua negara Eropa bersatu mendukung Ukraina selama perang ini. Dan sejujurnya, Budapest tidak mendukung kami. Saya tidak mengatakan bahwa kebijakan Orbán menentang Ukraina, tetapi menentang dukungan terhadap Ukraina," kata Zelensky.

Setelah pertemuan Zelensky bersama para pemimpin Eropa dengan Trump di Gedung Putih pada hari Senin, para pemimpin negara Eropa yang mendukungnya kembali melakukan pertemuan untuk membahas jaminan keamanan untuk Ukraina.

Dalam pertemuan tersebut, 14 negara Eropa menyatakan kesanggupan mereka untuk terlibat langsung dalam bentuk jaminan keamanan militer, termasuk kemungkinan untuk mengirim pasukan.

Keputusan ini muncul sebagai bagian dari “coalition of the willing”—sebuah aliansi sukarela yang bersiap mengambil peran aktif bila terjadi kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia.

Sementara Rusia menolak kehadiran tentara dari negara anggota NATO untuk ditempatkan di Ukraina dan menegaskan bahwa pertemuan mengenai jaminan keamanan yang tidak melibatkan Rusia dianggap tidak sah.

Zelensky dan Putin Pernah Bertemu Tatap Muka

Sebelum invasi besar-besaran Rusia pada 2022, berbagai upaya diplomasi telah ditempuh untuk meredakan ketegangan, salah satunya melalui Normandy Format.

Forum ini melibatkan Ukraina, Rusia, Jerman, dan Prancis, dan lahir pada 2014 setelah aneksasi Krimea dan konflik di Donbas.

Nama “Normandy” diambil dari pertemuan perdana pada 6 Juni 2014 di Prancis, bertepatan dengan peringatan 70 tahun D-Day.

Normandy Format menjadi jalur utama untuk membahas Perjanjian Minsk, yaitu kesepakatan damai yang dimediasi OSCE.

Perjanjian Minsk I (2014) gagal menghentikan pertempuran, sehingga dilanjutkan dengan Minsk II (2015) yang berisi gencatan senjata, penarikan senjata berat, pemantauan OSCE, pemilu lokal di Donetsk-Luhansk, otonomi khusus bagi Donbas, serta penarikan pasukan Rusia. Namun, implementasinya sering dilanggar.

Pada 9 Desember 2019, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu di Paris bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan pertukaran tahanan, gencatan senjata, serta rencana pembahasan status politik Donetsk dan Luhansk.

Meski demikian, persoalan paling sensitif, yakni status Krimea, tetap buntu.

Zelensky menegaskan Krimea bagian dari Ukraina, sementara Putin menolak membicarakan pengembalian wilayah tersebut.

Sejak pertemuan Paris, tidak pernah ada lagi tatap muka antara Zelensky dan Putin.

Ketika Rusia melancarkan invasi penuh pada 24 Februari 2022, komunikasi kedua pemimpin hanya melalui perantara internasional, dan Normandy Format praktis berhenti berjalan.

Invasi itu sendiri menjadi puncak dari ketegangan panjang sejak bubarnya Uni Soviet 1991.

Putin menyatakan tujuannya adalah melucuti kekuatan militer Ukraina, “menyingkirkan neo-Nazi” yang ia tuduhkan ada di pemerintahan, melindungi etnis Rusia di Donbas, serta mencegah Ukraina bergabung dengan NATO atau menjadi basis militer Barat di perbatasan Rusia.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan