Minggu, 24 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Netanyahu Setujui Pendudukan Israel di Kota Gaza dan Gusur Warga Palestina

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza dan memaksa warga Palestina pindah dari Gaza utara ke selatan.

Facebook GPO
NETANYAHU BERPIDATO - Tangkapan layar video pidato Netanyahu diambil dari Facebook GPO, Jumat (22/8/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza.

Ia mengklaim rencana pendudukan Kota Gaza bertujuan untuk mengalahkan kelompok perlawanan Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

"Saya datang untuk menyetujui rencana militer untuk mengambil alih Kota Gaza untuk mengalahkan Hamas," kata Netanyahu dalam pernyataan yang dikeluarkan selama kunjungannya ke Divisi Gaza pada Kamis (21/8/2025).

Selain itu, ia menegaskan Israel akan segera memulai negosiasi untuk pembebasan semua sandera di Jalur Gaza.

"Pada saat yang sama, saya telah menginstruksikan untuk segera memulai negosiasi guna membebaskan semua sandera kami dan mengakhiri perang, dengan persyaratan yang dapat diterima oleh Israel," lanjutnya.

Ia menegaskan, dua isu tersebut, yaitu upaya mengalahkan Hamas dan pembebasan semua tawanan berjalan beriringan.

Netanyahu mengklaim Israel berada pada tahap yang menentukan dalam agresinya di Jalur Gaza.

"Kita berada pada tahap yang menentukan... dan saya sangat menghargai respons para prajurit cadangan dan, tentu saja, tentara reguler terhadap tujuan penting ini," kata Netanyahu, lapor Al Arabiya.

Israel Memaksa 1 Juta Warga Gaza Pindah dari Utara ke Selatan

Pada Kamis, militer Israel menyatakan mereka mulai melakukan panggilan peringatan awal kepada lembaga-lembaga medis dan organisasi-organisasi internasional di Gaza utara untuk mempersiapkan evakuasi seluruh satu juta warga Palestina dari Kota Gaza ke selatan.

Pemindahan satu juta warga Palestina merupakan bagian dari rencana untuk menduduki kembali Kota Gaza.

Baca juga: Warga Gaza Terus Dibombardir, Netanyahu Bicara Gencatan Senjata Sambil Rencanakan Serangan Baru

Perintah ini mencakup wilayah Jabalia dan sebagian besar distrik Kota Gaza

Namun, Israel tidak secara jelas mengatakan akan menyiapkan angkutan massal (misalnya bus atau truk) untuk warga sipil.

Israel juga mengklaim operasi militer akan diperluas ke pusat kota untuk menghancurkan kemampuan kelompok perlawanan Palestina.

Militer Israel menekankan kepada pejabat medis, penyesuaian sedang dilakukan pada infrastruktur rumah sakit di selatan Jalur Gaza untuk menerima yang sakit dan terluka, di samping peralatan medis yang diperlukan, lapor Al Jazeera.

Peralatan medis penting, obat-obatan, dan tim medis tambahan juga sedang ditempatkan untuk menghadapi kemungkinan lonjakan pasien.

Israel mengatakan sudah menyiapkan tenda dan peralatan darurat di selatan Gaza melalui koordinasi dengan PBB dan Mesir (via Kerem Shalom).

Dalam evakuasi sebelumnya pada 2023 hingga tahun ini, warga Gaza biasanya bergerak sendiri dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan pribadi/keledai, bukan difasilitasi kendaraan oleh Israel.

Kementerian Kesehatan Gaza menolak permintaan tersebut, menegaskan layanan kesehatan adalah hak warga negara yang dijamin oleh hukum internasional, dan menekankan pentingnya mempertahankan fasilitas medis di utara, lapor El Pais.

Beberapa organisasi kemanusiaan seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Palang Merah Internasional (ICRC), United Nations Relief and Works Agency (UNRWA), dan Doctors Without Borders (MSF) menekankan pentingnya jalur aman dan bantuan medis yang memadai.

Kekurangan pangan, listrik, dan bahan bakar semakin memperburuk situasi. Beberapa wilayah, seperti Zeitoun, telah mengalami perpindahan massal akibat kekerasan, dan protes sipil di Gaza menyerukan penghentian perang.

Israel menuding Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kehancuran dan krisis kelaparan di Jalur Gaza.

Menurut Israel, perang genosida yang kini terjadi dipicu oleh Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober 2023 di perbatasan selatan Israel.

Dalam serangan tersebut, kelompok perlawanan Palestina berhasil menangkap sekitar 250 orang, dan hingga kini pemerintah Israel mencatat masih ada 50 tawanan yang ditahan di Jalur Gaza, setelah sebelumnya kedua pihak melakukan beberapa kali pertukaran tahanan.

Segera setelah 7 Oktober 2023, Israel menutup total jalur masuk bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Beberapa minggu kemudian jalur bantuan dibuka kembali, namun jumlah yang diizinkan masuk sangat terbatas.

Kondisi memburuk pada 2 Maret 2025, ketika Israel kembali memblokir jalur bantuan.

Akibatnya, terjadi kelaparan parah di Gaza yang menelan lebih dari 101 korban jiwa akibat kelaparan hingga Juli 2025.

Setelah tekanan internasional meningkat, Israel pada akhir Juli 2025 akhirnya membuka kembali jalur masuk bantuan.

Namun, jumlah bantuan yang masuk tetap jauh dari kebutuhan penduduk Gaza.

Bantuan ini disalurkan melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah badan bentukan AS, Israel, dan negara-negara pendukungnya, yang mulai beroperasi sejak Mei 2025.

GHF memiliki beberapa titik distribusi bantuan, antara lain di Tal al-Sultan (Rafah, Gaza selatan), Saudi Neighborhood (Rafah selatan), Khan Younis (tengah-selatan Gaza), serta Wadi Gaza (barat Gaza tengah, dekat Kota Gaza).

Meski demikian, laporan menyebutkan Israel kerap menembaki warga Palestina yang berusaha mendapatkan bantuan dari GHF.

Setidaknya 62.192 warga Palestina telah tewas dan 157.114 terluka dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menurut data Kementerian Kesehatan pada hari Kamis, lapor Anadolu Agency.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan