Senin, 8 September 2025

Laporan PBB Sebut Anak-anak di Tibet Semakin Jarang Gunakan Bahasa Ibu

Kondisi ini dilaporkan para ahli dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Editor: Wahyu Aji
Hasil olah kecerdasan buatan (AI), Kamis (4/9/2025)
ILUSTRASI bendera Tibet - Anak-anak Tibet disebut semakin kehilangan kemampuan berbahasa asli Tibet, bahkan dalam berkomunikasi dengan orang tua dan kakek-nenek mereka. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak-anak Tibet disebut semakin kehilangan kemampuan berbahasa asli Tibet, bahkan dalam berkomunikasi dengan orang tua dan kakek-nenek mereka.

Kondisi ini dilaporkan para ahli dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah laporan yang terbit Juni 2025, seperti dikutip European Times, Kamis (4/9/2025).

Proses ini dianggap berkontribusi besar terhadap asimilasi budaya Han dan mengikis identitas Tibet.

 

BBC menyoroti kesaksian seorang sosiolog pendidikan Tibet yang mengamati perubahan pada dua cucu keponakannya setelah mereka masuk sekolah asrama pada usia empat dan enam tahun.

Dalam sebuah jamuan keluarga, ia menyadari keduanya merasa canggung berbicara dalam bahasa ibu mereka.

“Cara mereka duduk membuat saya merasa mereka tidak nyaman berbagi identitas yang sama dengan keluarga. Mereka seperti tamu,” ujarnya. Sosiolog itu kini tinggal di Kanada setelah meninggalkan Tiongkok.

Menurut laporan, sekitar satu juta anak Tibet dipisahkan dari keluarga dan diasramakan di sekolah-sekolah yang menanamkan pola hidup Han.

“Kami sangat prihatin bahwa sistem sekolah berasrama dalam beberapa tahun terakhir tampak berfungsi sebagai program wajib berskala besar yang bertujuan mengasimilasi orang Tibet ke dalam budaya mayoritas Han, bertentangan dengan standar hak asasi manusia internasional,” tulis pakar PBB dalam laporan Februari 2023.

Laporan HAM PBB

Pada Agustus 2025, bahasa Tibet dihapus dari ujian masuk perguruan tinggi di Dataran Tinggi Tibet.

Ketua Daerah Otonomi Tibet, Gama Cedain, mengumumkan bahwa mulai 2026, ujian hanya mencakup bahasa Mandarin, matematika, dan bahasa asing.

Bahasa Tibet hanya akan diujikan untuk siswa yang mengambil jurusan khusus, seperti sastra Tibet—jumlahnya sangat kecil.

Pemerintah Tibet di pengasingan, Dharamsala, India, menilai kebijakan ini bertujuan menekan penggunaan bahasa Tibet.

“Begitu bahasa Tibet tidak lagi digunakan dalam ujian masuk, maka ia tak lagi sah atau berguna untuk profesi dan pekerjaan,” kata Direktur Institut Kebijakan Tibet di Dharamsala, Dawa Tsering.

Ia menuduh pemerintah Tiongkok tengah menyiapkan langkah untuk “menghapus sepenuhnya” bahasa Tibet dari pendidikan, bisnis, perjalanan, dan administrasi.

Pernyataan itu sejalan dengan laporan Komisi Tinggi PBB untuk HAM, yang menilai sekolah asrama di Tibet memang dirancang untuk menjauhkan anak-anak dari bahasa dan budaya asli mereka.

“Konten pendidikan di sekolah asrama dibangun sepenuhnya di sekitar budaya mayoritas Han. Buku teks hampir seluruhnya mencerminkan pengalaman siswa Han, sementara anak-anak Tibet dipaksa menuntaskan kurikulum wajib dalam bahasa Mandarin tanpa akses pada pembelajaran tradisional,” sebut laporan tersebut.

Kondisi serupa terlihat di Prefektur Ngaba, di mana semua buku teks inti sekolah Tibet diganti dengan edisi Mandarin.

Guru diperintahkan mengajar seluruh mata pelajaran dengan bahasa Mandarin. Hanya pelajaran opsional bahasa Tibet yang masih menggunakan buku teks asli.

Jumlah sekolah asrama di Tibet terus meningkat pesat. Konsentrasinya bahkan jauh lebih tinggi dibanding wilayah lain di Tiongkok.

Bila secara nasional siswa berasrama sekitar 20 persen, di Tibet mayoritas anak-anak harus tinggal di asrama.

Sekolah pedesaan ditutup dan digantikan sekolah kabupaten atau kota, yang hampir seluruhnya menggunakan Mandarin dan berlokasi jauh dari rumah keluarga.

Kemampuan Berbahasa Tibet

Seorang remaja Tibet yang sempat bersekolah di asrama, lalu melarikan diri ke India, menceritakan pengalamannya kepada BBC:

“Aspek paling menantang adalah rasa rindu pada keluarga. Banyak anak lain yang ikut menangis. Yang lebih muda sering terbangun tengah malam, menangis, dan berlari ke gerbang sekolah.”

Dampak hilangnya kemampuan berbahasa Tibet juga terasa di bidang tradisional, seperti pengobatan Tibet.

Di Lhasa Tibetan Medical and Astrological College, instruksi medis terpaksa disampaikan dalam Mandarin karena mahasiswa tak lagi mampu memahami bahasa Tibet.

SUMBER

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan