Konflik Palestina Vs Israel
Diteriaki di Depan Rumahnya, Netanyahu Kabur, Keluarga Sandera Tuntut Jawaban
Puluhan anggota keluarga sandera melancarkan aksi protes di kawasan Jalan Azza di Yerusalem, tempat kediaman PM Netanyahu.
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Suasana berbeda menyelimuti kawasan Jalan Azza di Yerusalem, tempat kediaman resmi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Puluhan anggota keluarga sandera yang masih ditahan di Gaza, termasuk Einav Zangauker, Ofir Braslavski dan Anat Angrest datang utnuk menuntut jawaban.
Mereka memprotes dimulainya Operasi Gideon's Chariot II, serangan militer besar-besaran Israel di Kota Gaza yang memicu kekhawatiran baru bagi keselamatan para sandera.
Kemarahan para keluarga tak terbendung. Teriakan dan tangisan memenuhi udara malam Yerusalem.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Zangauker berteriak penuh emosi "Satu-satunya kepentingan saya adalah agar negara ini bangkit dan membawa kembali anak saya, beserta 47 sandera lainnya, baik pria maupun wanita, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dan agar semua tentara kita pulang".
Namun, tak lama setelah aksi itu dimulai, Netanyahu dilaporkan meninggalkan rumahnya, dikawal ketat oleh keamanan.
Forum Sandera dan Keluarga Hilang menulis, “Sementara sandera terjebak di bawah tanah Gaza, Netanyahu melarikan diri dari anggota keluarga mereka sekitar dua jam yang lalu, dikelilingi oleh penjaga keamanan", dikutip dari The Jerusalem Post.
Protes ini terjadi saat Israel meluncurkan Operasi Gideon's Chariot II.
Sebanyak 48 sandera Israel masih ditahan di Gaza, termasuk 20 yang masih hidup, sementara sisanya telah dikonfirmasi tewas atau belum diketahui nasibnya, dikutip dari The Times of Israel.
Mereka adalah bagian dari 251 orang yang dibawa pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Saham-saham Israel Anjlok Setelah Netanyahu Pidato tentang Super-Sparta
Pada Oktober 2023, Israel melancarkan agresi besar-besaran ke Jalur Gaza.
Sejak itu, wilayah Gaza porak-poranda dihujani bom dan artileri, menewaskan lebih dari 38.000 warga Palestina.
Mayoritas perempuan dan anak-anak, serta memaksa lebih dari 2 juta orang hidup dalam kondisi blokade total.
Keluarga Sandera Bangun Tenda di Depan Rumah Netanyahu
Sebagai bentuk protes, Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengumumkan "keadaan darurat nasional" dan mendirikan perkemahan tenda permanen di luar kediaman Netanyahu pada Senin (15/9/2025).
Aksi ini, yang telah mendapat izin dari kepolisian, akan terus digelar hingga pemerintah menunjukkan komitmen nyata untuk mengembalikan semua sandera dan menghentikan perang.
“Jalan Azza akan menjadi Jalan Sandera,” kata Michel Illouz, ayah dari Guy Illouz yang tewas saat ditawan.
“Kami akan bentengi jalan ini. Kami tidak akan pergi," katanya.
Einav Zangauker, ibu dari Matan Zangauker yang masih disandera, mengatakan bahwa mereka tidak akan tinggal diam lagi.
"Untuk setiap langkah sepihak yang tidak sejalan dengan tuntutan kami, kami akan bereaksi seperti yang kami lakukan tadi malam. Jika Matan tidak aman, para pengambil keputusan harus melindungi diri mereka sendiri dengan sangat ketat dari kami," tegasnya.
"Kami tidak akan memberi mereka kedamaian. Kami tidak akan membiarkan mereka mengadakan konferensi, merayakan Sabat, dan hari raya. Itu tidak akan terjadi. Kami sudah selesai bersikap sopan, kami sudah selesai memblokir jalan selama setengah jam, kami sudah selesai bersikap baik. Jika para pengambil keputusan mengumumkan bahwa mereka menghentikan perang di Gaza dan mengatakan mereka punya rencana nyata—barulah kami akan berhenti. Mulai sekarang, kami hanya akan semakin lantang," tambahnya.
Nada yang sama juga disuarakan Anat Angrest, ibu dari Matan Angrest, yang menyerukan seluruh warga Israel untuk bergabung dalam aksi.
"Kali ini, kami tidak akan pindah. Kami ingin tetap di sini setidaknya sampai malam Rosh Hashanah (Senin malam)," ujarnya.
"Kami katakan, Tidak lagi. Kami akan menghentikan siklus pertumpahan darah bagi para sandera dan tentara kami di Gaza," tambahnya.
Netanyahu Dinilai Jadi Hambatan Utama
Forum Sandera dan Keluarga Hilang dengan tegas menyebut Netanyahu sebagai “hambatan utama” dalam proses pembebasan para sandera.
Mereka menuduh sang perdana menteri secara aktif menghambat kesepakatan damai demi mempertahankan kekuasaan.
Serangan udara Israel ke ibu kota Qatar, yang menewaskan lima anggota Hamas dan satu pejabat keamanan Qatar, menjadi bukti terbaru, menurut mereka, bahwa Netanyahu sengaja menggagalkan mediasi internasional.
"Operasi yang ditargetkan di Qatar membuktikan tanpa keraguan bahwa ada satu hambatan untuk memulangkan 48 sandera dan mengakhiri perang: Perdana Menteri Netanyahu," tulis forum tersebut, dikutip dari BBC.
"Waktunya telah tiba untuk mengakhiri alasan-alasan yang dirancang untuk mengulur waktu sehingga ia dapat mempertahankan kekuasaan," tambahnya.
Sejak Oktober 2023, 105 sandera dibebaskan melalui gencatan senjata, 30 melalui negosiasi tambahan, dan 8 diselamatkan lewat operasi militer.
Namun, 51 jenazah juga telah ditemukan, termasuk 3 sandera yang ditembak mati secara oleh IDF sendiri saat mencoba melarikan diri.
Para keluarga menyuarakan keputusasaan dan rasa dikhianati.
Ruth Strom, ibu dari dua anak yang disandera, berkata: “Saya pikir pemerintah saya akan memahami bahwa kadang kita harus mengalah demi mengembalikan semua orang dengan selamat. Ternyata, mereka memilih perang tanpa ujung.”
Di sisi lain, agresi militer terbaru di Gaza telah menghancurkan kawasan sipil, apartemen, dan sekolah, meninggalkan ribuan warga Palestina tanpa tempat tinggal.
Militer Israel juga telah memperingatkan penduduk Gaza untuk segera mengungsi, menandai eskalasi menuju serangan darat besar-besaran.
Tentara Israel telah menewaskan hampir 65.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, di Gaza sejak Oktober 2023.
(Tribunnews.com/Farra)
Artikel Lain Terkait Benjamin Netanyahu dan Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.