Rabu, 12 November 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Daftar 156 Negara yang Akui Negara Palestina per September 2025

Inilah daftar 156 negara, ditambah Vatikan, yang mengakui negara Palestina, terbaru ada Prancis dan Inggris.

Pexels
NEGARA PALESTINA - Ilustrasi bendera Palestina yang diambil dari Pexels pada 11 April 2025. Inilah daftar 156 negara, ditambah Vatikan, yang mengakui negara Palestina, terbaru ada Prancis dan Inggris. 

TRIBUNNEWS.COM - Pada hari Senin, 22 September 2025, dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Prancis, Belgia, Luksemburg, Malta, dan Andorra mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap Negara Palestina

Sehari sebelumnya, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal juga telah mengakui Palestina

Keputusan ini menambah jumlah negara yang saat ini mengakui negara Palestina menjadi 156, mengutip lemonde.fr.

Pada Juni 2024, Armenia dan Slovenia telah mengambil langkah serupa, di tengah perang mematikan di Jalur Gaza. 

Sebulan sebelumnya, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah bergabung dalam daftar tersebut dalam upaya serupa untuk menghidupkan kembali perundingan solusi dua negara.

Uni Eropa (UE) masih terpecah belah dalam isu ini. 

Sejak berdirinya Israel pada tahun 1948, berbagai gerakan politik Palestina telah menjadikan pembentukan negara Palestina yang merdeka sebagai salah satu tuntutan utama mereka. 

Pada tahun 1988, deklarasi kemerdekaan sepihak oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mendorong 82 negara untuk secara resmi mengakui Palestina

Di antara mereka terdapat mayoritas negara Afrika dan Timur Tengah, serta beberapa negara dari blok Soviet saat itu.

Pada November 2012, Palestina diterima sebagai negara pengamat non-anggota di PBB. 

Status ini memungkinkan Palestina untuk menghadiri sebagian besar pertemuan dan mengakses dokumentasi PBB.

Meski begitu, Palestina tidak bisa memberikan hak suara, kemampuan untuk mengusulkan resolusi, atau kelayakan untuk menduduki kantor PBB. 

Pada Mei 2024, Prancis telah menegaskan kembali di PBB perlunya menerima Palestina sebagai anggota penuh.

Daftar 156+1 Negara yang Mengakui Palestina

Baca juga: Garda Terdepan Tekan Israel Akhiri Perang Gaza, Spanyol Tolak Janji Netanyahu soal Negara Palestina

Berikut Tribunnews merangkum 156 negara yang mengakui Palestina beserta tanggal pengakuannya.

Jumlah tersebut belum termasuk Takhta Suci, entitas pemerintahan Gereja Katolik dan Kota Vatikan, yang memiliki status pengamat di PBB.

  1. Iran, 4 Februari 1988
  2. Yaman, 15 November 1988
  3. Turki, 15 November 1988
  4. Tunisia, 15 November 1988
  5. Somalia, 15 November 1988
  6. Maroko, 15 November 1988
  7. Mauritania, 15 November 1988
  8. Malaysia, 15 November 1988
  9. Libya, 15 November 1988
  10. Kuwait, 15 November 1988
  11. Irak, 15 November 1988
  12. Indonesia, 15 November 1988
  13. Bahrain, 15 November 1988
  14. Aljazair, 15 November 1988
  15. Zambia, 16 November 1988
  16. UEA, 16 November 1988
  17. Serbia, 16 November 1988
  18. Arab Saudi, 16 November 1988
  19. Qatar, 16 November 1988
  20. Pakistan, 16 November 1988
  21. Nikaragua, 16 November 1988
  22. Madagaskar, 16 November 1988
  23. Yordania, 16 November 1988
  24. Kuba, 16 November 1988
  25. Bangladesh, 16 November 1988
  26. Afghanistan, 16 November 1988
  27. Sudan, 17 November 1988
  28. Mauritius, 17 November 1988
  29. Djibouti, 17 November 1988
  30. Brunei, 17 November 1988
  31. Albania, 17 November 1988
  32. Sri Lanka, 18 November 1988
  33. Slowakia, 18 November 1988
  34. Seychelles, 18 November 1988
  35. Nigeria, 18 November 1988
  36. India, 18 November 1988
  37. Gambia, 18 November 1988
  38. Mesir, 18 November 1988
  39. Republik Ceko, 18 November 1988
  40. Siprus, 18 November 1988
  41. Vietnam, 19 November 1988
  42. Ukraina, 19 November 1988
  43. Rusia, 19 November 1988
  44. Namibia, 19 November 1988
  45. Belarus, 19 November 1988
  46. Tiongkok, 20 November 1988
  47. Mali, 21 November 1988
  48. Guinea-Bissau, 21 November 1988
  49. Guinea, 21 November 1988
  50. Komoro, 21 November 1988
  51. Kamboja, 21 November 1988
  52. Burkina Faso, 21 November 1988
  53. Senegal, 22 November 1988
  54. Mongolia, 22 November 1988
  55. Hongaria, 23 November 1988
  56. Tanzania, 24 November 1988
  57. Rumania, 24 November 1988
  58. Niger, 24 November 1988
  59. Korea Utara, 24 November 1988
  60. Tanjung Verde, 24 November 1988
  61. Bulgaria, 25 November 1988
  62. Maladewa, 28 November 1988
  63. Zimbabwe, 29 November 1988
  64. Togo, 29 November 1988
  65. Ghana, 29 November 1988
  66. Cad, 1 Desember 1988
  67. Laos, 2 Desember 1988
  68. Uganda, 3 Desember 1988
  69. Sierra Leone, 3 Desember 1988
  70. Kongo, 5 Desember 1988
  71. Angola, 6 Desember 1988
  72. Mozambik, 8 Desember 1988
  73. Sao Tome dan Principe, 10 Desember 1988
  74. Gabon, 12 Desember 1988
  75. Oman, 13 Desember 1988
  76. Polandia, 14 Desember 1988
  77. Kongo, 18 Desember 1988
  78. Nepal, 19 Desember 1988
  79. Botswana, 19 Desember 1988
  80. Burundi, 22 Desember 1988
  81. Republik Afrika Tengah, 23 Desember 1988
  82. Bhutan, 25 Desember 1988
  83. Rwanda, 2 Januari 1989
  84. Etiopia, 4 Februari 1989
  85. Kenya, 1 Mei 1989
  86. Guinea Khatulistiwa, 1 Mei 1989
  87. Benin, 1 Mei 1989
  88. Vanuatu, 21 Agustus 1989
  89. Filipina, 1 September 1989
  90. Swaziland, 1 Juli 1991
  91. Kazakstan, 6 April 1992
  92. Azerbaijan, 15 April 1992
  93. Turkmenistan, 17 April 1992
  94. Georgia, 25 April 1992
  95. Bosnia dan Herzegovina, 27 Mei 1992
  96. Tajikistan, 2 April 1994
  97. Uzbekistan, 25 September 1994
  98. Papua Nugini, 13 Januari 1995
  99. Afrika Selatan, 15 Februari 1995
  100. Kirgistan, 1 November 1995
  101. Malawi, 23 Oktober 1998
  102. Timor Timur, 1 Maret 2004
  103. Montenegro, 24 Juli 2006
  104. Kosta Rika, 5 Februari 2008
  105. Lebanon, 30 November 2008
  106. Pantai Gading, 1 Desember 2008
  107. Venezuela, 27 April 2009
  108. Republik Dominika, 15 Juli 2009
  109. Argentina, 6 Desember 2010
  110. Bolivia, 17 Desember 2010
  111. Ekuador, 27 Desember 2010
  112. Chili, 7 Januari 2011
  113. Guyana, 13 Januari 2011
  114. Peru, 24 Januari 2011
  115. Suriname, 26 Januari 2011
  116. Paraguay, 29 Januari 2011
  117. Uruguay, 16 Maret 2011
  118. Lesotho, 3 Mei 2011
  119. Liberia, 1 Juli 2011
  120. Sudan Selatan, 14 Juli 2011
  121. Suriah, 18 Juli 2011
  122. El Salvador, 25 Agustus 2011
  123. Honduras, 26 Agustus 2011
  124. Saint Vincent dan Grenadines, 29 Agustus 2011
  125. Belize, 9 September 2011
  126. Dominika, 19 September 2011
  127. Antigua dan Barbuda, 22 September 2011
  128. Grenada, 25 September 2011
  129. Brasil, 3 Desember 2011
  130. Islandia, 15 Desember 2011
  131. Thailand, 18 Januari 2012
  132. Guatemala, 9 April 2013
  133. Haiti, 27 September 2013
  134. Swedia, 30 Oktober 2014
  135. Tahta Suci*, 26 Juni 2015
  136. Saint Lucia, 14 September 2015
  137. Kolombia, 3 Agustus 2018
  138. Saint Kitts dan Nevis, 29 Juli 2019
  139. Barbados, 20 April 2024
  140. Jamaika, 24 April 2024
  141. Trinidad dan Tobago, 3 Mei 2024
  142. Bahama, 8 Mei 2024
  143. Spanyol, 22 Mei 2024
  144. Norwegia, 22 Mei 2024
  145. Irlandia, 22 Mei 2024
  146. Slovenia, 4 Juni 2024
  147. Armenia, 21 Juni 2024
  148. Meksiko, 20 Maret 2025
  149. Inggris, 21 September 2025
  150. Kanada, 21 September 2025
  151. Australia, 21 September 2025
  152. Portugal, 21 September 2025
  153. Prancis, 22 September 2025
  154. Belgia, 22 September 2025
  155. Luksemburg, 22 September 2025
  156. Malta, 22 September 2025
  157. Andorra, 22 September 2025

Mengakui Negara Palestina, Apa Maksudnya?

Menurut hukum internasional, sebuah negara berdaulat perlu memenuhi empat kriteria utama:

  • Memiliki penduduk tetap;
  • Memiliki wilayah yang jelas;
  • Memiliki pemerintahan yang efektif;
  • Memiliki kapasitas untuk menjalin hubungan internasional.

Kualifikasi ini ditetapkan dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara.

Namun, seperti dikutip ABC News, dokumen ini tidak dapat ditegakkan seperti perjanjian yang memiliki kewajiban hukum.

Dokumen itu lebih merupakan deklarasi prinsip-prinsip yang diakui secara umum dalam hukum internasional.

Meskipun pengakuan dari negara lain bukanlah kriteria formal untuk menjadi sebuah negara, menjalin hubungan internasional akan sangat sulit tanpa adanya pengakuan luas dari negara-negara lain.

Konvensi Montevideo menyatakan bahwa pengakuan suatu negara berarti "menerima kepribadian negara lain dengan segala hak dan kewajiban yang ditentukan oleh hukum internasional".

Dalam konteks saat ini, pengakuan berarti mengakui kedaulatan Palestina sebagai otoritas tertinggi dalam batas-batas wilayah tertentu.

Namun, dengan sekitar 4,5 juta warga Palestina yang masih hidup di bawah pendudukan militer Israel, mereka belum memiliki kedaulatan atau kemerdekaan penuh.

Karena itu, langkah pengakuan ini sebagian besar dianggap bersifat simbolis.

Profesor Yossi Mekelberg, pakar Timur Tengah di lembaga pemikir Inggris Chatham House, menyatakan bahwa mayoritas negara di dunia tidak diragukan lagi mendukung kenegaraan Palestina.

Meski begitu, bahkan jika tiga negara anggota G7 memberikan pengakuan, hal itu tidak akan serta-merta membuat Palestina diakui secara universal.

"Pengakuan Inggris atau Prancis tidak otomatis membuat [Palestina] diakui secara internasional," ujarnya.

"Anda membutuhkan dukungan Dewan Keamanan PBB, dan itu tidak akan terjadi karena satu orang tertentu di Gedung Putih."

Baca juga: Puluhan Ribu Warga Italia Turun ke Jalan Protes PM Meloni Karena Menolak Dukung Negara Palestina

AS, meskipun telah lama mendukung solusi dua negara, secara tradisional menolak upaya Palestina untuk memperoleh status negara di PBB dengan alasan bahwa hal tersebut hanya dapat dicapai melalui negosiasi langsung dengan Israel.

Apa yang Akan Berubah Setelah Pengakuan Negara Palestina?

Walau banyak pihak menilai pengakuan ini hanya simbolis, beberapa berpendapat bahwa langkah tersebut tetap memiliki dampak nyata.

"Kita berbicara tentang negara-negara besar dan sekutu utama Israel," kata Alon Pinkas, analis politik Israel dan mantan konsul jenderal di New York dalam sebuah wawancara dengan ABC News pada Agustus lalu.

"Mereka mengisolasi AS dan membuat Israel bergantung — bukan pada AS secara keseluruhan, tetapi pada kemauan dan perilaku satu orang — Trump."

Julie Norman, profesor madya di University College London yang fokus pada politik Timur Tengah, menilai langkah ini memiliki bobot diplomatik dan moral yang besar.

Dengan pengakuan kenegaraan, Inggris berpotensi membuka kedutaan besar resmi.

Seorang pejabat pemerintah Inggris juga mengatakan kepada Reuters bahwa negaranya pada akhirnya dapat membuka kedutaan besar di Tepi Barat, di mana Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan terbatas di bawah pendudukan Israel.

Hal serupa disampaikan Jaringan Advokasi Palestina Australia (APAN), yang menilai pengakuan Australia terhadap Palestina berarti membangun hubungan diplomatik resmi.

Solusi Dua Negara

Mengutip Sky News, solusi dua negara telah lama diajukan sebagai harapan terbaik untuk mewujudkan perdamaian dalam konflik Israel-Palestina.

Gagasan ini mencakup pembentukan negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan dengan negara Israel, memberikan masing-masing bangsa wilayahnya sendiri.

Namun, kendala terbesar dari solusi dua negara adalah penentuan batas wilayah negara Palestina yang potensial.

Banyak pihak meyakini bahwa batas tersebut seharusnya mengikuti garis sebelum Perang Enam Hari 1967, yang berakhir dengan pendudukan Israel atas Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza.

Sejak saat itu, semakin banyak permukiman Israel dibangun di Tepi Barat, dengan sekitar 600.000 warga Israel kini tinggal di wilayah tersebut serta di Yerusalem Timur yang diduduki.

Meskipun menurut hukum internasional permukiman ini dianggap ilegal, keberadaannya membuat penetapan wilayah Palestina semakin sulit.

Baca juga: Menerka Alasan Negara di Eropa Dukung Kedaulatan Palestina, Murni Kemanusiaan atau Utang Sejarah?

Pembentukan Israel dan perang Arab-Israel pada tahun 1948 menyebabkan ratusan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka, dalam peristiwa yang dikenal sebagai Nakba atau “bencana”.

PBB kemudian memberikan status pengungsi kepada sekitar 750.000 orang, yang didefinisikan sebagai mereka yang “bertempat tinggal normal di Palestina pada periode 1 Juni 1946 hingga 15 Mei 1948, dan kehilangan rumah serta mata pencaharian akibat konflik 1948”.

Dengan definisi tersebut, kini ada sekitar 5,9 juta warga Palestina tinggal di Tepi Barat, Gaza, Yerusalem Timur, serta kamp-kamp pengungsian di Yordania, Lebanon, dan Suriah, yang memenuhi syarat sebagai pengungsi, dan banyak di antaranya ingin kembali ke tanah asal mereka.

Namun, jumlah yang besar ini sulit ditampung di wilayah pendudukan.

Beberapa di antaranya harus direlokasi ke wilayah Israel, sesuatu yang hampir pasti tidak akan diterima oleh pihak Israel.

Yerusalem

Yerusalem juga menjadi salah satu isu paling rumit dalam konflik ini.

Kedua belah pihak mengklaim kota kuno tersebut sebagai ibu kota mereka.

Hal ini disebabkan oleh signifikansi historis dan religius Yerusalem bagi orang Yahudi, Muslim, maupun Kristen.

Kota Tua yang bertembok, misalnya, merupakan lokasi Bukit Bait Suci—situs paling suci dalam agama Yahudi—dan Masjid Al-Aqsa, situs ketiga tersuci dalam Islam setelah Mekah dan Madinah, tempat umat Islam meyakini Nabi Muhammad naik ke surga.

Pada tahun 2023, kawasan ini kembali menjadi titik konflik, ketika terjadi bentrokan antara polisi Israel dan jamaah Palestina.

Pemerintah Israel mengklaim Yerusalem sebagai “ibu kota tak terbagi”, yang juga menjadi pusat pemerintahan serta parlemen Israel (Knesset).

Namun, komunitas internasional secara luas masih menganggap Yerusalem Timur sebagai wilayah Palestina yang diduduki.

Secara teori, solusi dua negara akan menetapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina, sementara bagian barat kota menjadi milik Israel.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved