Konflik Palestina Vs Israel
Pidato Virtual di PBB, Pemimpin Palestina: Kami Nyatakan Kesiapan untuk Kerja Sama dengan Trump
Saat berpidato secara virtual di PBB, Abbas berjanji untuk bekerja sama dengan Trump, dalam rencana perdamaian untuk Gaza.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, berbicara melalui video di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (25/9/2025).
Saat berpidato secara virtual, pemimpin Palestina itu berjanji untuk bekerja sama dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dalam rencana perdamaian untuk Gaza yang didukung mayoritas oleh badan dunia tersebut.
Selain Trump, Mahmoud Abbas juga akan bekerja sama dengan Arab Saudi, Prancis, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang dengan suara mayoritas bulan ini, mendukung deklarasi tujuh halaman yang bertujuan untuk memajukan solusi dua negara bagi Israel dan Palestina, serta mengakhiri perang Gaza antara Israel dan militan Hamas.
Mahmoud Abbas berpidato pada pertemuan tahunan para pemimpin dunia pada Kamis melalui video, setelah Amerika Serikat mengatakan tidak akan memberinya visa untuk bepergian ke New York.
“Kami telah menegaskan — dan akan terus menegaskan — bahwa Gaza adalah bagian integral dari Negara Palestina, dan bahwa kami siap untuk memikul tanggung jawab penuh atas pemerintahan dan keamanan di sana."
"Hamas tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan, dan Hamas — bersama dengan faksi-faksi lain — harus menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Nasional Palestina,” katanya, Kamis, dilansir Arab News.
“Kami tegaskan kembali bahwa kami tidak menginginkan negara bersenjata," imbuh Abbas.
Poin-poin yang ia ajukan itu termasuk dalam deklarasi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB.
“Kami menyatakan kesiapan kami untuk bekerja sama dengan Presiden Donald Trump, dengan Arab Saudi, Prancis, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan semua mitra untuk melaksanakan rencana perdamaian yang didukung oleh Majelis Umum," jelas Abbas.
Sementara itu, Hamas menolak pernyataan Mahmoud Abbas.
Baca juga: Israel Murka Gara-gara Pin Gembok di Jas Presiden Palestina saat Pidato di PBB
"Kami menganggap pernyataan Presiden Otoritas bahwa Hamas tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan memilih siapa yang akan memerintah mereka, dan sebuah bentuk ketundukan - yang tidak dapat kami terima - terhadap dikte dan skema eksternal," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Kelompok itu juga mengatakan bahwa persenjataan mereka "tidak dapat dikompromikan selama pendudukan tetap bercokol di tanah kami dan menindas rakyat kami."
"Kami mengecam seruan Presiden Otoritas untuk menyerahkan mereka," terang Hamas.
Respons Israel
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, mencemooh pidato Mahmoud Abbas.
Sa'ar menolak pernyataan Abbas yang menyatakan niatnya agar Otoritas Palestina (PA) memerintah Gaza pascaperang yang tidak memberikan peran apa pun kepada Hamas.
Ia menulis dalam sebuah unggahan di X bahwa Abbas "mengatakan bahwa ia siap menerima Jalur Gaza, yang dengan mudahnya ia serahkan kepada Hamas pada tahun 2007. Sungguh baik hatinya."
"Ke Barat, dia menjual kata-kata indah. Tapi rakyatnya sendiri seharusnya menarik kesimpulan dari kunci yang dia kenakan di kerah jasnya," tambah Sa'ar, dikutip dari The Times of Israel.
Sa'ar menyebut pin itu "simbol membanjiri Israel dengan keturunan orang-orang Arab yang pergi pada tahun 1948 — dan untuk kehancurannya."
“Israel tidak akan tertipu lagi,” Sa'ar memperingatkan.
Pidato Mahmoud Abbas di PBB
Diberitakan AP News, Mahmoud Abbas yang berusia 89 tahun hanya berpidato selama 20 menit — lebih singkat dari pidato-pidato sebelumnya, yang seringkali berdurasi lebih dari satu jam.
Dalam pidatonya, Abbas berusaha membangun pengakuan yang semakin berkembang, namun sebagian besar bersifat simbolis, atas kenegaraan, untuk menampilkan pemerintahannya sebagai alternatif bagi Hamas — dan bagi rencana-rencana Israel.
Pemimpin Palestina itu mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa rakyatnya menolak serangan Hamas tahun 2023 terhadap Israel.
Ia lantas berjanji bahwa kelompok militan tersebut tidak akan memiliki peran dalam memerintah Jalur Gaza setelah perang berakhir dan harus menyerahkan persenjataannya kepada pemerintahannya.
Mahmoud Abbas berkata kepada rakyatnya: "Fajar kebebasan akan muncul."
Baca juga: Eks Intelijen Saudi Yakin Trump Mampu Tekan Zionis Akhiri Perang Gaza: Israel Curi Tanah Palestina
Abbas mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa warga Palestina di Gaza "telah menghadapi perang genosida, penghancuran, kelaparan, dan penggusuran" oleh Israel.
Pidatonya disampaikan saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuju New York untuk menyampaikan pidatonya secara langsung pada Jumat (26/9/2025).
Dalam pidato singkat namun tegas, Abbas memaparkan visi berkelanjutannya untuk negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza, berdampingan dengan Israel.
Solusi dua negara tersebut telah mendapatkan dukungan setelah sejumlah negara – termasuk sekutu utama AS – mengumumkan pengakuan negara Palestina minggu lalu.
Namun, hal itu juga tampak semakin jauh dari kenyataan di lapangan.
Pemerintahan Netanyahu telah menolak pembentukan negara Palestina.
Adapun Hamas telah menguasai Jalur Gaza selama bertahun-tahun, sementara rivalnya, Fatah, berkuasa di Tepi Barat.
Namun, bahkan di Tepi Barat, Otoritas Palestina (PA), yang dipimpin Abbas, kesulitan memerintah, berhadapan dengan kelompok-kelompok saingan dan perluasan permukiman Yahudi.
Abbas juga memimpin PLO - organisasi induk yang mewakili Palestina di forum internasional.
Pada tahun 1974, PBB memberikan suara untuk mengakui PLO sebagai "satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina" dan diberi status pengamat di Majelis Umum PBB, tetapi bukan sebagai negara.
Pada 2012, Majelis Umum memberikan suara mayoritas untuk meningkatkan status ini, dengan mengakui Palestina sebagai negara pengamat tetap non-anggota.
Baca juga: Netanyahu ke New York, Kecam Negara-negara yang Mengakui Negara Palestina
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus-menerus menolak gagasan solusi dua negara—formula internasional yang telah lama digunakan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.
Solusi ini membayangkan pembentukan negara Palestina merdeka di samping Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 memicu perang di Gaza.
Hamas menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan sekitar 251 orang disandera, menurut penghitungan Israel.
Sementara, lebih dari 65.000 orang, yang sebagian besar juga warga sipil, telah tewas selama perang di Gaza, menurut otoritas kesehatan setempat.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.