Konflik Palestina Vs Israel
Angkatan Laut Israel Akan Cegat Kapal Global Sumud Flotilla Minggu Ini
Angkatan Laut Israel bersiap untuk mencegat kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang berlayar ke Jalur Gaza, diperkirakan tiba pada Rabu atau Kamis.
TRIBUNNEWS.COM - Israel sedang bersiap melancarkan operasi militer untuk merebut kapal-kapal Global Sumud Flotilla, yang diperkirakan akan tiba di pantai Jalur Gaza dalam waktu empat hari.
Global Sumud Flotilla adalah gerakan solidaritas global untuk Palestina yang berusaha menembus blokade Israel dengan kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Aksi tersebut, diikuti oleh ribuan orang dari 44 negara dan menggunakan lebih dari 50 kapal.
Saluran resmi Israel, Kan, melaporkan unit komando angkatan laut Israel telah melakukan latihan lapangan dalam beberapa hari terakhir sebagai persiapan untuk menyita kapal di laut.
Kan mengeklaim, bahwa latihan tersebut bertujuan untuk meminimalkan bahaya bagi para peserta.
"Persiapan ini dilakukan untuk mengantisipasi kedatangan kapal-kapal Global Sumud Flotilla ke pantai Jalur Gaza dalam waktu empat hari, yakni pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (Rabu hingga Kamis)," lapor Kan, Minggu (28/9/2025).
Kan mengeklaim, Israel telah mendekati penyelenggara armada dalam beberapa hari terakhir, mengusulkan agar bantuan kemanusiaan diangkut melalui pelabuhan Ashkelon, Siprus, atau bahkan Vatikan.
Namun, penyelenggara menolak tawaran tersebut, yang dianggap Israel sebagai provokasi terorganisasi.
Media Israel, Walla, melaporkan bahwa Kementerian Kesehatan Israel telah meningkatkan tingkat kewaspadaan di sejumlah rumah sakit, mengantisipasi kemungkinan jatuhnya korban jiwa akibat bentrokan dengan armada, terutama mengingat terbatasnya beban kerja selama hari raya Yom Kippur.
Tiga hari sebelumnya, Juru Bicara IDF Brigjen Effie Defrin mengonfirmasi rencana pencegatan kapal Global Sumud Flotilla.
“Kami mengikuti armada ini; kami punya pengalaman dari masa lalu, tapi armada ini berbeda, dengan puluhan kapal,” kata Defrin menjawab pertanyaan The Times of Israel.
Baca juga: Kapal Perang Spanyol Pengawal Flotilla Bawa 2 Meriam yang Diproduksi Israel
"Angkatan Laut siap mempertahankan perbatasan Israel di laut. Kami siap, dan Angkatan Laut siap," lanjutnya.
Juru bicara tersebut, menuduh gerakan solidaritas Global Sumud Flotilla didanai oleh kelompok Palestina, Hamas, yang berkuasa di Jalur Gaza.
"Armada ini, kami tahu, direncanakan dan didanai oleh Hamas, oleh perwakilan Hamas di Eropa; kami punya bukti jelas tentang ini,” klaim Defrin.
Ia mengatakan mereka yang ingin membantu warga Palestina di Gaza dapat melakukannya melalui rute bantuan terorganisasi yang digunakan oleh berbagai negara dan kelompok internasional.
Ini bukan pertama kalinya Israel berencana untuk mengintersepsi kapal Freedom Flotilla yang melakukan misinya ke Gaza tahun ini.
1. Kapal Conscience
Kapal kemanusiaan Conscience, milik Freedom Flotilla Coalition (FFC), dilaporkan diserang dua kali menggunakan drone bersenjata saat berada di perairan internasional dekat Malta, sekitar 17 mil laut (kurang lebih 31 km) dari pantai Malta pada 2 Mei 2025.
Serangan tersebut, menargetkan bagian depan kapal, khususnya generator, yang menyebabkan kebakaran, kerusakan struktur lambung, dan pemadaman daya, hingga membuat kapal berisiko tenggelam.
Kapal tersebut, sebelumnya berangkat dari Bizerte, Tunisia, menuju Malta untuk menjemput sekitar 30 aktivis internasional sebelum melanjutkan perjalanan ke Gaza.
Pemerintah Malta mengonfirmasi 12 kru kapal dan empat penumpang sipil berada di atas kapal saat serangan dan semuanya dinyatakan selamat, tanpa korban jiwa, menurut laporan The Times of Israel.
2. Kapal Madleen
Freedom Flotilla kembali mengirim kapal bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza menggunakan kapal Madleen.
Pada 9 Juni 2025, pasukan Israel menyita paksa kapal di perairan internasional, sekitar 185 km dari Gaza.
Kapal tersebut, sedang membawa bantuan seperti makanan dan obat-obatan dan bukan menuju wilayah Israel.
Israel membenarkan operasi tersebut dengan menyebut misi sebagai "selfie‑yacht", dan menyatakan para aktivis akan ditayangkan rekaman serangan Hamas pada 7 Oktober untuk "memahami apa yang mereka dukung", lapor Al Jazeera.
- Greta Thunberg (Swedia)
- Rima Hassan (MEP Prancis-Palestina)
- Baptiste Andre (Prancis)
- Pascal Maurieras (Prancis)
- Yanis Mhamdi (Prancis)
- Reva Viard (Prancis)
- Thiago Avila (Brasil)
- Suayb Ordu (Turki)
- Sergio Toribio (Spanyol)
- Marco van Rennes (Belanda)
- Yasemin Acar (Jerman)
- Omar Faiad (jurnalis Al Jazeera Mubasher, Prancis).
Empat aktivis, yaitu Greta Thunberg, Baptiste Andre, Sergio Toribio, dan Omar Faiad menandatangani pernyataan mengakui masuk secara ilegal ke Israel dan dideportasi segera ke negara asal melalui Prancis pada 10 Juni 2025.
Sementara delapan aktivis lainnya, termasuk Rima Hassan, Thiago Avila, Yasemin Acar, Suayb Ordu, Marco van Rennes, Reva Viard, menolak menandatangani dokumen itu, dan ditahan di Penjara Givon di Ramla untuk menjalani proses hukum sebelum dideportasi bertahap.
Dua aktivis Prancis, Pascal Maurieras dan Yanis Mhamdi, masih dalam tahanan hingga Agustus untuk menunggu deportasi.
Mereka juga dijatuhi larangan masuk ke Israel selama 100 tahun.
Baca juga: Trump-Netanyahu Gelar Pertemuan Panas: Nasib Gaza Bakal di Persimpangan Damai atau Perang?
Serangan Israel di Jalur Gaza
Serangan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 66.005 warga Palestina dan melukai sekitar 168.162 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, Minggu.
Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kian memburuk, dengan 440 orang meninggal akibat kelaparan, termasuk 147 anak-anak.
Sejak Mei 2025, serangan terhadap warga yang mengantre bantuan menewaskan 2.566 orang dan melukai lebih dari 18.769 lainnya, lapor Anadolu Agency.
Pada hari ini, tembakan hebat dilaporkan terjadi di sekitar Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza.
Setidaknya, 23 orang dilaporkan tewas dalam serangan Israel sejak pagi hari ini.
Israel menyalahkan Hamas atas kehancuran di Gaza sebagai dampak dari serangan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, saat Hamas menewaskan ratusan warga Israel dan menyandera 250 orang.
Saat ini, sekitar 20-50 sandera yang masih ditahan di Gaza.
Sementara itu, perundingan negosiasi antara Hamas dan Israel yang ditengahi oleh Qatar dan Mesir masih berjalan lambat.
Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan pasukan, dan distribusi bantuan tanpa hambatan, sedangkan Israel bersikeras syarat utama adalah pembebasan semua sandera serta pembubaran Hamas.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.