Sabtu, 22 November 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin Gertak Ukraina, Ancam Rebut Lebih Banyak Wilayah jika Proposal Damai Ditolak Kyiv

Putin ancam rebut wilayah baru jika Ukraina tolak proposal damai 28 poin. Kyiv panik, Eropa gusar, Trump desak keputusan sebelum 27 November.

Kremlin
PUTIN BERPIDATO - Foto diambil dari Kantor Presiden Rusia, Selasa (22/4/2025), Putin ancam rebut wilayah baru jika Ukraina tolak proposal damai 28 poin. Rusia menegaskan siap melanjutkan operasi militer adalah cara memperkuat posisi negosiasi serta memecah dukungan Barat terhadap Ukraina. 
Ringkasan Berita:
  • Putin mengancam merebut lebih banyak wilayah Ukraina jika Kyiv menolak proposal damai 28 poin yang didukung AS, termasuk pengakuan atas Krimea–Donbas.
  • Rusia menegaskan siap melanjutkan operasi militer dan mengambil sektor strategis sebagai cara memperkuat posisi negosiasi serta memecah dukungan Barat terhadap Ukraina.
  • Proposal damai AS menuai kritik Eropa karena dinilai menguntungkan Rusia. Meski begitu, Trump membantah klaim tersebut dan menyatakan Putin tidak berencana ekspansi lebih jauh.

TRIBUNNEWS.COM - Situasi geopolitik Eropa Timur kembali memanas setelah Presiden Rusia Vladimir Putin melontarkan ancaman keras kepada pemerintah Ukraina pada Jumat (21/11/2025).

Dalam keterangan resminya Putin memperingatkan bahwa Moskow siap merebut lebih banyak wilayah Ukraina jika Kyiv menolak proposal perdamaian 28 poin yang didukung Amerika Serikat (AS).

Putin sendiri menunjuk kisah penguasaan Kota Kupiansk sebagai contoh bahwa aksi militer Rusia dapat diulang di wilayah lain bila Ukraina menolak.

Tak hanya itu, Rusia juga mengancam akan melanjutkan aksi militer dengan mengambil kendali di sektor kunci dari garis depan.

Gertakan tersebut disampaikan muncul hanya beberapa jam setelah AS secara resmi menyodorkan proposal damai yang mendorong kedua pihak menerima negosiasi untuk mengakhiri perang.

Menurut Putin, rencana perdamaian 28 poin itu mengandung tuntutan yang sudah lama diajukan Rusia.

Termasuk pengakuan de facto atas wilayah yang telah diduduki seperti Krimea dan sebagian Donbas, larangan Ukraina bergabung ke aliansi militer seperti NATO, serta pembatasan militer.

Dengan demikian, apabila Ukraina menolak, Rusia menilai bahwa teritori yang belum dikendalinya bisa direbut lebih lanjut untuk menegaskan dominasi dan memperkuat posisi negosiasi

Ancaman Moskow bukan hanya soal militer, melainkan juga alat untuk memperkuat posisi negosiasi Rusia dan memecah persatuan Ukraina dengan sekutu Barat.

Lewat tekanan langsung, Rusia berharap Ukraina dipaksa menerima syarat damai meski merugikan kedaulatannya.

Senada dengan Putin, belakangan Presiden AS Donald Trump juga melayangkan desakan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Baca juga: Trump Patok Tanggal, Kamis Depan Ukraina Harus Setujui Proposal AS-Rusia

Guna mempercepat perdamaian, Trump bahkan memberi Ukraina waktu untuk menjawab secara resmi proposal itu hingga 27 November mendatang.

Apabila dalam tenggat waktu yang ditentukan Ukraina tak kunjung memberikan jawaban, Trump tak segan menghentikan dukungan senjata, logistik, dan intelijen terhadap militer Kyiv

“Kami pikir 27 November adalah tanggal yang tepat. Tujuan kami satu, yaitu menghentikan pembunuhan,” ujar Trump.

Isi Rencana 28 Poin Usulan Trump 

Mengutip laporan dari Al Jazeera, rencana 28 poin usulan Trump yang diklaim dapat meredam perang panas antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung sejak 2022 silam.

Isi proposal yang pertama adalah Ukraina akan diminta membuat konsesi besar, termasuk menyerahkan wilayah tambahan dan berjanji tidak bergabung dengan NATO.

Ukraina juga diminta membatasi jumlah militernya hingga 600.000 personel dan memasukkan ke dalam konstitusi bahwa negara itu tidak akan pernah bergabung dengan NATO.

Sebagai kompensasi, Amerika Serikat dan sekutu Eropa siap memberikan jaminan keamanan gaya NATO, serangan terhadap Ukraina dianggap sebagai serangan terhadap seluruh komunitas transatlantik.

Draf tersebut juga mengatur proses reintegrasi Rusia ke ekonomi global.

Sanksi internasional akan dicabut secara bertahap sehingga memungkinkan Rusia diundang kembali ke G8. Namun, Rusia diminta berkomitmen tidak menyerang negara tetangga.

Rusia juga harus menyetujui pengalihan dana yang dibekukan sebesar 100 miliar dolar untuk membangun kembali Ukraina bersama investasi tambahan dari Eropa.

Rencana pembangunan mencakup rehabilitasi wilayah perang, pengembangan infrastruktur, teknologi, energi, ekstraksi mineral, hingga program kerja sama pendidikan untuk mendorong toleransi budaya dan menghapus ideologi Nazi.

Terkait wilayah, draf itu mengusulkan bahwa Krimea, Luhansk, dan Donetsk diakui sebagai wilayah Rusia secara de facto.

Sementara itu, Kherson dan Zaporizhzhia berada pada status pembekuan garis kontak sebagai zona demiliterisasi.

Sebagai bentuk jaminan keamanan, Ukraina dan Rusia sama–sama dilarang mengubah kesepakatan teritorial secara paksa.

Lebih lanjut, rencana juga menjamin pemulihan kemanusiaan, termasuk pertukaran tahanan "semua untuk semua", pemulangan anak-anak yang dideportasi, reunifikasi keluarga, dan komisi khusus untuk menangani korban perang.

Selain itu, Ukraina diminta menyelenggarakan pemilu dalam 100 hari setelah kesepakatan berlangsung.

Semua pihak akan menerima amnesti penuh atas tindakan selama perang, dan pelaksanaan perjanjian akan diawasi oleh lembaga bernama Dewan Perdamaian yang dipimpin Donald Trump sendiri.

Selanjutnya gencatan senjata akan diberlakukan segera setelah penarikan pasukan ke garis yang ditetapkan.

Trump Membantah Rusia Diuntungkan

Sejauh ini rancangan proposal perdamaian 28 poin pemerintahan Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dinilai membawa konsekuensi besar bagi Putin.

Rusia menjadi pihak yang paling diuntungkan karena menerima pengakuan de facto atas Krimea, Luhansk, dan Donetsk, serta peluang integrasi ekonomi ke pasar global melalui proyek bersama dengan AS dan Eropa.

Hal itu membuat negara–negara Eropa juga menilai rencana damai AS sebagai ancaman langsung terhadap keamanan kawasan.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas bahkan menyebut proposal tersebut sebagai "momen yang sangat berbahaya".

Meski banyak pihak menilai proposal tersebut terlalu memihak Kremlin, Trump menolak klaim itu, menyatakan Putin tidak sedang mempertimbangkan ekspansi agresif lebih lanjut.

Trump menyatakan bahwa Rusia dan Ukraina kini berada dalam proses negosiasi yang bisa mengakhiri perang, dan Putin “tidak memikirkan perang lagi”.

(Tribunnews.com / Namira)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved