Sabtu, 20 September 2025

Jurnalis Media Online Hati-hatilah! Google Tak Bisa Hapus Berita Bermasalah

Siapa bertanggungjawab terhadap berita bermasalah yang masuk mesin pencari data Google dan tak bisa dikoreksi itu?

zoom-inlihat foto Jurnalis Media Online Hati-hatilah! Google Tak Bisa Hapus Berita Bermasalah
Tribunnews.com/ Agung Budi Santoso
Salah satu tayangan berita kasus Raffi Ahmad di situs berita Tribunnews.com.

Laporan: Agung Budi Santoso

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Keliru menulis berita dan dikomplain narasumber? Solusinya tentu Anda harus buru-buru meralat atau mengoreksi berita yang Anda bikin.

Tapi bagaimana kalau berita bermasalah itu sudah terlanjur masuk search engine-nya (mesin pencari data) Yahoo atau Google? Tentu yang terjadi adalah, Anda hanya bisa mengoreksi berita pada domain situs berita tempat Anda bekerja.

Sementara yang sudah masuk Yahoo atau Google tak bisa dikoreksi. Artinya, ribuan pembaca nun jauh di sana tetap bisa mengakses berita yang salah akurasi, atau salah mengutip narasumber, dan dikomplain pihak tertentu.

Nah, siapa yang bertanggungjawab dengan berita bermasalah yang terlanjur masuk Yahoo, Google atau mesin pencari data lainnya itu?

Inilah bahasan yang tak terpecahkan dalam diskusi tentang media online bertajuk, "Pertumbuhan Pengakses, Bisnis dan Problem Etika" yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Ford Foundation di Hotel Morrissey Jakarta, Kamis (7/3/2013).

Pihak Google Indonesia yang hadir dalam diskusi mengakui, betapa sulitnya menghapus berita bermasalah dari situs berita lain yang masuk ke Google. "Karena kami hanya bisa filtering berita, tapi bukan soal menyensor. Jadi sangat sulit bagi kami menghapus (berita bermasalah)," kata Shinto Nugroho, Kepala Kebijakan Publik Google Indonesia, salah satu pembicara.

"Karena yang dilakukan Google itu hanya agregasi berita, bukan menyensor," tutur Shinto. Lantas siapa bertanggungjawab dengan berita bermasalah yang secara 'abadi' terekam mesin pencari data itu?

Heru J Margianto, peneliti media online dari AJI Indonesia menuturkan, kewajiban mengoreksi berita yang bermasalah itu bagi jurnalis atau editor hanya sebatas pada domain media di mana mereka memproduksi dan menayangkan berita tersebut.

"Setelah dikoreksi beritanya di media dia bekerja, sudah. Di luar itu, memang belum jelas regulasinya, siapa yang bertanggungjawab," kata Heru Margianto.

Karena itu, perlu disusun regulasi yang jelas mengenai permasalahan spesifik ini. Heru menyebut beberapa contoh jatuhnya korban dari pihak obyek berita, akibat berita bermasalah yang tidak bisa dikoreksi di mesin pencari data Google.

Heru bertutur adanya kisah seorang pemuda yang dulunya berprofesi gigolo dan penjual VCD porno. Setelah tobat dan menjauh dari dunia itu, ia protes kisah-kisah lamanya itu masih 'tayang' secara 'abadi' di mesin pencari data Google.

Padahal di situs asal muasal berita itu sudah sejak lama dikoreksi.

"Nah, masalah seperti ini akan terus berulang dan belum jelas siapa yang bertanggungjawab," tutur Heru. Peneliti yang juga masih berkarir sebagai jurnalis di sebuah media online ini tentu tidak bermaksud menyalahkan Google, karena tidak dalam kapasitas memproduksi berita.

"Saya kira memang harus ada tata kelola, harus ada SOP (Standar Operating Procedure) mengenai problem ini," timpal Sammy Pangerapan, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia yang juga jadi pembicara dalam diskusi itu.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan