Sabtu, 6 September 2025

Menyedihkan! Di Desa Ini Bayi Baru Sebulan Disuapi Makanan Padat

Hanya karena tak ingin dengar tangisan bayi, di desa pelosok ini jabang bayi baru sebulan sudah disuapi makanan padat!

Penulis: Agustina Rasyida
zoom-inlihat foto Menyedihkan! Di Desa Ini Bayi Baru Sebulan Disuapi Makanan Padat
Tribun Pekanbaru/Theo Rizky
Ilustrasi bayi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Agustina Rasyida

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Makanan terbaik bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Dengan asupan ASI, nutrisi bayi dapat tercukupi, dan mendukung tumbuh kembang.

Bila bayi diberikan ASI eksklusif minimal enam bulan mampu mengoptimalkan tumbuh kembang si buah hati.

Namun tidak demikian di desa Latompe, kecamatan Lawa, kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Desa yang kebanyakan masyarakatnya berprofesi sebagai petani jagung dan kacang tanah tersebut jamak dilakukan pemberian makanan padat pada bayi, bahkan yang berusia di bawah satu bulan.

Perilaku turun menurun ini dapat berimbas pada bayi. Bayi bisa terserang sembelit, diare, gangguan usus, gagal nafas, sampai berujung pada kematian. Karena usus bayi belum siap menerima makanan padat.

"Tidak ada yang memberikan ASI eksklusif ke bayi, ibu memberikan ASI dan makanan padat. Sampai sekarang belum ada kasus kematian atau penyakit bayi karena makanan padat, ini keberuntungan, tetapi tidak baik bagi kesehatan," tutur Rahmi, salah satu bidan di Puskesmas Latompe, saat ditemui Tribunnews, Selasa (18/12/2012), di Jakarta.

Pemberian makanan padat kepada bayi bukan tanpa alasan. Menurut masyarakat setempat, mereka memberikan makanan bukan karena kandungan gizi atau nutrisi, tetapi mereka memikirkan bahwa bayi yang merasa kenyang tidak menangis. Orangtua tidak ingin mendengar suara tangis bayi, serta ada tekanan dari orang-orang disekelilingnya untuk memberikan makanan.

"Suara bayi nangis kan melengking, terdengar sampai rumah tetangga, tetangga bilang, "kenapa itu bayi dibiarkan menangis, dibiarkan lapar?", orangtua nggak sanggup, lalu bayi diberikan makanan," cerita Rahmi.

Rahmi juga menyayangkan jika orangtua ditanya tenaga kesehatan (bidan, perawat, dokter) apakah bayi telah diberikan ASI eksklusif, mereka jawab iya. Padahal mereka memberikan keduanya, baik ASI dan makanan padat. Diakui Rahmi, masyarakat masih rancu.

"Pemahaman mereka harus diluruskan, bahwa pemberian ASI eksklusif itu ASI saja, menjamin kebutuhan bayi sampai umur enam bulan," kata lulusan Sekolah Kebidanan tahun 1995 ini.

Berangkat dari perilaku tersebut, Rahmi ingin menyampaikan informasi yang benar ke masyarakat tentang ASI eksklusif. Ia mengajak stake holder dan orangtua yang sedang menantikan kelahiran buah hatinya. Mulai dari ibu hamil dan suaminya, pihak Puskesmas, kepala desa, tokoh masyarakat, pemuka agama, dukun, serta kader Posyandu.

"Ibu-ibu hamil diperiksa, lalu saya sampaikan buat ikut pendidikan di kelas ibu hamil. Setelah mereka mau, saya buat undangan tertulis dan saya sebarkan dari rumah ke rumah," kisah Rahmi.

Dimulailah pertemuan pada bulan Juli 2011, tiga kali dalam sebulan di balai desa setempat. Pertemuan dihadiri sebanyak 20 orang, jika ada beberapa orang yang tidak bisa datang akan diganti orang lain.

"Kalau ada yang tidak bisa, saya ganti orang lain. Supaya saya nggak sia-sia bicara di depan kelas dan itu tidak akan lebih dari 20."

Dalam pertemuan, Rahmi menyampaikan tentang kesehatan ibu dan anak, kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, tumbuh kembang balita, imunisasi, ASI eksklusif, akte kelahiran, mitos-mitos, senam hamil, sampai 12x pertemuan. Di akhir acara, ia menyisipkan materi seputar ASI eksklusif.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan