Jumat, 22 Agustus 2025

Dokter Mengeluh, Biaya Operasi Cesar Sebelum Ada BPJS Kesehatan Rp 6 Jutaan, Kini Cuma Rp 4,3 Jutaan

Tenaga kesehatan seolah dipaksa untuk memberikan layanan sesuai budget yang disodorkan BPJS Kesehatan.

Editor: Choirul Arifin
Kata Data
Layanan BPJS Kesehatan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem jaminan kesehatan nasional yang dikenal dengan BPJS Kesehatan terus menyisakan pekerjaan rumah alias PR, kendati program ini lima tahun dijalankan Pemerintah di Indonesia.

PR tersebut antara lain soal pelayanan kepada pasien.

Dokter Enozthezia Xynta menilai munculnya sejumlah PR tersebut lantaran selama ini tenaga kesehatan seolah dipaksa untuk memberikan layanan sesuai budget yang disodorkan BPJS Kesehatan.

“Sebetulnya bukan dokter yang memberikan pelayanan di bawah standar, tapi memang aturan yang diterapkan BPJS,” jelas dokter anestesi yang pernah menulis surat terbuka untuk Presiden Jokowi, tentang rasa kecewanya terhadap pelaksanaan BPJS Kesehatan.

Eno mencontohkan, biaya operasi cesar sebelum ada program BPJS berkisar di angka Rp 6 juta. Saat ini, dengan diterapkan BPJS, pasien membayar Rp 4,3 juta.

“Kita (dokter) terkurung dengan harga yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

Baca: Yamaha Luncurkan FreeGo, Kasta Tertinggi Motor Matik Harian di IMOS 2018

Masih menurut Eno, jika biaya yang dikeluarkan ternyata melebihi dari ketentuan BPJS Kesehatan, biasanya rumah sakit atau dokter sendiri yang bersangkutan harus menanggungnya.

"Jasa dokternya lah yang dipotong dan kadang jasa visit kita nggak dihitung,” katanya. Ini salah satu penyebab pelayanan menjadi sub standart. Padahal, lanjut Eno, untuk dokter umum di poliklinik misalnya, jasa dokter dan sebagainya hanya dibayar Rp 10 ribu.

Baca: Data Lengkap Insiden Kecelakaan Lion Air dari Tahun ke Tahun

Memang saat ini sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) No 82 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa pasien bisa membayar tambahan dari pelayanan yang diberikan oleh BPJS.

Namun menurut Eno, ini menjadi masalah baru. Pertama, ada resiko dokter akan dilaporkan. Kedua, dokter akan ditegur oleh BPJS dan ketiga, tentu masyarakat akan memandang profesi dokter menjadi hina.

“Kita tidak akan mengambil resiko itu,” kata Eno.

Perlakuan sub standard ini dinilai Eno bukan hanya dalam sisi pelayanan.

Baca: Alviani Hidayatul Solikha, Pramugari Lion Air JT 610 yang Jatuh Sempat Tuliskan Caption Ini

Tapi juga pemberian obat yang cenderung under treatment. Ada yang disebut Formulariom Nasional (Fornas), daftar obat yang secara empirik diperlukan oleh masyarakat di Indonesia. 

Furu Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Hasbullah Thabrany,menjelaskan, Fornas ini mendaftar lebih dari 1.000 kemasan obat dalam segala bentuk. “Ini isinya adalah obat essential. Obat semua penyakit sudah ada di situ,” jelasnya.

Namun tidak ada merk dagang obat yang tercantum di dalam fornas. Jadi, rumah sakit dan dokter dipersilakan untuk memberikan merknya. Dengan e-catalogue saat ini, membuat industri farmasi bersaing ketat.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan