Minggu, 7 September 2025

Virus Corona

PCR dan Rapid Test Saling Melengkapi dalam Upaya Penanganan Covid-19

Metode polymerase chain reaction (PCR) maupun rapid test tetap dibutuhkan karena saling melengkapi dalam upaya menangani pandemi virus corona.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Shutterstock
Ilustrasi virus corona 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Metode polymerase chain reaction (PCR) maupun rapid test tetap dibutuhkan karena saling melengkapi dalam upaya menangani pandemi virus corona (Covid-19).

Pengambilan spesimen lendir menggunakan swab dan pemeriksaan menggunakan PCR adalah metode dalam mendeteksi virus SARS-COV2.

Pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dan lebih rumit.

Selain itu, pemeriksaan sampel hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan kelengkapan khusus. Oleh karena itu, butuh waktu beberapa hari hingga hasil tes bisa keluar

Lamanya hasil tes swab, ujar DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FIS, memang terjadi secara umum di Indonesia.

Baca: Ngamuk Dijemput Petugas Medis, Warga Positif Virus Corona Lari dan Peluk Orang

"Kira-kira membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari," katanya.

Ketua Pengurus Harian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2017-2020 menjelaskan, lamanya hasil tes swab karena laboratorium pemeriksa sampel lendir dari hidung seseorang itu jumlahnya terbatas. Bahkan, hanya ada di rumah-rumah sakit milik pemerintah.

"Sementara, sampel yang harus diperiksa bisa ribuan jumlahnya," ujarnya.

Dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur itu mengatakan, selain PCR ada pula rapid test. Hasil rapid test bisa diketahui sekitar 2 sampai 3 jam.

Rapid test yang mengandalkan tes antibodi dengan mengambil sampel darah seseorang, hanya menunjukkan respons individu melalui antibodinya terhadap virus yang masuk dalam ke tubuh.

Dia menjelaskan, hasil dari rapid test adalah reaktif dan non-reaktif. Lebih lanjut, ia menerangkan reaktif berarti antibodi sudah muncul di dalam tubuh lantaran virus yang sudah masuk. Sementara itu, non-reaktif artinya antibodi belum muncul.

Ia mengatakan metode tang paling ideal yakni tes cepat berbasis real time- polymerase chain reaction (RT-PCR).

Faktanya, metode yang banyak dipakai saat ini adalah rapid test menggunakan sampel darah.

Oleh karena itu, masyarakat perlu mendapat informasi yang tepat. Termasuk bagaimana akurasi alat rapid test yang digunakan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melkiades Laka Lena, mengatakan kedua metode tersebut masih dapat diterapkan dalam menangani Covid-19.

Orang yang merasa memiliki indikasi Covid-19 sebaiknya menjalani rapid test. Jika hasilnya reaktif, orang tersebut perlu mengonfirmasi dengan menjalani PCR.

“Keduanya saling melengkapi dan dibutuhkan. Jangan saling dibenturkan,” kata politisi Partai Golkar itu.

Menurut dia, ditemukannya kasus alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah memang membutuhkan evaluasi.

Namun, kasus itu tidak untuk meniadakan metode rapid test ditambah lagi WHO telah merekomendasikan sejumlah rapid test kit maupun PCR.

Mengutip drugtestsinbulk.com, WHO telah menguji sejumlah rapid test kit yang diproduksi berbagai negara.

Ada tiga produk yang memiliki tingkat akurasi sekitar 80% hingga 90%.

Hasil uji rapid test dari Tiongkok dan Amerika Serikat menyatakan InTec dengan tingkat akurasi 84,605%, Cellex dengan tingkat akurasi 86,555%, dan Healgen/Orient Gene dengan tingkat akurasi 91,665%.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan