Terlalu Lama Menatap Layar Gadget, Penderita Myopia Meningkat Selama Pandemi
Selama pandemi covid-19, tak sedikit masyarakat yang mengalami gangguan fungsi mata.
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Anita K Wardhani
Myopia bisa saja disebabkan faktor genetik, namun sejumlah penelitian dalam beberapa tahun terakhir juga menunjukkan adanya korelasi erat antara Myopia dengan gaya hidup.
Secara khusus, gangguan ini lebih sering terjadi terutama pada anak-anak, mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan dengan pencahayaan minim, serta mereka yang melakukan aktivitas seperti mengamati benda-benda yang berdekatan dengan mata selama beberapa jam seperti gadget.
Dengan demikian, penggunaan gadget dapat memperburuk kondisi Myopia pada remaja, karena merupakan aktivitas proksimal yang dilakukan di dalam ruangan.
Lalu apa saja gejala yang dialami mereka yang mengalami Myopia ?
Gejala utama yang kerap dialami mereka yang mengalami gangguan ini adalah penglihatan kabur saat melihat objek yang jauh.
Perlu diketahui, semakin besar cacat visual, maka semakin pendek jarak di mana seseorang dapat melihat secara baik.
Bahkan mereka yang mengalami kondisi ini perlu menyipitkan mata agar bisa fokus pada objek yang jauh.
Istilah Myopia berasal dari kata Yunani 'Myo', yang berarti 'menutup' dan menunjukkan kebiasaan yang umumnya dilakukan orang-orang yang mengalami rabun dekat yakni menyipitkan mata untuk melihat secara lebih baik dari kejauhan.
Deputy CEO Kasoem Group, Trista Mutia Kasoem mengatakan Myopia merupakan kondisi gangguan pada mata yang menyebabkan seseorang tidak mampu melihat benda dalam jarak jauh secara jelas.
Saat ini Myopia telah menjadi perhatian serius sebagai suatu fenomena di dunia, hal ini terkait dengan lonjakan kasus yang dipicu peningkatan penggunaan perangkat digital pasca pandemi Covid-19.
"Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan angka kejadian terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun," kata Trista, dalam keterangan resminya, Minggu (19/12/2021).
Indonesia merupakan negara yang memiliki lonjakan kasus Myopia yang cukup signifikan.
Berdasar pada data Oftalmologi Komunitas (Ofkom) FKKMK UGM, dari 312 anak, 41 persen diantaranya mengalami Myopia, lalu 21 persen mengalami gangguan refraksi berat.
Penelitian Holden pada 2016 menyebutkan prevalensi Myopia di dunia saat ini mencapai 28 persen dari total penduduk dunia atau sekitar 2 miliar.
Diperkirakan pada 2050, angka ini akan mencapai 50 persen atau sekitar 5 miliar.
Di Indonesia, kasus Myopia ini semakin menjadi concern karena dipicu rutinitas selama pandemi Covid-19.
Sehingga diperlukan fasilitas pelayanan yang dapat diakses secara luas.