Kamis, 21 Agustus 2025

Virus Corona

Ahli: Protokol Kesehatan, Vaksinasi dan Testing Terbukti Ilmiah Bisa Tekan Penularan Covid-19

Sebagian besar pasien terpapar Covid-19 varian Omicron bergejala ringan dibandingkan dengan varian lainnya.

Editor: Choirul Arifin
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Kegiata vaksinasi Covid-19 dengan vaksin Pfizer booster di Kantor OJK, Jakarta, Minggu (23/1/2022). WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menghadaapi lonjakan kasus Covid-19 yang sebagian besar akibat penularan varian Omicron, masyarakat diimbau agar tenang dan bijak menyikapi perkembangan kasus.

Sebagian besar pasien terpapar Covid-19 varian Omicron bergejala ringan dibandingkan dengan varian lainnya.

“Jadi memang dunia berhadapan dengan varian baru yang penularannya sangat cepat. Namun spektrumnya memang sebagian besar bergejala ringan hampir 80 persen, meski sampai 20 persen ada juga yang bergejala sedang, berat bahkan ada yang sampai meninggal dunia,” ungkap Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Jakarta, Rabu (9/2/2022).

Meski demikian, Prof. Tjandra mewanti-wanti apabila jumlah kasusnya meningkat tinggi sekali, maka tentu yang dirawat di rumah sakit bisa juga tinggi, sehingga masyarakat perlu menyikapinya dengan bijak dengan membatasi kegiatan sosial mereka dan memperketat protokol kesehatan.

“Amerika Serikat sudah membandingkan data antara kasus Omicron dan Delta, dan perbandingannya kasus 5 kali lebih banyak dari Delta. Karena jumlahnya lima kali lebih banyak, pasien rumah sakit menjadi 1,8 kali lebih banyak daripada kasus Delta,” jelas Prof. Tjandra.

Saran yang paling penting saat ini adalah pencegahan dan penguatan 3T, serta perluasan cakupan vaksinasi.

Vaksinasi menurut Prof. Tjandra jelas bermanfaat untuk mencegah pasien yang terinfeksi Omicron bergejala berat dan masuk rumah sakit.

Baca juga: Kasus Mingguan Covid-19 Lampaui Puncak Gelombang Pertama, Daerah PPKM Level 3 Wajib Prokes Ketat

Persiapan tempat tidur rumah sakit sudah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan kasus dan juga memastikan ketersediaan obat dan alat bantu medis lainnya.

Perlu diperhatikan jaminan ketersediaan petugas kesehatan dan juga keamanan petugas pekerja di rumah sakit.

Baca juga: Simak Gejala-gejala Omicron dari Tanpa Gejala hingga Kritis

“Pelayanan kesehatan harus diketahui oleh masyarakat bukan hanya rumah sakit. Bisa perawatan di rumah, di puskesmas, maupun klinik. Ini harapannya bisa memperkuat jaringan pelayanan kesehatan agar masyarakat tidak terpaku dengan rumah sakit," ujarnya.

"Jadi sistem rujukan yang teratur harus lebih baik polanya,” saran Prof. Tjandra.

Masyarakat diimbau apabila merasakan gejala, jangan ragu untuk melakukan tes, lalu begitu diketahui hasilnya positif, isolasi mandiri harus dilakukan. Isolasi mandiri dievaluasi setiap hari, akan lebih baik untuk dilakukan petugas kesehatan melalui telemedisin.

Baca juga: Kemenkes Sebut Kenaikan Kasus Covid-19 karena Seiring Peningkatan Testing dan Treacing

“Pengawasan dan dukungan keluarga memang sangat penting. Setelah satu minggu dites ulang untuk memastikan sudah negatif atau belum,” terang Prof. Tjandra membeberkan pengalamannya menangani anggota keluarga saat isolasi mandiri.

Sebagian besar pasien Covid-19 Omicron ini diakui Prof. Tjandra akan baik-baik saja, tapi jangan abai untuk monitor pasien isolasi mandiri ini, kalau-kalau ada gejala yang lebih parah agar cepat ditangani.

Hal paling penting untuk dilakukan saat ini adalah mempercepat vaksinasi lansia di Indonesia karena cakupannya yang masih perlu diperluas lagi dan merupakan kelompok paling berisiko saat terinfeksi virus ini.

“Ada tiga upaya untuk menekan penyakit Covid-19. Sudah jelas secara ilmiah terbukti pembatasan sosial, testing dan telusur, serta vaksinasi akan efektif menekan penularan. Masyarakat harus memperketat protokol kesehatan karena varian Omicron lebih menular dari varian sebelumnya”, tegas Prof. Tjandra.

Pasien Omicron Bergejala Ringan, Masa Rawat Singkat

Terkait tren meluasnya penularan varian Omicron di gelombang ketiga serangan pandemi Covid-19 ini, Pusat Infeksi Nasional - Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, mengungkapkan beberapa fakta baru.

Dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso mengatakan, berdasar hasil penelitian yang dilakukan rumah sakitnya, sebagian besar pasien Omicron adalah tanpa gejala atau hanya bergejala ringan.

Hal ini juga sebagai dasar kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terbaru, agar pasien tanpa gejala dan yang bergejala ringan dirawat secara isolasi mandiri maupun terpusat tanpa perlu masuk rumah sakit.

Peruntukan rumah sakit hanya kepada pasien bergejala sedang, berat, kritis maupun yang memiliki kondisi komorbiditas tertentu.

RSPI Sulianto Saroso merupakan rumah sakit yang ditunjuk Kementerian Kesehatan untuk merawat pasien Omicron pertama kali,

Kebijakan memusatkan pasien positif Covid-19 ke rumah sakit rujukan RSPI Sulianti Saroso, selain bertujuan untuk mencegah penularan, juga berhasil meneliti sejauh mana gejala varian Omicron berdampak pada pasien sejak Desember 2021 lalu.

Dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, mengatakan, sejak 20 Desember 2021, varian Omicron pertama kali masuk ke Indonesia melalui penularan Warga Negara Asing (WNA).

"Ada juga warga negara Indonesia (WNI) pulang perjalanan luar negeri dari negara-negara tertentu. Inilah awalnya pasien Omicron isolasi di RSPI Sulianti Saroso,” terang dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, Senin (7/2/2022).

Direktur Utama dr Mohammad Syahril Mansyur mengatakan bahwa pihaknya akan menutup seluruh pelayanan rawat inap di RSPI Sulianti Saroso bagi pasien umum mulai Senin besok.
Dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso. (Tribunjakarta.com/Pebby Adhe Liana)

Fakta lainnya, sebagian besar pasien Omicron mengalami kesembuhan dengan cepat. Total pasien Omicron yang dirawat di RSPI Sulianti Saroso sejak awal hingga sekarang lebih dari 250 pasien.

Sekitar 190 pasien sembuh dan yang masih dirawat sekitar 51 pasien. “Pasien yang dirawat saat ini di ruang ICU ada 7 orang dan di non ICU berjumlah 44 orang,” ujarnya.

“Pasien yang kami rawat itu (Omicron) cepat sekali kesembuhannya. Bahkan sesuai Surat Edaran Menkes, nomor HK. 02.01/MENKES/18/2022, apabila 5 hari pasien membaik dan gejalanya minimal, maka dengan dua kali tes PCR hasil negatif, mereka boleh pulang," jelasnya.

“Tidak perlu menunggu sampai dua minggu lagi,” imbuh dr Syahril.

Fakta lain menunjukkan bahwa riwayat pasien yang sudah divaksin satu dan dua kali, bergejala lebih ringan daripada pasien yang belum divaksin.

“Jangan sampai ada pemahaman bila vaksin kita tidak ampuh karena bisa terinfeksi Omicron. Vaksinasi justru menghindari kesakitan dan risiko dirawat di rumah sakit sampai kritis," ungkapnya.

"Perlu dihimbau kepada masyarakat agar menghindari penularan Omicron karena masih berpotensi
tertular meski sudah divaksinasi, ditambah pula bila kurang patuh prokes dan berkerumun di tempat-tempat yang kita tidak tahu ada penularan Omicron di tempat tersebut,” bebernya.

Lebih lanjut dr Syahril mengatakan, saat ini tempat tidur ICU yang terpakai di RSPI mencapai 58 persen sehingga masih ada ruang untuk merawat pasien yang membutuhkan perawatan intensif.

Sedangkan tempat tidur non ICU 39,2 persen.

“Total tempat tidur terisi di RSPI sekarang 41,1%, dari jumlah total 124 tempat tidur untuk perawatan Covid-19 yang disediakan. Tempat tidur masih bisa kita tambah kalau dibutuhkan, tapi nanti dulu
karena hitungannya masih kosong lebih dari separuh,” ungkap dr Syahril.

Karyawan Kompas Gramedia mengikuti vaksinasi booster di Menara Kompas, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022). Vaksinasi booster atau dosis ketiga itu dilaksanakan selama tiga hari sampai Kamis (27/1/2022) dan diikuti sekitar 2000 karyawan Kompas Gramedia. Pemerintah mulai mendistribusikan vaksin Covid-19 booster atau vaksin dosis ketiga kepada masyarakat umum mulai 12 Januari 2022 lalu secara gratis. (Warta Kota/Yulianto)
Kegiatan vaksinasi booster di Menara Kompas, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022). (Warta Kota/YULIANTO)

“Persiapan kedua yang menjadi tantangan adalah SDM kesehatan kita. Penambahan perawat dan dokter juga tengah disiapkan dan didukung pemerintah untuk menghadapi lonjakan kasus."

"Nantinya kita akan dibantu relawan. Dan yang ketiga adalah menyiapkan oksigen untuk menghindari krisis oksigen.”

Berdasarkan pengalaman gelombang Delta 2021 yang lalu, membuat RSPI Sulianti Saroso kini sudah memiliki fasilitas oxygen concentrate untuk memproduksi oksigen secara mandiri di rumah sakit.

“Jadi mudah-mudahan ini cukup dan kita tidak harus antri kehabisan oksigen. Begitu juga dengan obat-obatan dan APD, sudah kita penuhi,” ungkap dr Syahril.

Selain itu, RSPI Sulianti Saroso juga hanya menerima pasien bergejala sedang, berat, kritis maupun yang memiliki komorbid.

“Yang bergejala ringan maupun tanpa gejala, sebaiknya melakukan isolasi mandiri maupun terpusat,” kata dr Syahril.

Di DKI Jakarta, tempat isolasi terpusat untuk pasien COVID-19 tanpa gejala dan bergejala ringan yang bisa menjadi rujukan seperti Wisma Atlet, Rusun Nagrak, Ngawi, dan Pasar Rumput.

Di daerah lain, isolasi-isolasi terpusat juga sudah disiapkan oleh Pemda masing-masing untuk mengantisipasi lonjakan kasus Omicron.

Sebagai penutup, Syahril kembali mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjalankan protokol kesehatan dengan ketat dan mengikuti program vaksinasi nasional.

“Meskipun bergejala ringan dan tingkat kesakitannya rendah, tetap harus disiplin menjalankan prokes, pakai masker, cuci tangan, hindari mobilitas kalau tidak perlu," saran dr Syahril.

"Buat yang belum vaksin, terutama lansia dan anak-anak, segera vaksinasi karena vaksin sudah terbukti menurunkan tingkat kesakitan jika terpapar COVID-19,” tutup dr Syahril.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan