Berikut Kriteria Pasien Stroke yang Bisa Jalani Operasi Bypass Otak
Stroke dan gangguan pembuluh darah otak merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan berbahaya.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Stroke dan gangguan pembuluh darah otak merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan berbahaya.
Salah satu prosedur bagi pasien stroke adalah operasi bypass otak atau Brain Bypass Surgery STA-MCA (Superficial Temporal Artery to Middle Cerebral Artery).
Dokter spesialis bedah saraf RS Siloam Lippo Village Prof. Dr. dr. Julius July, Sp.BS, M.Kes dalam wawancaranya menjelaskan, operasi tersebut menjadi harapan bagi pasien yang mengalami penyumbatan atau gangguan aliran darah ke otak, di mana metode lain tidak lagi efektif.
Operasi ini disarankan bagi pasien dengan risiko stroke tinggi.
"Brain Bypass Surgery, khususnya prosedur STA-MCA adalah teknik bedah saraf yang bertujuan untuk mengalirkan darah ke otak dengan menghubungkan arteri superfisial ke arteri serebral tengah," kata dia di Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Berikut kriteria pasien yang bisa menjalani prosedur tersebut.
Prof. Julius menjelaskan, beberapa kondisi yang menjadi indikasi untuk operasi ini meliputi stroke iskemik berulang dan aneurisma kompleks yang tidak dapat diatasi dengan metode konvensional.
Prosedur ini dapat meningkatkan suplai darah ke otak secara signifikan dan mencegah risiko stroke berulang.
Tidak semua pasien dapat menjalani prosedur bypass langsung.
“Kami mempertimbangkan beberapa faktor, seperti usia pasien, kondisi pembuluh darah, serta luasnya penyumbatan,” jelas Prof. Julius.
Operasi ini dapat dilakukan pada pasien dewasa dan anak-anak dengan kondisi penyempitan pembuluh darah lainnya.
Bagi pasien dengan arteri yang sangat kecil, bypass langsung mungkin tidak memungkinkan.
“Dalam kasus seperti ini, kami menggunakan indirect bypass, yang melibatkan stimulasi pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan suplai darah ke otak secara bertahap,” kata Prof. Julius.
Teknik ini lebih umum digunakan pada pasien di mana pembuluh darahnya terlalu kecil untuk dilakukan anastomosis langsung.
Salah satu teknik yang digunakan dalam indirect bypass adalah EDMAPS (Ensefalo Duro Myo Arterio Pericranial Synangiosis).
Teknik ini menjadi pilihan utama bagi pasien dengan kondisi pembuluh darah yang terlalu kecil untuk dilakukan bypass langsung.
Sebelum menjalani operasi pasien harus menjalani serangkaian pemeriksaan, termasuk MRI, CT-Scan, dan angiografi serebral untuk memastikan kelayakan prosedur.
Selain itu, pasien harus menjaga tekanan darah dalam kisaran yang direkomendasikan.
“Prosedur ini membutuhkan ketelitian tinggi dan biasanya berlangsung selama 4-6 jam secara keseluruhan, dalam proses penjahitan atau core-nya rata-rata setengah jam,” ujar Prof. Julius.
Tingkat kesulitan operasi ini cukup tinggi, mengingat ukuran pembuluh darah yang sangat kecil dan risiko komplikasi yang dapat terjadi selama prosedur berlangsung.
Diperlukan keahlian bedah mikro yang sangat presisi agar operasi berjalan sukses tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Setelah operasi, pasien biasanya akan menjalani perawatan intensif di ICU selama 24 hingga 48 jam untuk memastikan aliran darah ke otak berjalan optimal.
Hidupkan Kembali Asa 100 Penderita Katarak, Perusahaan Ini Sukses Gelar Operasi Gratis di Jonggol |
![]() |
---|
Satgas Damai Cartenz Tangkap KKB Roberth Wenda yang Tembak Polisi di Jayawijaya, Ini Sosoknya |
![]() |
---|
Polda Metro Catat 160 Ribu Kendaraan Langgar Aturan Selama 8 Hari Operasi Patuh Jaya 2025 |
![]() |
---|
Yuni Shara Takut Ikuti Tren Oplas karena Kulitnya Keloid, Bahayakah Jika Terus Dilakukan? |
![]() |
---|
Momen Penyelamatan Bocah Penumpang KM Barcelona Viral, Bayi Usia 3 Bulan Diamankan Warga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.