Mengenal Aneurisma Otak Penyakit Sunyi yang Mematikan, Dr. Joy: 'Seperti Bom Waktu'
Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS(K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS—dokter spesialis bedah saraf yang aktif mengedukasi masyarakat tentang penyakit ini.
Penulis:
Eko Sutriyanto
Editor:
Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Aneurisma otak kerap dijuluki sebagai silent killer alias penyakit sunyi yang mematikan.
Hal ini karena banyak penderitanya tidak menyadari keberadaan aneurisma hingga pembuluh darah pecah dan menyebabkan stroke pendarahan yang bisa berakibat fatal.
Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS(K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS—dokter spesialis bedah saraf yang aktif mengedukasi masyarakat tentang penyakit ini—menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah risiko besar yang mengintai.
Baca juga: Mengenal Aneurisma Otak, Kelainan pada Pembuluh Darah dan Pengobatannya
“Aneurisma otak itu seperti bom waktu. Kalau sudah pecah dan jadi stroke pendarahan, itu tidak baik. Lebih baik ditemukan sebelum pecah,” ujar dokter yang akrab disapa dr. Joy, usai menerima rekor MURI di Mandaya Royal Hospital Puri, Tangerang, Rabu (16/4/2025).
Sebagai pelopor teknik Awake Brain Surgery di Indonesia—yakni operasi otak dengan pasien tetap sadar untuk memastikan fungsi otak tidak terganggu—dr. Joy menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor risiko aneurisma otak.
Ia menyebut diantaranya kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi, konsumsi alkohol berlebihan, usia di atas 50 tahun berjenis kelamin perempuan, riwayat keluarga dengan kondisi serupa.
Karena itu, ia menekankan pentingnya melakukan skrining, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko.
“Untuk screening cukup dengan MRI atau MRA. Tapi kalau mau hasil yang paling akurat, karena gold standard-nya adalah DSA, ya harus pakai DSA,” jelasnya.
Penanganan Aneurisma Tak Selalu Harus Operasi
Dr. Joy mengungkapkan bahwa tidak semua aneurisma otak harus langsung ditangani dengan operasi.
Penanganan tergantung pada ukuran dan lokasi aneurisma, serta kondisi pasien.
“Kalau aneurismanya kecil, di bawah 4 milimeter, biasanya kita observasi, wait and see, kecuali jika letaknya berbahaya,” ujarnya.
Namun, jika aneurisma berukuran besar atau berada di lokasi yang rawan pecah, maka intervensi medis diperlukan, baik melalui operasi microsurgery maupun prosedur minimal invasif seperti coiling dengan DSA.
“Kalau sudah pecah, ya mau tidak mau harus segera ditangani, bisa dengan operasi clipping atau coiling menggunakan DSA,” tambahnya.
Dokter dengan Rekor MURI
Di luar prestasi medisnya, dr. Joy juga menorehkan pencapaian membanggakan dengan tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai dokter dengan gelar Ph.D tercepat.
Ia menyelesaikan program doktoral di University of Helsinki, Finlandia, hanya dalam 18 bulan 12 hari—pencapaian luar biasa di dunia kedokteran.
“Saya sendiri tidak tahu awalnya. Teman yang kasih tahu ke MURI.
Dia bilang, ‘Dok, ini dokter Joy ini yang tercepat loh Ph.D-nya.’ Saya juga kaget, surprise,” kenangnya sambil tertawa.
Namun bagi Joy, pencapaiannya bukan hanya soal titel atau penghargaan.
“Saya selalu punya satu prinsip: saya akan kembali ke Indonesia dengan membawa sesuatu yang berharga,” tegasnya.
Yang dimaksud bukan semata gelar, tapi juga ilmu, inspirasi, dan kontribusi nyata bagi tanah air.
Pesan untuk Generasi Muda
Ketika ditanya soal pesan untuk anak muda Indonesia, dr. Joy dengan semangat menjawab:
“Semangat, semangat, semangat! Awalnya pasti terasa berat, kayaknya nggak mungkin. Tapi kalau terus persisten, pelan-pelan akan kelihatan hasilnya. Semuanya akan indah pada waktunya.”
Soal resep suksesnya menyelesaikan Ph.D dengan cepat, ia menjawab singkat tapi kuat:
“Kerja keras, kerja pintar,” katanya.
Pujian pun datang dari para senior dan guru besar kedokteran.
Prof. DR. dr. Satyanegara, Sp.BS(K) menyebut Joy sebagai fenomena, sementara Prof. dr. Ahmad Faried, PhD., Sp.BS(K)., FICS menyebutnya simbol persistensi.
“Ia keluar dari zona nyaman. Belajar dari dunia, kembali untuk Indonesia,” ujar Prof. Faried.
“Dan yang paling penting, tetap jadi Joy!”
Belajar dari Maestro Bedah Syaraf Dunia
Dokter yang menguasai teknik bedah canggih seperti Microsurgical Clipping & Coiling, Endoscopic Endonasal Transphenoidal Surgery (EETS), hingga Digital Subtraction Angiography (DSA) ini pernah belajar langsung dari Prof. Juha Hernesniemi, maestro bedah saraf dunia dengan lebih dari 16.000 operasi otak.
“Finlandia adalah pusatnya ilmu aneurisma. Saya harus belajar dari yang terbaik agar bisa memberikan yang terbaik untuk pasien saya di Indonesia,” ungkapnya.
Dr. Joy juga aktif dalam penelitian dan clinical fellowship di bidang bedah mikro serta pembuluh darah otak.
Ia menulis buku Memahami Aneurisma Otak yang kini menjadi referensi bagi mahasiswa kedokteran dan dokter muda.
Setelah dari Finlandia, ia melanjutkan pendidikannya ke Seoul University Hospital, Korea Selatan, untuk mendalami teknologi kateterisasi otak (DSA)—teknologi krusial dalam deteksi stroke dan aneurisma.
Kini, ia memimpin Pusat Saraf Komprehensif di RS Mandaya Puri memiliki pusat neurologi atau saraf komprehensif dan bisa menangani penyakit saraf langka dan dilengkapi dengan teknologi mutakhir seperti Digital PET CT, MR Ingenia Ambition 10 dan Linac Elekta Versa HD.
“Kita bisa. Kita mampu menghadirkan pengobatan otak kelas dunia di negeri sendiri,” tegasnya.
Mandaya Royal Hospital bahkan telah meluncurkan paket pemeriksaan otak MRI & MRA seharga Rp3,8 juta, termasuk konsultasi langsung dengan dr. Joy—membuktikan bahwa layanan neurovaskular bisa dijangkau masyarakat luas.
Mengenal Aneurisma Aorta, Penyakit yang Bisa Picu Kematian Mendadak |
![]() |
---|
Simak Olahraga Apa yang Disarankan Usai Aneurisma Otak Pasien Pecah |
![]() |
---|
Perempuan Berisiko Mengalami Penyakit Aneurisma Otak |
![]() |
---|
Sakit Kepala Tak Tertahankan, Bisa Jadi Gejala Aneurisma Otak |
![]() |
---|
Ketahui Bahaya Penyakit Aneurisma, Perokok Rentan Mengalaminya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.