Saran Dokter Onkologi untuk Penanganan Kasus Kanker di Indonesia yang Terus Meningkat
Kemenkes memperkirakan jumlah kasus kanker diprediksi meningkat lebih dari 70 persen pada 2050, jika tidak ada penguatan pencegahan dan deteksi dini.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memperkirakan jumlah kasus kanker diprediksi meningkat lebih dari 70 persen pada 2050, jika tidak ada penguatan pencegahan dan deteksi dini.
Data Kementerian Kesehatan RI dan Global Cancer Observatory (Globocan) menunjukkan tren mengkhawatirkan.
Baca juga: Pakar Onkologi Tiongkok Ungkap Rahasia Pasien Kanker Bisa Punya Kualitas Hidup yang Baik
Tahun 2022 terakhir tercatat 408.661 kasus baru dengan 242.099 kematian di Indonesia.
Diproyeksikan terjadi peningkatan 63 persen kasus baru pada periode 2025–2040 bila tidak ada intervensi signifikan.
Diantaranya Rencana Kanker Nasional 2024–2034.
Strategi ini menunjukkan komitmen dan Langkah pemerintah dalam menghadapi tantangan pengendalian kanker.
Pendekatan yang diusung mencakup promotif, preventif, kuratif, hingga paliatif, serta menekankan integrasi riset dan tata kelola sistem kesehatan.
Hal ini sejalan dengan rekomendasi WHO, sekaligus menegaskan semakin kuatnya political will dalam menanggulangi salah satu penyakit katastropik ini.
Tantangan Pelayanan Kanker di Indonesia
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi dan onkologi medik Prof. dr. Nuzirwan Acang menuturkan, ada ketimpangan layanan di daerah-daerah.
Hal itu disampaikan dia dalam kegiatan konferensi pers Strategi Ampuh Melawan Kanker: Membangun Sinergi Antara Tenaga Kesehatan dan Stakeholders yang digelar ROICAM di Jakarta pada Sabtu (27/9/2025).
"Misalnya keterlambatan diagnosis akibat fasilitas pelayanan dan akses yang belum merata yang menyebabkan tingginya penemuan kanker stadium lanjut pada tahap awal diagnosis," tutur dia.
Faktor lain adalah kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini kanker, pembiayaan kanker yang tergolong berbiaya besar.
Belum lagi jumlah dan distribusi tenaga kesehatan yang bergerak di bidang onkologi seperti Konsultan Hematologi Onkologi Medik (KHOM) masih terbatas pada 188 dokter per September 2025, dengan prediksi penambahan 150–250 orang dalam 5 tahun ke depan.
Semua kendala ini berpotensi memperlebar jarak antara strategi dan realisasi di lapangan.
Ditambahkan Ketua Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia PERHOMPEDIN Cabang Jakarta dr. Ronald Alexander Hukom, jumlah dokter-dokter spesialis penyakit dalam yang tertarik di bidang onkologi (Internist Fellowship of Oncology, IFO) bisa diperbanyak agar pelayanan onkologi dapat lebih menjangkau sampai perifer.
Dokter penyakit dalam dan konsultan hematologi–onkologi medik (KHOM) nantinya berperan sebagai, penjaga pintu diagnosis awal, pendidik pasien dan masyarakat hingg agen perubahan dalam riset dan pendidikan kedokteran.
"Dokter-dokter ini diharapkan mampu menjadi jembatan antara inovasi medis dengan realitas lapangan," ungkap dia.
Ada Peluang Baru AI dalam Layanan Kanker
Meski tantangan besar, kemajuan teknologi menghadirkan harapan baru.
Kepala Kelompok Staf Medik Hematologi Onkologi Medik RS Kanker Dharmais Dr. dr. Hilman Tadjoedin menerangkan bahwa kecerdasan buatan (AI) membuka era baru precision oncology.
AI dapat digunakan untuk diagnosa, perencanaan terapi, radioterapi canggih, nano-imunoterapi, dan analisis genomik klinis. Namun, pemanfaatannya masih terpusat di kota besar dan belum didukung infrastruktur serta SDM yang memadai di daerah.
“Penanganan kanker tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan sinergi lintas sektor: masyarakat, tenaga kesehatan, akademisi, pemerintah, dan swasta,” tegas dr. Hilman.
Oleh karena itu, konferensi ROICAM tahun ini mengusung tema: “Embracing the Future: Synergy among Healthcare Professionals and Stakeholders in Cancer Management.”
Roicam merupakan konferensi atau simposium ilmiah tahunan yang diselenggarakan oleh komunitas dokter penyakit dalam, khususnya yang fokus pada Hematologi dan Onkologi Medik di Indonesia.
Kanker merupakan tantangan besar yang hanya dapat ditangani melalui sinergi lintas sektor.
Dokter, tenaga kesehatan, pemerintah, swasta, akademisi, hingga masyarakat perlu berkolaborasi dalam menciptakan sistem pelayanan yang berkeadilan, modern, dan berkelanjutan.
"Kegiatan menjadi momentum untuk memperkuat sinergi ini, dengan tujuan akhir membangun pusat-pusat pelayanan kanker Indonesia yang berkualitas tinggi, terjangkau, dan mampu bersaing di tingkat global," ujar Ketua Pelaksana ROICAM 12 dr. Eka Widya Khorinal, Sp. PD.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.