Kamis, 6 November 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Ahli Gizi Soroti Efektivitas Program MBG, Perlu Monitoring di Satuan Pendidikan

Program MBG disorot ahli gizi. Perlu monitoring mendalam untuk menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia.

Penulis: Choirul Arifin
Tribunnews.com/Ist
DAPUR SPPG — Sejumlah petugas menyiapkan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG, Jakarta, belum lama ini. Meski mendapat dukungan Menteri Keuangan, program ini dinilai belum bisa berjalan maksimal karena anggaran masih tertahan. 
Ringkasan Berita:
  • Indonesia menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition yang mencakup stunting, anemia dan obesitas yang semakin meningkat.
  • Stunting selain membuat pertumbuhan tinggi badan anak terganggung, juga berdampak luas pada penurunan kualitas hidup, dan tingkat kecerdasan.
  • Program MBG perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga. 

 


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi kesehatan berpendapat Program Makanan Bergizi (MBG) yang kini dijalankan Pemerintah tidak hanya menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia tapi menjadi investasi jangka panjang untuk mencetak sumber daya manusia menyongsong Indonesia Emas 2045. 

Baca juga: Gapembi Riau Dilantik, Fokus Awal Sertifikasi Dapur dan Koordinasi Program Gizi

Mochammad Rizal, MS, RD, ahli gizi yang tengah menempuh studi PhD pada bidang International Nutrition, Cornell University, New York, AS, mengatakan, Indonesia menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition yang mencakup stunting, anemia dan obesitas yang semakin meningkat.

Fenomena tersebut terutama terjadi pada anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Permasalahan stunting, ternyata tidak hanya tentang tinggi badan, tetapi berdampak luas pada penurunan kualitas hidup, tingkat IQ dan potensi daya ekonomi anak di masa depan. 

Hal ini secara langsung mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam jangka panjang.

“Jadi permasalahan gizi yang ingin kita atasi saat ini bukan hanya tentang tinggi badan. Oleh karena itu pemerintah mengklaim bahwa MBG adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia emas 2045,” kata Mochammad Rizal dikutip Minggu, 2 November 2025.

Dia menjelaskan, secara ideal, intervensi gizi yang paling spesifik untuk mengatasi masalah stunting secara langsung adalah menyasar target ibu hamil hingga anak usia dua tahun. 

Sementara, masalah utama yang ingin dijawab MBG adalah memastikan akses pangan bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Jika dijalankan dengan tepat sasaran, konsisten, dan menyajikan makanan bergizi berkualitas, MBG dapat memberikan dampak berantai yang positif. Dampak yang paling utama adalah peningkatan kesehatan dan gizi. 

“Dalam jangka pendek yang bisa kita saksikan adalah peningkatan status gizi dan kesehatan anak akan meningkat, seperti misalnya penurunan angka anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini, kelak akan melahirkan generasi yang bebas stunting.” jelas Rizal.

Selain peningkatan taraf kesehatan dan status gizi, hal lain yang menjadi harapan dari MBG adalah dapat memotivasi anak untuk semangat datang ke sekolah.

Dengan perut terisi makanan bergizi, konsentrasi belajar diharapkan meningkat. 

Program ini juga diharapkan mampu mendongkrak produktivitas rantai pasok pangan lokal, seperti petani, nelayan, dan katering lokal.

Namun begitu, implementasi MBG di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan kompleks.

Kebiasaan makan anak sekarang yang terbiasa mengkonsumsi Ultra Processed Food (UPF) seperti snack, permen, serta makanan tinggi gula, garam, dan lemak menjadi tantangan. 

“Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan (food waste). Sebaliknya, memberikan menu berbasis UPF seperti nugget ataupun sosis, agar makanan habis, justru mengalihkan tujuan utama pemenuhan gizi dari program ini. Perlu strategi bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa saat ini,” ujar Rizal.

Monitoring dan Evaluasi di Satuan Pendidikan

Untuk mengukur adanya perubahan perilaku pola makan sehat di sekolah, dilakukan evaluasi makanan yang habis atau tidak habis dikonsumsi secara berkala. Selain itu sekolah juga diharapkan untuk mengumpulkan data jumlah makanan tidak layak konsumsi,  hingga pelaporan jumlah kejadian tak terduga, termasuk insiden keamanan pangan yang terjadi di sekolah. 
Panduan evaluasi ini tertuang dalam Panduan Implementasi Program MBG di Satuan Pendidikan yang disusun Kemendikdasmen (2025). 

Selain itu, dalam upaya mengukur dampak MBG, sekolah dihimbau untuk melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, serta indeks massa tubuh siswa setiap enam bulan sekali. 

Selain itu, sekolah juga diwajibkan mengukur perubahan perilaku  siswa tentang gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.

Melalui panduan tersebut, harapannya pengumpulan data yang komprehensif seperti, data jumlah penerima manfaat, data menu MBG, data food waste, dan status gizi sebelum dan setelah MBG berjalan, menjadi basis data sangat penting untuk evaluasi kebijakan. 

Apabila memang hasilnya positif, hal tersebut menjadi validasi bahwa MBG adalah program yang baik dan perlu dipertahankan.

SDM dan Keamanan Pangan

Peran ahli gizi dalam program ini pun menjadi sangat krusial, baik untuk memastikan gizi seimbang maupun keamanan pangan terimplementasi dengan baik. Namun, beban kerja yang tidak ideal menjadi tantangan yang perlu segera diperbaiki. 

“Sejauh yang saya dengar dengan rasio 1 ahli gizi untuk memantau 3000-4000 porsi itu sangat berat. Beban ini berpeluang membuat terjadinya insiden keamanan pangan. Namun regulasi baru yang saya dengar telah membatasi produksi maksimal 2000 porsi pada Satuan Penyediaan Pangan Bergizi (SPPG). Ini adalah langkah perbaikan yang baik, karena bisa mengurangi beban kerja dan risiko keamanan pangan,” ujar Rizal.

Menurutnya, MBG perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga. Di luar menyiapkan menu MBG, peran ahli gizi untuk mengedukasi siswa menjadi penting. Dengan begitu pemahaman yang baik tentang pola makan dan gizi seimbang bisa terbangun

“Ini program baru sehingga masih banyak tantangan yang perlu dibenahi, termasuk memberikan masukan yang baik sangat dibutuhkan.” tutup Rizal.

Program MBG adalah program besar yang melibatkan banyak pihak. Dengan kolaborasi, implementasi tepat, serta monitoring ketat, program ini memiliki potensi besar untuk menjadi pondasi kokoh dalam mencetak generasi emas Indonesia 2045 yang sehat, cerdas, dan produktif.(tribunnews/fin)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved