Satu dari 4 Orang Dewasa di Indonesia Obesitas, Diabetes Pun Mengancam, Saatnya Kendalikan
Indonesia dihadapkan pada tantangan ganda yang memerlukan aksi kolektif segera—meningkatnya angka obesitas dan diabetes.
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dihadapkan pada tantangan ganda yang memerlukan aksi kolektif segera yakni meningkatnya angka obesitas dan diabetes.
Dua kondisi yang saling berkaitan dan kini mendorong krisis kesehatan serta ekonomi yang semakin serius.
Baca juga: Penanganan Obesitas Butuh Konsistensi dan Disiplin, Olahraga Rutin Cukup 15 Menit
Menurut IDF Diabetes Atlas edisi ke-11 (2024), 20,4 juta orang di Indonesia hidup dengan diabetes, dan angka ini diproyeksikan melonjak menjadi 28,6 juta pada tahun 2050.
Indonesia kini menjadi negara ke-5 tertinggi di dunia dengan jumlah orang dewasa dengan diabetes.
Situasi obesitas yang menyertainya tak kalah mengkhawatirkan.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi obesitas pada usia di atas 18 tahun meningkat dari 21,8 persen pada 2018 menjadi 23,4 persen pada 2023, dan obesitas sentral mencapai 36,8 persen pada kelompok usia di atas 15 tahun.
Penelitian dari Institut Pertanian Bogor bahkan memperkirakan bahwa obesitas menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp 78,478 miliar per tahun, menggambarkan bagaimana masalah ini bukan hanya soal individu, tetapi krisis yang berdampak sistemik.
Obesitas: Lebih dari Sekadar Berat Badan
Obesitas bukan sekadar urusan berat badan—tetapi kondisi medis kronis yang menimbulkan risiko serius bagi kesehatan, termasuk diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, sleep apnea, osteoartritis, hingga beberapa jenis kanker.
Lemak viseral di dalam tubuh memainkan peran besar dalam memicu resistensi insulin dan inflamasi kronis, yang membuka jalan menuju diabetes.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Obesitas, sebuah panduan komprehensif bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dalam mengenali dan mengelola obesitas secara tepat.
PNPK Obesitas menekankan pendekatan bertahap—dimulai dengan perubahan gaya hidup (aktivitas fisik, pola makan, dan tidur), lalu bila belum cukup, terapi medis atau farmakoterapi sesuai
indikasi, dengan pemantauan dan rujukan tepat waktu.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan jika statistik tentang obesitas suatu tanda krisis.
“Sekitar satu dari empat orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas, dan lebih dari satu dari tiga mengalami obesitas sentral. Ini bukan sekadar angka statistik, tapi peringatan keras—karena di balik tren obesitas, risiko diabetes meningkat tajam," katanya.
Nadia mengatakan saatnya bertindak, jika tidak ingin beban penyakit kronis akan terus bertambah.
Menurut dr. Dicky L. Tahapary, Sp.PD, K-EMD, Ph.D, dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik, dan diabetes yang merupakan Bendahara Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan [jabatan] Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), obesitas dan diabetes bagaikan dua sisi dari koin yang sama.
"Penurunan berat badan 5–10 persen saja sudah terbukti memperbaiki kadar gula darah, tekanan darah, dan lipid; sementara penurunan lebih dari 10–15 persen, bahkan dapat mendorong remisi diabetes tipe 2," jelasnya.
Baca juga: Efektif Cegah Obesitas, Konsumsi Cukup Protein dan Serat Bikin Kenyang Lebih Lama
Jika diet dan olahraga belum cukup, itu bukan kegagalan, tetapi sinyal bahwa sudah waktunya berkonsultasi dengan dokter.
Sesuai panduan PNPK Obesitas, pendekatan bertahap tetap menjadi kunci—dimulai dari pola makan sehat dan aktivitas fisik teratur, dilanjutkan dengan opsi faramakoterapi atau terapi medis berbasis bukti, misalnya GLP-1, yang tentunya di bawah pengawasan dokter.”
Menghapus Stigma, Membangun Dukungan
Masih banyak individu dengan obesitas yang berjuang sendiri dan enggan mencari bantuan tenaga kesehatan karena stigma dan rasa bersalah.
Padahal, obesitas bukan kegagalan pribadi—melainkan kondisi medis kompleks yang membutuhkan dukungan nyata.
Seperti dikatakan Nadia, jika mengatasi obesitas harus melalui sksi bersama lintas sektor—dari edukasi publik, layanan kesehatan, hingga kebijakan yang mendorong pola hidup sehat—menjadi kunci untuk menekan laju obesitas dan diabetes di Indonesia.
Menangkap imbauan pemerintah dan menegaskan komitmennya untuk membantu lebih banyak masyarakat mendapatkan perawatan yang tepat, Novo Nordisk Indonesia terus mendorong peningkatan akses terhadap edukasi, layanan kesehatan, dan dukungan medis yang tepercaya bagi individu dengan obesitas di seluruh Indonesia.
Clinical, Medical, & Regulatory Director Novo Nordisk Indonesia dr. Riyanny M. Tarliman, menegaskan pentingnya mengubah cara pandang terhadap obesitas.
“Kelebihan berat badan atau obesitas bukan kesalahan individu. Ini adalah kondisi medis kompleks yang membutuhkan dukungan nyata. Individu dengan obesitas berhak mendapatkan bantuan medis yang tepat untuk mengelola obesitas. Kami menghadirkan akses untuk menemukan dokter dan informasi yang tepercaya dan dapat memberikan dukungan untuk mengelola obesitas.”
Inovasi dalam Penanganan Obesitas
Bagi sebagian orang, perubahan gaya hidup saja belum cukup untuk mencapai penurunan berat badan yang bermakna.
Dalam kondisi seperti ini, terapi medis anti-obesitas di bawah pengawasan dokter dapat menjadi pilihan, bersama dengan program diet rendah kalori dan aktivitas fisik teratur, seperti yang tertuang dalam PNPK Obesitas (KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/509/2025 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KLINIS TATA LAKSANA OBESITAS DEWASA).
Dengan inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan panduan klinis yang terbukti, Novo Nordisk berkomitmen untuk terus mendorong perubahan dalam penanganan obesitas dan diabetes di Indonesia. Lebih dari sekadar penurunan berat badan, penatalaksanaan obesitas bertujuan mengembalikan harapan, meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi serius.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.