Jumat, 10 Oktober 2025

Mahfud MD Akui Masih Garang Setelah Dijadikan Menteri Jokowi & Singgung Prabowo: Garang Juga

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan dirinya masih menjadi orang yang garang saat ini.

Tribunnews.com/Gita Irawan
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman, Mahfud MD 

Mengutip TribunTimur.com, ia mengiktui sejumlah organisasi kemahasiswaan intrauniversitas seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan pers mahasiswa.

Ia juga aktif mengikuti organisasi luar universitas yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Mahfud MD juga mengikuti lembaga pers mahasiswa.

Ia pernah menjadi pimpinan di majalah mahasiswa Fakultas Hukum UII, Keadilan.

Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, majalah Muhibbah yang dipimpinnya dibreidel sampai dua kali.

Pertama, dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo pada 1978.

Terakhir, dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada 1983.

Lalu, Mahfud MD mulai bekerja sebagai dosen setelah lulus dari UII.

Ketika itu ia melihat, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik.

Sehingga, energi politiknya selalu lebih kuat daripada energi hukum.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemananan (Menko Polhukam) Mahfud MD
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemananan (Menko Polhukam) Mahfud MD (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

Kekecewaannya pada hukum yang selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik menyebabkan Mahfud MD ingin belajar ilmu politik.

Lalu, saat ia bekerja di Mahkamah Konstitusi (MK), menurutnya kredibilitas MK sebagai lembaga tidak diragukan lagi.

Meski ada dua lembaga lain yang juga bagus dan bersih, yaitu Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi, MK masih steril dari sandungan kasus hukum.

Mahfud MD saat itu tidak memasang target sebagai hakim konstitusi.

Ia bekerja mengalir sesuai kewenangan yang diberikan.

Menurutnya, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan birokrasi lain seperti menteri.

Sebagai menteri, harus kreatif dan mendinamiskan banyak program.

Sedangkan menjadi hakim konstitusi justru tidak boleh banyak program.

Alasannya, banyak program malah akan berpotensi melanggar kewenangannya.

(Tribunnews.com/Nuryanti/TribunTimur.com)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved