Tradisi Cengkung di PALI
Bunyi Gong di Malam Pertama Pertanda Pengantinnya Masih Perawan
Dalam tradisi tersebut, pasangan pengantin yang baru menikah diwajibkan melakukan "malam pertama" di atas sehelai kain putih.
Editor:
Sugiyarto
"Kalau dulu, membuat janji nikah saja cuma ngobrol tanpa bertatap muka. Rumah di sini kan panggung, jadi gadis di dalam rumah, sementara pemuda di bawah rumah," katanya.
Saat menikah di tahun 1991, Zulkopli memang tak lagi menggunakan adat tersebut. Namun pembatasan pergaulan antar bujang dan gadis masih tetap terpelihara. "Kalau sekarang, saya tak tahu lagi mau bilang apa," ujarnya.
Berharap Tradisi Tetap Lestari
Tradisi cengkung yang pernah mengakar di tengah masyarakat tersebut diyakini mampu menjaga pergaulan generasi muda.
Beberapa tokoh masyarakat di PALI bahkan memimpikan tradisi itu kembali lagi, melihat pergaulan bebas tak terkendali akhir-akhir ini.
Menurut mereka, dengan tradisi cengkung, selain pengetahuan agama, para remaja mendapatkan "pengamanan" ekstra ketat dari keluarganya.
Jika orangtua salah dalam mengasuh anak, ancaman dipermalukan ditengah khalayak ramai bakal diterima. Apalagi bila anak gadis yang baru menikah sehari langsung dicerai suaminya hanya gara-gara tidak perawan lagi.
Seperti diungkapkan Fatmawana SH, wakil ketua KNPI Kabupaten PALI. Tokoh perempuan yang berasal dari Desa Purun, Kecamatan Penukal, itu menyesalkan hilangnya tradisi itu.
Menurut dia, memang harus diakui ada sisi positif dan negatif dari tradisi tersebut. Sisi negatifnya memang terkesan kejam, karena perempuan yang tidak perawan saat menikah akan dipermalukan.
"Kita semua tahu. Keperawanan bisa hilang tidak hanya karena berhubungan. Bisa akibat kecelakaan sepeda, dan sebagainya. Tapi kan ada celah untuk membela diri. Sebelum tradisi cengkung dilaksanakan, pengantin perempuan bisa ditanya terlebih dahulu, apakah pernah kecelakaan atau tidak. Di sini bisa dijadikan celah untuk pembelaan," ujar mantan finalis Bujang Gadis Palembang itu.
Bahkan alumni Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang yang masih lajang ini mengaku siap menjalankan tradisi ini bila menikah kelak.
Sebab ia yakin itu bisa menjadi kebanggaan keluarga, bahwa orang tua kita mampu menjaga dan mendidik anak. Ketua Srikandi Indonesia Kabupaten PALI ini berharap tradisi cengkung bisa dilestarikan.
"Kadang rindu melihat tradisi ini. Karena sekarang sudah jarang dilakukan. Padahal, tradisi ini sangat bagus agar para remaja mendapat pelajaran, bahwa seks di luar nikah itu berbahaya dan memalukan. Ini bagus untuk perkembangan generasi muda PALI," katanya.
Saat beranjak remaja ,ibunya juga tak jemu-jemu memberikan arahan agar dirinya dapat menjaga diri. Orangtuanya sangat takut bila kelak keluarganya dipermalukan.
"Karena sanksi sosialnya sangat kejam, orangtua kita jadi sangat berhati-hati. Ini sisi positif sehingga saya mendukung tradisi ini dilestarikan," ujarnya.