Idul Adha 2025
Teks Khutbah Idul Adha 2025: Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam
Berikut teks khutbah Idul Adha 2025 yang berjudul "Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam".
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Bobby Wiratama
Sedangkan Imam Al-Alusi dalam tafsirnya Rûh Al-Ma’âni meriwayatkan bahwa, Siti Hajar yang ditinggalkan tidak hanya diam, ia menanyakan kepada suaminya Ibrahim berkalikali, kenapa mereka ditinggalkan di tempat yang tandus tak berpenghuni? Apakah ini merupakan perintah Allah kepadamu? Nabi Ibrahim a.s. menjawab: “Iya”, sambil menahan kesedihan mendalam karena akan meninggalkan keluarganya. Siti Hajar hanya pasrah, dan yakin Allah Swt tidak akan menyengsarakan hamba-Nya.
Dalam perspektif teologis, Siti Hajar sangat meyakini kebesaran Allah Swt yang menyiapkan keseimbangan lingkungan, sehingga ia berlari-lari kecil dari bukit Safa ke bukit Marwah, bolak balik sebanyak tujuh kali, sampai Allah jawab dengan dihadirkannya sumber mata air, yang dikenal dengan zamzam.
Air zamzam terbukti peranannya sampai hari ini sebagai sumber kehidupan di Tanah Suci Makkah dan Madinah, bahkan keberkahannya dinikmati oleh seluruh umat muslim di dunia.
Sedangkan dalam perspektif ekologi, usaha Siti Hajar untuk menemukan sumber mata air, harus menjadi pelajaran bagi kita. Betapa penting posisi air dalam kehidupan, sehingga harus dijaga kualitas dan kuantitasnya.
Dalam suasana Iduladha, penggunaan air harus tetap proporsional, tidak boleh boros apalagi semaunya, demi menjaga kelestarian alam dan keberlangsungan kehidupan.
Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,
Selain kisah heroik Siti Hajar tersebut, momen Iduladha ini juga mengingatkan kita tentang kisah fenomenal Nabi Ismail a.s. yang siap memenuhi mimpi ayahnya, Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih beliau sesuai perintah Allah Swt. Ketabahan dan kesabaran sikap Ismail ini adalah buah dari ketegaran dan keikhlasan Siti Hajar pada saat ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. dijelaskan dalam AlQur’an surah Ash-Shaffat, Allah Swt berfirman:
“Maka ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya. Ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang yang sabar.” Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah). Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesuungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ”Salam sejahtera atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ash-Shaffât/37: 102-110).
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa usia Nabi Ismail a.s. pada saat itu sekitar 13 tahun. Tetapi kematangan sikap yang ditampilkan menunjukkan keberhasilan Nabi Ibrahim a.s. dan Siti Hajar dalam mendidik anaknya tentang tauhid, akhlak, kesabaran, dan keikhlasan.
Kesediaan Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih putra kesayangannya adalah bukti ketaatannya kepada Allah Swt. Nabi Ibrahim a.s. mengesampingkan sifat egois, rakus, serakah, atau kepentingan diri sendiri.
Inilah yang patut diteladani oleh umat muslim di momen Iduladha. Jangan sampai keserakahan, sifat egois, rakus, dan kepentingan pribadi mengalahkan kemaslahatan umum, sehingga mengganggu kestabilan alam dan keseimbangan kehidupan.
Secara teologis, pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s. mengajarkan kita bahwa kesalehan spiritual dapat berdampak positif pada kebaikan sosial dan kesejahteraan kehidupan. Itulah yang dijelaskan dalam surah Ash-Shaffat ayat 9 di atas, “sejahtera bagi Ibrahim).
Sedangkan perspektif ekologi, pengorbanan Nabi Ibrahim mengajarkan kita agar lebih peduli dengan lingkungan, karena syariat berkurban dapat mencegah populasi hewan ternak yang berlebihan. Dengan ibadah kurban, populasi hewan ternak menjadi seimbang, tidak memicu erosi tanah dan pencemaran air.
Apalagi Islam mengajarkan untuk memilih hewan ternak yang sehat dan terbaik, kemudian dipotong dengan syariat Islam, secara manusiawi, dan ramah lingkungan.
Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.