Bacaan Doa
Doa setelah Adzan, Amalan Kecil dengan Pahala yang Besar
Doa setelah adzan dapat dibaca agar mendapatkan pahala. Adzan menjadi ibadah yang dianjurkan bagi umat Islam sebagai panggilan sholat fardhu.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Adzan adalah seruan kepada umat Islam untuk melaksanakan sholat fardhu.
Kata "(أَذَان) Azan" memiliki makna izin, telinga, perintah, atau panggilan.
Umat Islam dianjurkan untuk membaca doa setelah adzan.
Tujuannya untuk memuliakan Allah SWT dan mendoakan Rasulullah SAW.
Kementerian Agama RI (Kemenag) menjelaskan bahwa ada salah satu hadis yang menyebutkan pahala bagi orang yang mengumandangkan adzan.
"Seandainya manusia mengetahui pahala yang terdapat dalam azan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali diundi, maka mereka akan melakukannya." (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).
Hukum mengumandangkan adzan adalah sunah kifayah artinya jika sudah ada orang yang melaksanakan maka yang lainnya gugur untuk melaksanakannya, menurut penjelasan buku Kupas Tuntas Salat (Tata Cara Dan Hikmahnya) oleh H.M. Masykuri Abdurrahman and Mokh. Syaiful Bakhri, terbitan Erlangga tahun 2006.
Adzan diperintahkan atau ditetapkan dalam syariat (ajaran) Islam oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai bagian dari ibadah yang harus atau dianjurkan untuk dilakukan, sebagaimana dalam Al-Quran:
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk melaksanakan shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian karena mereka orang-orang yang tidak mengerti." (QS. Al-Maidah: 58).
Setelah adzan, akan dikumandangkan iqomah yaitu lafal yang menunjukkan bahwa sholat sudah siap untuk dilaksanakan.
Kemenag menjelaskan bahwa adzan dan iqomah dapat dilakukan oleh dua orang yang berbeda.
Baca juga: Doa Nabi Yunus, Rahasia Keluar dari Kesulitan dengan Bertaubat
Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi dengan mengutip Al-Hafiz Al-Hazimi yang menjelaskan bahwa para ahli ilmu bersepakat tentang kebolehan bergantian mengumandangkan adzan dan iqamah.
Ibnu Malik mengatakan bahwa hal tersebut makruh tetapi menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah tidak makruh.
Kemenag mengatakan hal itu tidak makruh atas dasar riwayat bahwa Ibnu Umi Maktum ketika azan, maka yang iqamah adalah Bilal, begitu juga sebaliknya.
Di Indonesia, adzan biasanya dikumandangkan menggunakan pengeras suara di masjid dan musala, namun harus sesuai Surat Edaran No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Aturan tersebut berisi aturan mengumandangkan adzan boleh menggunakan pengeras suara luar dan untuk berbagai ibadah di bulan Ramadhan menggunakan pengeras suara dalam ruangan.
Lafal Adzan
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Ash-hadu allā ilāha illallāh
Ash-hadu allā ilāha illallāh
Ash-hadu anna Muḥammadan rasūlullāh
Ash-hadu anna Muḥammadan rasūlullāh
Ḥayya ‘alaṣ-ṣalāh
Ḥayya ‘alaṣ-ṣalāh
Ḥayya ‘alal-falāḥ
Ḥayya ‘alal-falāḥ
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Lā ilāha illallāh.
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Marilah shalat
Marilah shalat
Marilah menuju kemenangan (kebahagiaan)
Marilah menuju kemenangan (kebahagiaan)
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tiada Tuhan selain Allah.
Doa Setelah Adzan
اللَّهُمَّ رَبَّ هٰذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
Allâhumma rabba hâdzihid-da‘watit-tâmmah, waṣ-ṣalâtil-qâ’imah, âti Muḥammadanil-wasîlata wal-faḍîlah, wab‘at-hu maqâman maḥmûdan allażî wa‘adtah.
Artinya: "Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna dan shalat yang ditegakkan ini, berikanlah dengan limpah karuniaMu kepada Nabi Muhammad kedudukan dan keutamaan (paling tinggi) dan limpahkanlah kepadanya tempat yang terpuji yang telah engkau janjikan." (H.R. Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah).
Lafal Iqomah
اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ
اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Ash-hadu allā ilāha illallāh
Ash-hadu anna Muḥammadan rasūlullāh
Ḥayya ‘alaṣ-ṣalāh
Ḥayya ‘alal-falāḥ
Qad qāmatiṣ-ṣalāh, qad qāmatiṣ-ṣalāh
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Lā ilāha illallāh.
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Marilah shalat
Marilah menuju kemenangan (kebahagiaan)
Shalat telah didirikan, shalat telah didirikan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tidak ada Tuhan selain Allah.
Sejarah Adzan menurut Hadis
Dalam Jurnal Kajian Al-Quran & Tafsir AL-MUBARAK, disebutkan awal mula adzan diperintahkan pada tahun pertama hijriyah (tahun penanggalan Islam).
Saat itu, Rasulullah mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah terkait cara memberitahu umat Islam akan tibanya waktu sholat sehingga mereka segera pergi ke masjid.
Dari Muslim disebutkan:
Dari Abdullah bin Umar beliau berkata, "Suatu waktu ketika kaum muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul sembari menunggu shalat. Akan tetapi tidak seorangpun di antara mereka yang dapat memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba. Sehingga suatu hari mereka bermusyawarah, sebagian di antara mereka menyarankan untuk membunyikan lonceng seperti yang biasa digunakan oleh kaum Nasrani. Sedang sebagian yang lain mengusulkan membunyikan terompet seperti yang digunakan oleh kaum Yahudi. Kemudian Umar berujar, "Bagaimana jika kalian memilih salah seorang menjadi petugas guna mengingatkan manusia shalat?" Lalu Rasulullah menyetujui usulan Umar seraya bersabda, "Wahai Bilal, berdirilah serta panggillah manusia untuk shalat." (HR. Muslim)
Hadis tersebut menjelaskan kaum muslimin sholat tanpa adzan di Makkah semenjak diperintahkannya pada malam mi'raj, yaitu ketika Rasulullah naik ke langit (Sidratul Muntaha), hingga bertemu langsung dengan Allah SWT untuk menerima perintah sholat fardhu.
Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan cara memanggil orang-orang agar sholat di masjid.
Diriwayatkan oleh Abu Daud, disebutkan:
Nabi SAW menaruh perhatian tentang cara mengumpulkan orang untuk shalat, hingga dikatakan kepada beliau, "Tegakkan bendera ketika tiba waktu shalat. Jika mereka melihatnya, maka sebagian mereka menyeru sebagian lainnya. Namun cara ini tidak menarik perhatian beliau. Lalu disebutkan kepada beliau dengan terompet. Sedangkan Ziad malah berkata, "Terompet orang-orang Yahudi." Beliau pun bersabda "Itu bagian dari ajaran Yahudi." Lalu disebutkan kepada beliau tentang lonceng, beliau bersabda, "Itu bagian dari orang Nasrani." Lalu pulanglah Abdullah bin Zaid orang yang sangat menaruh perhatian terhadap keinginan kuat Rasulullah sehingga dirinya ditunjuki azan dalam tidurnya. Ia berkata, "Ia kemudian menemui Rasulullah untuk menyampaikan berita. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, ketika aku dalam keadaan antara tidur dan sadar, tiba-tiba datang kepadaku seorang yang menunjukiku Azan." Ia berkata, "Kemudian Umar bin Khattab telah bermimpi hal yang sama denganku sebelumku yang kemudian beliau simpan saja selama dua puluh hari, kemudian beliau menyampaikan kepada Rasulullah," lalu Rasulullah bersabda kepadanya, "Apa yang menghalangimu untuk menyampaikannya kepadaku?" Beliau menjawab, "Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, sehingga aku malu." Rasulullah bersabda, "Wahai Bilal, berdirilah dan lihat apa yang akan diperintahkan kepadamu oleh Abdullah bin Zaid, maka kerjakanlah." Kemudian Bilal pun mengumandangkan Azan. (HR. Abu Daud).
Hadis kedua menerangkan bahwa mereka mencoba berbagai untuk menemukan cara memanggil orang-orang untuk sholat di masjid.
Namun, Rasulullah menolak usulan para sahabat yang menggunakan bendera, terompet, dan lonceng.
Kemudian, Abdullah bin Zaid bermimpi ada seseorang (malaikat) yang mengajarinya cara memanggil manusia untuk shalat (azan), lalu Abdullah bin Zaid mengabarkan kepada Rasulullah perihal mimpinya dan beliau menyuruh Abdullah bin Zaid untuk mengajari lafal Azan kepada Bilal disebabkan beliau memiliki suara lantang.
Syarat Adzan
Seorang muslim perlu mengetahui syarat sebelum menjadi Muadzin atau orang yang mengumandangkan adzan, yaitu:
- Masuk waktu shalat, hal ini termasuk syarat sah azan, sehingga Azan yang dilakukan di luar waktu shalat bisa dikatakan tidak sah
- Berniat azan. Hendaknya seorang yang akan azan berniat di dalam hatinya ia ikhlas karena Allah
- Berusaha semaksimal mungkin tidak terjadi kesalahan saat mengucapkan lafal Azan.
- Lafal azan diucapkan sesuai urutan yang telah diajarkan oleh syariat
- Lafal azan diucapkan secara bersambung
- Adzan dengan suara lantang, hal ini tujuannya agar azan didengar oleh orang yang tidak berada di tempat muadzin.
Fungsi Adzan
Lafal adzan dapat dibaca untuk keperluan tertentu, selain sebagai panggilan waktu sholat fardhu.
Adzan dapat dilafalkan ketika umat Islam mengumandangkan kebesaran Allah SWT.
1. Membaca adzan kepada bayi yang baru lahir di telinga sebelah kanan dan iqomah di sebelah kiri agar kalimat yang pertama kali didengar bayi adalah lafal tauhid, ini hukumnya sunah.
2. Disunahkan mengumandangkan adzan ketika melihat penampakan jin, pengusiran sihir dari para pengadi jin/syaitan atau saat ada kejadian yang mengerikan, sebagaimana dalam hadis:
Rasulullah bersabda: "Jika terjadi kepada kalian hal-hal yang menakutkan, maka segeralah kalian mengumandangkan azan." (HR. An-Nasa’i dari sahabat Jabir bin Abdullah)
Aturan Penggunaan Pengeras Suara
Kementerian Agama RI mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala melalui Surat Edaran No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Aturan tersebut bertujuan untuk menertibkan penggunaan pengeras suara untuk adzan sehari-hari dan kegiatan khusus pada bulan Ramadhan, Idul Fitri, dll.
Waktu Salat:
1) Subuh:
- sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau sholawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
- pelaksanaan Salat Subuh, zikir, doa, dan Kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.
2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:
- sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau sholawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan
- sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.
3) Jumat:
- sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau sholawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
- penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jumat, salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Penggunaan Pengeras Suara Luar dan Dalam
1. Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;
2. Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musalla dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
3. Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;
4. Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan
5. Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musalla dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.