Tata Cara Sholat Tolak Bala Hajat Lidaf’il Bala’ Lengkap dengan Bacaan Doa Latin dan Artinya
Tata cara sholat tolak bala mutlak Hajat Lidaf’il Bala’, lengkap dengan bacaan doa, latin dan artinya, bentuk ikhtiar untuk memohon perlindungan.
Penulis:
Muhammad Alvian Fakka
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Dalam tradisi Islam Nusantara, sholat tolak bala atau dikenal sebagai Sholat Hajat Lidaf’il Bala’.
Sholat tolak bala menjadi salah satu bentuk ikhtiar spiritual yang dilakukan umat Muslim untuk memohon perlindungan dari Allah SWT terhadap berbagai bentuk marabahaya, musibah, dan bencana yang mungkin menimpa.
Ibadah ini bukan sekadar ritual, melainkan manifestasi dari kesadaran kolektif bahwa manusia memiliki keterbatasan dan hanya kepada Tuhan-lah tempat berlindung yang hakiki.
Sholat ini biasanya dilaksanakan secara berjamaah maupun individu, terutama pada momen-momen tertentu seperti malam Rebo Wekasan (Rabu terakhir di bulan Safar) yang secara kultural diyakini sebagai waktu turunnya banyak bala.
Rabu terakhir di bulan Safar 1447 H diketahui jatuh pada hari ini, Rabu, 20 Agustus 2025.
Namun secara syariat, sholat tolak bala dapat dilakukan kapan saja, selama tidak berada di waktu-waktu yang dilarang untuk sholat sunnah, seperti setelah Subuh dan Ashar hingga Maghrib.
Secara teknis, Sholat Hajat Lidaf’il Bala’ dilaksanakan sebanyak empat rakaat, dengan niat khusus dan bacaan tambahan yang dianjurkan.
Tata Cara Sholat Tolak Bala (Hajat Lidaf’il Bala’)
Berikut tata cara sholat tolak bala merujuk laman resmi Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading, Malang.
Niat Sholat Tolak Bala
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ للهِ تَعَالَى
Arab latin: Ushalli sunnatal lidaf'il bala'i rak'ataini mustaqbilal qiblati lillahi ta'ala
Artinya: "Aku berniat sholat sunnah untuk menolak bala dua rakaat sambil menghadap ke kiblat karena Allah ta'ala."
Bacaan Sholat Tolak Bala
Pada tiap-tiap raka’at, setelah membaca surat Al-Fatihah:
Surah Al-Fatihah Ayat 1-7
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ . اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ . الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ . مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ . اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ . اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ . صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧
Latin: Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Al-ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn. Ar-raḥmānir-raḥīm. Māliki yaumid-dīn. Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn. Ihdināṣ-ṣirāṭal-mustaqīm. Ṣirāṭal-ladhīna an'amta 'alaihim ghairil-maghḍūbi 'alaihim walāḍ-ḍāllīn
Baca juga: Doa Rabu Wekasan, Apakah Ada Tuntunannya Menurut Islam?
Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pemilik hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat."
Kemudian membaca Surat Al-Kautsar, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas dengan ketentuan sebagai berikut:
- Surat al-Kautsar sebanyak 17 kali
- Surat al-Ikhlas sebanyak 5 kali
- Surat al-Falaq sebanyak 1 kali
- Surat an-Nas sebanyak 1 kali
Selesai salat empat rakaat, kemudian membaca doa ini:
بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ القُوَى ويَا شَدِيْدَ الِمحَالِ¸يا عَزِيْزُِ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اكْفِنَا وَأَهْلَنَا وَالمُسْلِمِيْنَ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يا مُجَمِّلُ يا مُفَضِّلُ يا مُنْعِمُ يا مُكْرِمُ يا مَنْ لاَ إِلَهَ إِلَا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ يا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ بِسِرِّ الحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنَا وَأَهْلَنَا وَالمُسْلِمِيْنَ شَرَّ هَذَا اليَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يا كَافِي فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
بعض العارفين داووه: بيليه ستياڤ تاهون ڮوستي الله نوروناكن بلاء إڠكڠ كاطه إيڤون تيڮاڠ أتوس كاليه دوصا إيوو بلاء, تمورونيڤون وونتن دينتن ربو إڠكڠ أخير سكڠ وولان صفر, سنتن تياڠ إڠكڠ ڤورون ڠلامڤاهي صلاة تولاء بلاء كادوس ڠيڠڮيل ڤونيكا لاجڠ ماهوس دعانيفون, إن شاء الله ديڤون سلامتاكن سكڠ بلاء-بلاء كالا واهو سڤانجاڠ تاهون آمين يا مجيب السائلين
Merujuk laman resmi Komunikasi Penyiaran Islam Univesitas Al-Qolam Malang, tata cara tersebut ada dalam kitab Kanzun Najah Was-surur Karya Syekh Abdul Hamid Qudus, dan Dinuqil dalam kitab Nubdzatul Anwar.
Sesudah salat sunnah dan membaca doa, dapat dilanjutkan dengan membaca:
- Istighfar 70 kali
- Shalawat Nabi 100 kali
- Hasbunallah wani’mal wakil 70 kali
- Surat Yasin ketika sampai ayat Allah semoga kita beserta keluarga selamat dari musibah, bala, dan lainnya.
Tradisi Rabu Wekasan
Tradisi Rebo Wekasan bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab Mujarrobat ad-Dairobi, Anjuran serupa juga terdapat pada kitab Al-Jawahir Al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan lainnya.
Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan, seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan, dalam setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Safar, Allah SWT menurunkan 320.000 macam bala dalam satu malam.
Oleh karena itu,umat Islam disarankan untuk salat dan berdoa memohon agar dihindarkan dari bala’ tersebut.
Ada hadis dla’if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Safar, yaitu:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..
“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4).
Selain dla’if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dan lainnya), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).
Hukum Sholat Tolak Bala
Melansir dari laman resmi Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, shalat Rebo Wekasan (sebagaimana anjuran sebagian ulama di atas), jika niatnya adalah shalat Rebo Wekasan secara khusus, maka hukumnya tidak boleh, karena Syariat Islam tidak pernah mengenal shalat bernama “Rebo Wekasan”.
Tapi jika niatnya adalah shalat sunnah mutlaq atau shalat hajat, maka hukumnya boleh-boleh saja.
Shalat sunnah mutlaq adalah shalat yang tidak dibatasi waktu, tidak dibatasi sebab, dan bilangannya tidak terbatas.
Shalat hajat adalah shalat yang dilaksanakan saat kita memiliki keinginan (hajat) tertentu, termasuk hajat li daf’il makhuf (menolak hal-hal yang dikhawatirkan).
Syeikh Abdul Hamid Muhammad Ali Qudus (imam masjidil haram) dalam kitab Kanzun Najah Was Surur halaman 33 menulis:
“Syeikh Zainuddin murid Imam Ibnu Hajar Al-Makki berkata dalam kitab “Irsyadul Ibad” demikian juga para ulama madzhab lain, mengatakan: Termasuk bid’ah tercela yang pelakunya dianggap berdosa dan penguasa wajib melarang pelakunya, yaitu Shalat Ragha’ib 12 rakaat yang dilaksanakan antara Maghrib dan Isya’ pada malam Jum’at pertama bulan Rajab…….. Kami (Syeikh Abdul Hamid) berpendapat : Sama dengan shalat tersebut (termasuk bid’ah tercela) yaitu Shalat Bulan Shafar.
Seseorang yang akan shalat pada salah satu waktu tersebut, berniatlah melakukan shalat sunnat mutlaq secara sendiri-sendiri tanpa ada ketentuan bilangan, yakni tidak terkait dengan waktu, sebab, atau hitungan rakaat.”
Hukum Berdoa Menolak Bala
Berdoa untuk menolak-balak (malapetaka) pada hari Rabu Wekasan hukumnya boleh, tapi harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja).
Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan:
“Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang. Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja. Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka. Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).
(Tribunnews.com/M Alvian Fakka)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.