Pilpres 2024
Denny Indrayana Tanggapi Laporan Polisi terkait Dugaan Bocorkan Putusan MK: Saya Siap, Tapi . . .
Denny akan menghadapi proses hukum tapi dengan catatan proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebasan berbicara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana menyatakan dirinya akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan terkait laporan terhadap dirinya soal dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny akan menghadapi proses hukum tersebut tapi dengan catatan proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebasan berbicara dan berpendapat.
Dia menyebut contoh kasus seperti yang terjadi pada Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Seperti diketahui Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terseret kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca juga: Ini Alasan Laporkan Denny Indrayana ke Bareskrim soal Dugaan Bocorkan Putusan Sistem Pemilu
"Jika prosesnya bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis, maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kedzaliman dan melawan hukum yang disalahgunakan," demikian dikutip dari keterangan pers yang disampaikan Denny Indrayana kepada Tribunnews, Minggu (4/6/2023).
Denny Indrayana sebelumnya dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Andi Windo Wahidin.
Andi melaporkan Denny karena pernyataannya yang dianggap sudah membuat kegaduhan di masyarakat, padahal putusan tersebut belum dibacakan.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh. Terlebih, apa yang disampaikan itu merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Andi Windo Wahidin saat dihubungi, Sabtu (3/6/2023).
Lebih lanjut Denny menanggapi terkait laporan yang dilayangkan kepada aparat kepolisian.
Menurutnya, terlepas adanya hak setiap orang untuk melaporkan ke polisi, Denny mengatakan hak demikian mesti digunakan secara tepat dan bijak.
Ada baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana.
"Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara,
apalagi proses hukum pidana," kata Denny.
Terlebih lagi kata Denny, pembicaraan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik, yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi.
Baca juga: Tidak Menutup Kemungkinan Denny Indrayana Dipanggil, Kabareskrim Polri: Pada Saatnya Akan Diperiksa
"Informasi yang saya sampaikan kepada publik melalui akun sosial media adalah upaya saya mengontrol
putusan Mahkamah Konstitusi, sebelum dibacakan."
"Karena putusan MK itu bersifat final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum," ujar Denny.
Denny menyebut putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi.
"Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan yang problematik secara etika."
Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri cs.
"Saya berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi
perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke," ujarnya.
"Bukan hanya dari partai dan bacaleg, namun juga yang paling penting, mempengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka)."
Karena sangat krusialnya putusan MK tersebut, dan tidak mungkin lagi ada koreksi setelah putusan
dibacakan, maka menurut Denny pengawalan publik hanya mungkin dilakukan sebelum putusan dibacakan.
Baca juga: Denny Indrayana Dilaporkan ke Polisi Dugaan Bocorkan Putusan MK, Polri: Masih Dilakukan Pendalaman
Karena itu dengan mengungkap informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup, Denny mengundang khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan tersebut.
"Jangan sampai putusan telanjur ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem pemilu
proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Denny Indrayana juga berpendapat untuk sistem peradilan Indonesia yang masih belum ideal, terutama karena masih rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan, menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja, maka tidaklah cukup.
Untuk memperjuangkan keadilan tersebut menurutnya, harus ada kontrol melalui kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign).
"Itulah strategi yang selalu kami jalankan di INTEGRITY Law Firm, karena argumentasi dan logika hukum semata, sayangnya tidak jarang dikalahkan oleh kekuatan logistik kekuasaan dan praktik mafia peradilan," jelasnya.
Penyidik Bareskrim Dalami Laporan terhadap Denny
Untuk informasi, Bareskrim Polri menerima laporan terhadap eks Wamenkumham RI, Denny Indrayana terkait dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 31 Mei 2023 atas pelapor berinisial AWW.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," kata Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Dalam laporan tersebut, kata Sandi, AWW melaporkan pemilik dua akun media sosial yakni Twitter @dennyindrayana dan Instagram @dennyindrayana99.
"Yang memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian (SARA), Berita Bohong (Hoax), Penghinaan Terhadap Penguasa dan Pembocoran Rahasia Negara," ucapnya.
Adapun pelapor membawa sejumlah barang bukti mulai dari tangkapan layar akun Instagram @dennyindrayana99 hingga sebuah flashdisk dalam membuat laporannya.
Atas perbuatannya, Denny dilaporkan melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Isu kebocoran putusan MK soal sistem Pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup diungkap oleh Denny Indrayana meski belum dibacakan.
Pernyataan itu mengundang polemik berkepanjangan yang disorot sejumlah pihak termasuk Menko Polhukam RI, Mahfud MD.
Bahkan, Mahfud meminta pihak kepolisian memeriksa Denny Indrayana terkait ucapan Denny Indrayana.
Alasan Andi Laporkan Denny
Andi Windo Wahidin menilai, pernyataan Denny Indrayana itu bisa mengganggu dan mempengaruhi Hakim MK dalam memutuskan perkara tersebut.
Bahkan, dampak lebih buruknya, kata Andi, bisa mengundang penumpang gelap dalam pesta demokrasi tersebut.
"Kalau hal seperti ini didiamkan terus tidak baik begini ini kan ada penumpang gelap dalam ber-demokrasi," ujarnya.
Di sisi lain, Andi mengatakan pernyataan Denny itu dianggap mengadu domba beberapa lembaga pemerintah.
"Jadi ujaran kebencian terhadap lembaga negara, saling mengadu domba, terlapor menyebut MK, KPK, Hakim Konstitusi, MA, Pak Muldoko, PPP Gus Romi, penyebutan ini yang menjadikan lembaga-lembaga negara tersebut seolah-olah terlapor serba tahu apa yang akan terjadi," ungkap Andi.
"Padahal terlapor saat ini tidak menjadi pihak atau bisa ber-statemen atas nama lembaga-lembaga tersebut di atas," sambungnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.