Selasa, 19 Agustus 2025

Pilpres 2024

Mahfud MD Sebut Keputusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres secara Fundamental Salah

Bacawapres pendamping Ganjar Pranowo, Mahfud MD, menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan batas usia capres-cawapres itu salah.

Editor: Nuryanti
Youtube Najwa Shihab
Bacawapres pendamping Ganjar Pranowo, Mahfud MD, menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan batas usia capres-cawapres itu salah. 

TRIBUNNEWS.COM - Bakal calon wakil presiden (bacawapres) pendamping Ganjar Pranowo, Mahfud MD, menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan batas usia capres-cawapres, secara fundamental salah.

Dalam putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Dengan syarat, selama seseorang itu berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.

Baca juga: VIDEO Pakai Kemeja Putih yang Disiapkan saat Pilpres 2019, Mahfud MD: Ada Pesan Tuhan

Keputusan itu dianggap membukakan jalan bagi Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 mendatang.

Saat ini Gibran baru berusia 36 tahun, tetapi dengan keputusan itu ia bisa maju sebagai cawapres karena sudah berpengalaman sebagai Wali Kota Solo yang dipilih melalui pemilu.

Pada acara 'Strategi Ganjar-Mahfud' di Mata Najwa, Mahfud MD diminta memberikan tanggapan terkait putusan MK itu oleh presenter sekaligus jurnalis, Najwa Shihab.

"Kan sebelum putusan diucapkan, saya sudah berkali-kali bicara di berbagai tempat, MK secara teoretis tidak boleh memutus itu. Karena MK itu negative legislator," kata Mahfud MD di YouTube Najwa Shihab, Kamis (19/10/2023).

"Tapi begitu itu diputus, ada juga dalilnya, bahwa setiap putusan MK, Anda suka atau tidak suka. Itu mengikat. Final. Kan itu sudah tegas saya," tuturnya.

Bakal calon wakil presiden Mahfud MD (kanan) dengan didampingi oleh istri Zaizatun Nihayati (kiri) menyampaikan sambutannya saat deklarasi dukungan di Gedung Arsip Nasional, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (18/10/2023). Dalam deklarasi tersebut pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang akan maju pada Pilpres 2024 menemui para pemuda tokoh milenial hingga generasi Z sebagai bentuk komitmen dalam mendukung anak-anak muda di masa depan. Warta Kota/Yulianto
Bakal calon wakil presiden Mahfud MD (kanan) dengan didampingi oleh istri Zaizatun Nihayati (kiri) menyampaikan sambutannya saat deklarasi dukungan di Gedung Arsip Nasional, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (18/10/2023). Dalam deklarasi tersebut pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang akan maju pada Pilpres 2024 menemui para pemuda tokoh milenial hingga generasi Z sebagai bentuk komitmen dalam mendukung anak-anak muda di masa depan. Warta Kota/Yulianto (WARTA KOTA/WARTA KOTA/YULIANTO)

Najwa Shihab lantas kembali bertanya, apakah Mahfud MD suka atau tidak dengan keputusan MK itu.

Pria yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) tersebut kemudian menyatakan bahwa dirinya tak suka dengan putusan MK.

Menurutnya, secara fundamental, putusan MK itu salah.

"Saya tidak suka karena saya sebelumnya sudah bilang itu tidak benar," sambung Mahfud.

"Secara fundamental, salah. Tapi secara fundamental ada dalil di konstitusi. Setiap putusan yang sudah inkrah itu tidak bisa dilawan. Yang salah aja ditindak, begitu."

"Kalau saya katakan, MK salah. Tetapi MK dalam memutus itu, kalau mau ditindak bukan tindak pidana, bukan ditangkap-tangkap gitu, lho. Itu bukan tindak pidana, itu korupsi," terangnya.

Keputusan itu dianggap bermasalah karena Ketua MK, Anwar Usman, merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi.

Anwar adalah suami dari adik kandung Jokowi yang bernama Idayati. Keduanya diketahui menikah pada Mei 2022 lalu di Surakarta, Jawa Tengah.

Alhasil, keputusan untuk meloloskan gugatan soal batas usia capres-cawapres dinilai sarat dengan konflik kepentingan untuk memuluskan langkah Gibran yang banyak dikaitkan menjadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Mahfud MD pun berujar ada dalilnya bahwa tak boleh seseorang mengadili suatu kepentingan jika memiliki hubungan kekeluargaan.

Bakal calon wakil presiden (bacawapres), Mahfud MD, menyinggung mengenai lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Ia ajak anak muda lakukan perubahan.
Bakal calon wakil presiden (bacawapres), Mahfud MD, menyinggung mengenai lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Ia ajak anak muda lakukan perubahan. (YouTube Ganjar Pranowo)

5 Hakim Telah Dilaporkan

Sementara itu, buntut dari keputusan soal gugatan batas usia capres-cawapres itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melaporkan lima hakim MK ke Dewan Etik Hakim Konstitusi, Kamis (19/10/2023).

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani mengungkapkan, PBHI menilai terdapat berbagai bentuk kejanggalan dalam pemeriksaan hingga Putusan Permohonan No 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.

Keputusan itu dinilai berujung pada pelanggaran etik dan perilaku Hakim Konstitusi hingga cacat formil.

Julius mengatakan hal ini berdampak pada legitimasi secara hukum terhadap putusan termasuk berpotensi pada perselisihan hasil Pemilu 2024 nanti.

Lima hakim MK yang dilaporkan PBHI atas nama Anwar Usman, Manahan M. P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Ketua MK Anwar Usman saat ditemui di kawasan Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Ketua MK Anwar Usman saat ditemui di kawasan Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/10/2023). (Tribunnews.com/ Mario Sumampow)

Adapun empat hakim MK yang tidak dilaporkan yaitu Sadil Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo.

Empat hakim MK yang tidak dilaporkan itu diketahui memiliki perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam mengabulkan syarat pendaftaran capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Menurut Julius, pelaporan ini didasari pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan PMK 09/2006.

"Pertama kami melaporkan ini bukan berbasis insinuasi, asumsi, atau dugaan-dugaan tapi kami merujuk pada hasil Putusan para Hakim Konstitusi dari 7 putusan yang ada karenanya laporan ini mudah untuk ditindaklanjuti dan diperiksa lebih lanjut," ungkap Julius dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

PBHI pada dasarnya melaporkan tiga aspek yaitu:

1. Aspek Administrasi

Yaitu terkait perkara Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 ini sudah dicabut oleh Kuasa Hukum melalui Surat Bertanggal 29 September 2023 perihal “Permohonan Pembatalan Pencabutan Perkara No. 91/PUU-XXI/2023 Mengenai Permohonan Uji Materi Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar 1945”.

Serta adanya terjadi kesalahan administrasi bahwa permohonan yang telah ditarik tidak dapat diajukan kembali, meskipun belum ada putusan berupa ketetapan penarikan kembali yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

2. Aspek Formil

Kemudian secara formiil, PBHI menemukan bahwa legal standing Pemohon dalam hal kerugian konstitusional dan pengalaman kepala daerah yang justru menggunakan profil Gibran Rakabuming sebagai Wali Kota Solo.

3. Aspek Materiil

Kemudian secara materiil atau substansi adanya penambahan frasa yang tidak diajukan oleh Pemohon dan ditambahkan pada amar putusan.

"Terakhir soal perilaku Hakim Konstitusi yang membicarakan Perkara melalui kesempatan kuliah umum memberikan komentar yang menyinggung soal batas usia capres-cawapres yang sedang dalam Pengujian Uji Materiil di Mahkamah Konstitusi dengan mengaitkan dan mencontohkan adanya beberapa pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad dan negara lain," ungkap Julius.

Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani.
Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani. (Tribunnews/istimewa)

Tujuan Pelaporan

Tujuan PBHI melaporkan lima dari sembilan hakim MK untuk membersihkan Mahkamah Konstitusi dari intervensi politik dan keburukan-keburukan yang diakibatkan.

"Karena Hakim Konstitusi adalah cerminan dari konstitusi kita sendiri. Kemudian PBHI menilai materi yang diperiksa menyangkut indikator hukum dan demokrasi di negara kita dalam konteks pemilu, karena kalau ada banyak kejanggalan maka di titik itu juga demokrasi kita hancur."

"Sehingga penting untuk memeriksa laporan kami supaya kita memiliki pembelajaran bagaimana standar tertitnggi konstitusi kita semestinya dan sebagai bentuk edukasi bagi publik utamanya terkait hak politik," urainya.

"Kami hanya melaporkan 5 dari 9 hakim konstitusi juga untuk membedakan sikap tindak yang penting dan perlu dilakukan oleh hakim konstitusi untuk ke depannya dalam memeriksa Perkara tetap berpegang pada nilai-nilai Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi berkaitan dengan Prinsip Independensi, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan, dan Prinsip Kearifan dan Kebijaksanaan," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Deni/Gilang Putranto)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan