Pilpres 2024
Jawaban Almas Tsaqibbirru Apakah Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Cacat atau Tidak
Begini jawaban Almas ketika ditanya apakah putusan MK soal batas usia capres-cawapres cacat secara hukum atau tidak.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Nuryanti
Putusan MK Ada Unsur Politisasi dan Konflik Kepentingan

Seperti diketahui, banyak pihak mengkritik putusan MK soal batas usia capres-cawapres ini.
Salah satunya adalah pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.
Bivitri mengungkapkan putusan ini sebenarnya tidak mengejutkan dirinya, tetapi cenderung mengecewakan karena mengonfirmasi adanya unsur politisasi di MK.
Bivitri menilai hal tersebut dapat dilihat dari pertimbangan hukum (legal reasoning) dari putusan MK.
"Dari tujuh perkara yang diputuskan hari ini (Senin), ada tiga pola yaitu yang pertama batas umur saja (perkara 29/PUU-XXI/2023, (pemohon) PSI); kedua disamakan dengan penyelenggara negara (perkara 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023, Partai Garuda dan kepala daerah); dan ketiga disamakan dengan elected officials lainnya termasuk di level daerah," ujarnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (17/10/2023).
Baca juga: Masinton: Putusan MK Mengonfirmasi Skenario Terakhir untuk Ciptakan Calon Boneka
Bivitri menganggap putusan MK dari ketiga perkara ini inkonsisten.
Hal tersebut lantaran ketika satu perkara ditolak dengan alasan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, maka perkara selanjutnya juga harus ditolak dengan alasan yang sama.
"Karena semua perkara itu, pola yang manapun, sebenarnya tengah meminta MK memutus suatu perkara yang sebenarnya bukan wilayah MK, alias wilayah pembentuk UU (open legal policy)," ujarnya.
"Memang untuk pola kedua dan ketiga, MK mendalilkan, bisa ada pengecualian untuk open legal policy, yaitu ketidakadilan yang intolerable, tetapi bila dicermati, pokok penalarannya bukan ketidakadilan."
"Kalau soalnya ketidakadilan, bukankah pola pertama juga seharusnya dikabulkan, karena ketidakadilan harusnya juga bisa didalilkan?" sambung Bivitri.
Kemudian, kritik juga disampaikan oleh Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Dikutip dari laman UGM, Zainal mengatakan putusan MK ini berdampak besar kepada hukum di Indonesia.
Dia mengungkapkan tidak adanya suasana kebatinan yang diungkapkan ketika membuat putusan tersebut.
Ditambah, adanya keterlibatan Ketua MK Anwar Usman dalam putusan tersebut ketika dalam gugatan sebelumnya mengaku tidak pernah terlibat.
"Ada lagi soal perlibatan Ketua MK. Sejak awal ia bilang ia tidak ingin mengambil keputusan karena ada konflik kepentingan, tapi untuk putusan ini dia terlibat,” ungkap Zainal pada Kamis (19/10/2023) dalam diskusi Election Corner.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.