Sabtu, 22 November 2025

Pilpres 2024

Bakal Dibacakan Sore Ini, Hasil Putusan MKMK Dikhawatirkan 'Masuk Angin'

Kredibilitas Jimly kerap dipertanyakan sebagai pimpinan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik, pada Selasa (7/11/2023) hari ini.

Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, terus mendapat sorotan berkenaan dengan anaknya yang merupakan Wakil Sekjen DPP Gerindra bernama Robby Ferliansyah Ashiddiqie.

Kredibilitas Jimly kerap dipertanyakan sebagai pimpinan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Menyoroti hal tersebut, DPP National Corruption Watch (NCW) meragukan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait penunjukkan Jimly Asshiddiqie sebagai pimpinan MKMK ad hoc.

"Karena Ketua MKMK memiliki sejarah keterikatan emosional dengan Prabowo,” kata Ketua DPP NCW, Hanif Sutrisna, Selasa (7/11/2023).

Hanif menilai, jika melihat pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sesuai Pasal 17 ayat 3, 4, dan 5 UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, seharusnya tidak ada keraguan bagi MKMK untuk memutuskan Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat.

"Anwar Usman memanfaatkan relasi kuasa dalam memutuskan gugatan Judicial Review yang menghasilkan Keputusan MK Nomor 90 yang sangat kontroversial dan sangat mencederai peradilan yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)," jelas Hanif.

Tak hanya soal pelanggaran etik hakim, Hanif menilai, Anwar Usman juga melanggar UU 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas dan bersih dari KKN.

"Hukum pidananya lumayan, paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000," kata Hanif.

Lebih lanjut, Hanif mengatakan, keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diduga memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi telah menyulut kemarahan masyarakat pro-demokrasi.

Selain itu, hal tersebut dinilai juga bisa menimbulkan pro-kontra pemicu konflik horizontal yang dimulai dari perang opini di media sosial.

"Jika kondisi ini terus berkembang dan eskalasi pro-kontra terus meningkat, dikhawatirkan akan terjadi benturan yang akan memperburuk citra pemerintahan Jokowi yang telah dinilai tidak pro demokrasi dan cenderung korup," ucapnya.

Terkait hal ini, Hanif menduga adanya keterlibatan para pembantu Presiden Jokowi dalam mengawal hasil putusan MKMK.

"Dan lebih jauh lagi, Anwar Usman tidak akan mendapatkan sanksi berat atas pelanggaran kode etik yang dilakukannya," sambungnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.

MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved