Rabu, 1 Oktober 2025

Pilpres 2024

Komentar Pengamat Militer Soal Dugaan Pelanggaran Pemilu Ajudan Prabowo

Pengamat militer memandang ada sejumlah hal yang harus diperhatikan terkait dugaan pelanggaran pemilu oleh Mayor Inf Teddy Indra Wijaya

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Tangkap layar Tribun Video
Anggota TNI aktif, ajudan pribadi capres nomor urut 2 Prabowo Subianto bernama Mayor Inf Teddy Indra Wijaya diduga melakukan pelanggaran pemilu usai terpantau kamera ikut mengenakan baju kampanye dalam debat capres yang berlangsung di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).  

Aturan tersebut, kata dia, diikuti ayat (3) yang melarang anggota TNI untuk ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye dan ayat (4) yang menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan itu merupakan tindak pidana pemilu.

"Ketujuh, Pasal 494 UU yang sama mengatur bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta," kata dia.

Mengacu pada poin-poin tersebut, maka kajian pengawasan atas potensi dugaan pelanggaran netralitas TNI sebagaimana diatur UU Pemilu yang dilakukan oleh Mayor Teddy, katadia, sudah semestinya dilakukan oleh Bawaslu.

Hal tersebut, lanjut dia, termasuk dengan meminta keterangan pada yang bersangkutan dan pihak-pihak lain.

Bawaslu, kata dia, kemudian harus menyampaikan rekomendasinya pada instansi yang bersangkutan, dalam hal ini TNI.

Menindaklanjuti hasil kajian dan rekomendasi Bawaslu jika terdapat dugaan pelanggaran Pemilu yang tentunya juga berkaitan dengan dugaan pelanggaran pasal 39 UU TNI, menurut Fahmi terdapat dua opsi mekanisme yang mungkin ditempuh oleh TNI.

Pertama, melalui mekanisme hukum disiplin militer dengan mengacu pada ketentuan dalam UU 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer.

Mekanisme tersebut, kata dia, dapat diterapkan jika hasil kajian Bawaslu menyimpulkan bahwa Mayor Teddy memang berada di arena debat bersama tim kampanye Prabowo dan menggunakan kostum/atribut yang berkaitan dengan kontestan tersebut, tapi tidak ada bukti bahwa yang bersangkutan ikut serta sebagai pelaksana atau tim kampanye.

"Artinya, Mayor Teddy hanya diduga melakukan perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan/perintah kedinasan (Pasal 39 UU TNI dan Buku Saku Netralitas TNI)," kata Fahmi.

Kedua, melalui mekanisme peradilan militer dengan mengacu pada pasal 494 UU Pemilu, di mana prajurit yang melakukan tindak pidana pemilu diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta. 

Mekanisme itu, kata dia, dapat dijalankan jika hasil kajian Bawaslu menyimpulkan bahwa Mayor Teddy diduga melanggar pasal 280 ayat (3) dengan ikut serta menjadi pelaksana dan/atau tim kampanye.

"Dalam hal ini, saya sangat meragukan kemungkinan adanya keterangan maupun bukti permulaan yang bisa digunakan oleh Bawaslu untuk menyimpulkan dugaan bahwa Mayor Teddy telah ikut serta dan/atau diikutsertakan menjadi pelaksana dan/atau tim kampanye sebagaimana diatur oleh pasal 280 ayat (2) dan (3) UU Pemilu," kata dia.

"Saya kira kontestan manapun tidak akan secara gegabah mengikutsertakan nama anggota TNI aktif untuk didokumentasikan sebagai tim atau pelaksana kampanye," sambung dia.

Maka hasil kajian Bawaslu, menurutnya paling jauh hanya akan menyimpulkan bahwa kehadiran Mayor Teddy dalam kegiatan debat capres tersebut berada dalam ranah pelanggaran hukum disiplin terkait peraturan/perintah netralitas di lingkungan TNI

Karena itu, kata dia, rekomendasi penyelesaiannya akan berada dalam ruang lingkup hukum disiplin militer sebagaimana diatur UU Nomor 25 tahun 2014. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved