Rabu, 10 September 2025

Pilpres 2024

Soal Isu Pemakzulan Presiden Jokowi, DPR Diminta Berperan Aktif

Menjelang gelaran Pemilu 2024, Presiden Joko Widodo dinilai banyak melanggar hukum dan konstitusi sehingga sudah bisa menjadi alasan pemakzulan.

Editor: Wahyu Aji
Presidenri.go.id/BPMI Setpres/Kris
Presiden Joko Widodo bertemu dengan Peserta JKN-KIS di Taman Budaya Gunungkidul, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa, 30 Januari 2024, sejumlah masyarakat mengungkapkan pengalamannya sebagai peserta KIS. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang gelaran Pemilu 2024, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dinilai banyak melanggar hukum dan konstitusi sehingga sudah bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan pemakzulan.

Namun, langkah pemakzulan hanya bisa dilakukan melalui DPR RI.

"Seandainya DPR mau menggunakan hak menyatakan pendapat, interpelasi, atau minimal hak angketnya, proses impeachment kepada presiden bisa dilakukan," kata aktivis hukum Bivitri Susanti dalam "Focus Group Discussion (FGD): Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 45?" di Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Bivitri yang mengaku bukan tim sukses paslon 01, 02, atau 03, sudah melihat jelas pelanggaran dan sudah melaporkannya juga.

"Tapi kami kelelahan bukan karena argumentasi hukum tapi berdebat di soal-soal yang tak harus dipersoalkan," ucapnya.

Menurut Bivitri, bagi seorang presiden perbuatan tercela adalah menyalahgunakan wewenangnya.

"Presiden melanggar atau tidak, kita tak bisa melakukan pemakzulan, DPR yang bisa. Kita di sini semua gak bisa, ayo DPR berfungsi dong," imbuhnya.

DPR, dikataka Bivitri, harus menjalankan fungsi pengawasan bisa lewat hak angket atau hak interpelasi.

"Kalau belum jelas cawe cawe-nya Jokowi, ya diinvestigasi dong, paling tidak ada ruang pengawasan," ujarnya.

Kedua, sambung Bivitri, Bawaslu harus menjalankan fungsinya dengan baik, termasuk terhadap Presiden Jokowi.

"Masyarakat sipil juga harus rajin menjaga kegelisahan ini, kalau tidak nanti semua yang dilakukan Jokowi dianggap biasa, bahaya itu," tuturnya.

Sementara, pakar hukum tata negara dan konstitusi UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan tindakan cawe-cawe atau ikut campurnya presiden tidak pernah terlihat sejak memasuki era reformasi atau sejak presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Fakta terlalu cawe-cawenya Jokowi dalam penyelenggaran pemilu kali ini sudah sangat bertebaran dan terang benderang," kata dia.

Campur tangan Jokowi, lanjut Zainal Arifin Mochtar yang akrab disapa Ucenk, dimulai dari bansos dengan stiker paslon, kasus paman Usman di MK, hingga momen ketika Jokowi berbicara dengan latar belakang atribut TNI ketika menyerahkan pesawat sebagai alutsista bagi TNI.

Dalam momen tersebut seakan-akan Jokowi ingin menegaskan bahwa aparat negara berada di belakangnya.

Sikap dan tindakan Presiden Jokowi ini, menurut Ucenk dipicu oleh tindakan sendiri yang selama ini terlalu menyokong segala tindak dan sikap Jokowi. "Harusnya kita berani melakukan pengakuan dosa," ujar dia.

Baca juga: Presiden Jokowi Terancam Dilaporkan ke Bawaslu hingga Penuhi Syarat Pemakzulan

Menurut Ucenk, mengapa Jokowi bisa sampai bertindak seperti ini karena semua pihak tidak melakukan pengawasan yang ketat. DPR, sambung dia, juga tidak menjalankan fungsinya dengan benar hingga presiden memiliki kekuasaan yang sangat kuat dan mengarah pada orotitarian.

"Dengan mudahnya presiden menabrak dan melanggar hukum konstitusi," tegasnya.

Senada dengan Bivitri, Ucenk menyebut banyaknya hukum konstitusi yang dilanggar Presiden Jokowi ini sebenarnya sudah bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan pemakzulan kepada presiden.

Ucenk menegaskan, konstitusi memungkinkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengusulkan pemberhentian (pemakzulan) presiden kepada MPR. Sementara, MPR adalah satu-satunya kekuasaan yang dapat memberhentikan presiden dan wakil presiden, meski melalui pemeriksaan di MK.

"Secara teknis usulannya adalah 2/3 dari anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 yang hadir," ujarnya.

Hanya saja, selama ini Ucenk melihat adanya ketidakmapuan atau ketidakmauan dari partai-partai politik yang ada DPR untuk melakukannya. Karena itu, Ucenk menyarankan untuk melakukan "Pemincangan Kekuasaan".

Adapun pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI), Johan O Silalahi, menyatakan, Presiden Jokowi memang sudah melanggar sangat banyak hukum sehingga sudah sangat layak dimakzulkan. "Hanya prosesnya ada di tangan DPR, wewenangnya di DPR," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan