Kamis, 14 Agustus 2025

Pilpres 2024

Pengamat: Hak Angket DPR 'Layu sebelum Berkembang', Jokowi Plus Koalisi Prabowo-Gibran Bakal Bendung

Pengamat menilai Jokowi ditambah Koalisi Prabowo-Gibran bakal membendung sekuat tenaga terkait wacana hak angket yang digulirkan oleh Ganjar.

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin saat ditemui awak media di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2023). Pengamat menilai Jokowi ditambah Koalisi Prabowo-Gibran bakal membendung sekuat tenaga terkait wacana hak angket yang digulirkan oleh Ganjar. 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana hak angket ke DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang pertama kali digulirkan oleh capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, telah memasuki babak baru.

Terbaru, pada Kamis (22/2/2024), tiga sekretaris jenderal (sekjen) partai Koalisi Perubahan, yaitu Sekjen NasDem, Hermawi Taslim; Sekjen PKB, Hasanuddin Wahid; dan Sekjen PKS, Aboe Bakar Al Habsyi; mengumumkan dukungannya terkait hak angket tersebut.

Hermawi mengungkapkan dukungan terkait hak angket tersebut berdasarkan data temuan soal adanya kecurangan hingga pengaduan dari masing-masing partai Koalisi Perubahan.

"Masing-masing partai sudah bertemu untuk mensinkronkan data-data yang masuk, kita pilah-pilah. Mana pelanggara, pengaduan, mana manipulasi," ujarnya setelah pertemuan di NasDem Tower, Jakarta, Kamis malam.

Meski sudah ada pengumuman dukungan seperti ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, menilai hak angket ke DPR tersebut tidak bakal terealisasi.

Ujang menganggap pengumuman dukungan oleh tiga sekjen dari anggota partai Koalisi Perubahan tersebut tidak cukup untuk merealisasikan hak angket itu.

Menurutnya, perlu adanya pengumuman resmi dari ketua umum masing-masing partai terkait dukungannya ke hak angket tersebut.

"Kalau saya melihatnya, hak angket ini akan layu sebelum berkembang. Kan kemarin pertemuan sekjen tiga partai kan ya, bukan ketua umumnya."

"Kalau ketua umumnya bilang nggak (mendukung hak angket), ya nggak bisa, nggak mau," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (23/2/2024).

Namun, kendati bakal terealisasi, Ujang menilai kekuatan politik partai pengusul hak angket di parlemen tidak bakal kuat.

Hal tersebut lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta partai koalisi capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, bakal membendungnya.

Baca juga: Ganjar Akui Serius soal Usulan Hak Angket, Minta DPR segera Raker Bahas Dugaan Kecurangan Pemilu

"Kalaupun seandainya misalkan digulirkan, itu tidak akan juga kuat. Pasti akan dibendung oleh pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin atau dengan kekuatan yang baru yaitu koalisi Prabowo-Gibran," ujarnya.

"Akan dibendung, akan diblok, akan di-kick balik kalau direalisasikan, kalau arahnya ke sana," sambung Ujang.

Masih Ada Silang Pendapat di NasDem, PKB Bakal Digembosi

Ujang juga menambahkan hak angket ini tidak bakal terealisasi lantaran masih adanya silang pendapat di internal Partai NasDem.

Dia pun mengutip persilangan pendapat itu berdasarkan pernyataan dari Sekjen NasDem, Hermawi Taslim, dan Wakil Ketua Umum NasDem, Ahmad Ali.

Adapun Hermawi mendukung adanya hak angket tersebut tetapi berbeda dengan Ahmad Ali yang menganggap usulan itu wujud tidak terimanya Ganjar yang kalah dalam Pilpres 2024.

Dengan persilangan pendapat ini, Ujang juga menganggap adanya kemungkinan bahwa NasDem bakal masuk koalisi pemerintah kembali ataupun koalisi Prabowo-Gibran.

"NasDem kita tahu masih 50-50. Karena ada silang pendapat di NasDem, Sekjen Taslim mengatakan mendorong tetapi Ahmad Ali menyebut jangan membuatgaduh. Itu kan sesuatu yang bias."

"Artinya (NasDem) bisa masuk koalisi Prabowo-Gibran juga. Kan sekarang NasDem juga memang (masih) di koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin," jelas Ujang.

Di sisi lain, Ujang juga menganggap PKB tidak bakal mampu berbuat banyak ketika mengusulkan hak angket ke parlemen.

Dia menilai akan adanya upaya segala cara dari koalisi Prabowo-Gibran untuk menggagalkan hak angket tersebut seperti diungkit lagi kasus-kasus yang pernah menjerat kader PKB.

"PKB mungkin juga tidak akan cukup kuat untuk mendorong hak angket. Bisa saja di tengah jalan nanti, digembosi, dikempesi, ya akan dipersoalkan kasus hukumnya," tuturnya.

Hak Angket Makin Sulit Buntut Demokrat Masuk Pemerintahan

Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Mei 2019.
Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Mei 2019. (Dok. Setpres)

Ujang juga mengatakan terealisasinya hak angket ini akan semakin kecil ketika Partai Demokrat telah masuk ke pemerintahan.

Seperti diketahui, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), baru saja dilantik menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggantikan Hadi Tjahjanto.

Hadi diketahui menggantikan Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Padahal, sebelumnya, selama lebih dari sembilan tahun pemerintahan Jokowi, Demokrat berstatus sebagai oposisi.

Dengan hal ini, Ujang mengatakan posisi pemerintah dan partai pengusung Prabowo-Gibran semakin kuat pasca Demokrat berkoalisi.

"Hak angket ini agak berat digulirkan karena koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dan koalisi Prabowo-Gibran lebih kuat. Apalagi dengan masuknya Demokrat ke eksekutif dan memperkuat kekuatan parlemen koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin," ujarnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan