Rabu, 13 Agustus 2025

Aksi Brutal Geng Motor

Prajurit TNI Dilarang Bertindak di Luar Komando

Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul menegaskan, prajurit TNI tidak boleh bertindak sendiri di luar jalur komando.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-inlihat foto Prajurit TNI Dilarang Bertindak di Luar Komando
tribunnews
Nahrowi (17), warga Koja, Tanjungpriok, korban penusukan geng bermotor.

Ia mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya menyatakan mengecam kejadian itu dan akan menuntaskan kasus tersebut tanpa pandang bulu. ”Pernyataan seperti itu penting sebagai isyarat agar jajaran polisi di lapangan bekerja serius,” ungkapnya.

Mustofa berpendapat, di luar kelompok penggemar sepeda motor tua, geng motor yang ada di Indonesia umumnya berkelompok dalam satu merek sepeda motor. Padahal, gerombolan penyerang menggunakan dua merek sepeda motor.

Melihat polanya, kelompok ini bisa dari anggota atau mantan anggota TNI, polisi, atau kelompok satuan tugas organisasi massa. ”Mereka merancang serangan dengan matang dan tahu kapan wilayah target kosong dari polisi,” ujar Mustofa.

Identifikasi profil

Sosiolog Imam Prasodjo mengatakan, untuk menangani kasus geng motor, perlu identifikasi jelas profil, tujuan, dan motif mereka. ”Secara sepintas, profil mereka adalah anak-anak muda yang baru berproses, memiliki banyak energi, visi masih longgar, dan menghendaki identitas. Menjadi persoalan karena mereka masuk ke dalam identitas grup yang salah,” ujarnya.

Lebih buruk lagi jika di dalam geng motor itu ada hierarki yang mensyaratkan anggota baru untuk melakukan kekerasan sebagai inisiasi. ”Kalau ingin memberantas, kulturnya harus dihapus,” kata Imam.

Mengenai identitas rambut cepak pada gerombolan motor yang melakukan kekerasan kemarin, Imam mengatakan, tindakan mereka adalah solidaritas kelompok. ”Kalau benar terkait dengan anggota TNI yang terbunuh, barangkali itu adalah reaksi atas terganggunya identitas mereka,” ujarnya.

Menghadapi fenomena geng motor, Imam mengatakan, perlu penanganan secara nonrepresif dan represif. Sebagai awal, polisi mengidentifikasi kelompok yang paling destruktif, lalu ketua kelompoknya diajak dialog.

”Pada saat yang sama harus ada tindakan represif tetapi terkendali. Kalau sedang bergerombol, tangkap saja. Ambil sepeda motornya. Alat berkumpul itu harus dihilangkan. Disita, misalnya, selama satu tahun. Jangan hanya tiga hari lalu dilepaskan. Kalau tak ada alat hukumnya, ya dibuat. Harus ada efek jera,” ungkapnya. (RTS/MDN/WIN/FRO/ONG/ART)

Sumber: KOMPAS
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan