Aktivis Arus Pelangi Menangis Ceritakan Diskriminasi yang Menimpanya
Selama kurun waktu tersebut ditemukan 142 kasus kekerasan
Penulis:
Rizal Bomantama
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis organisasi Arus Pelangi, Yuli Rustinawati tak kuasa menitikkan air mata di tengah acara rilis laporan kekerasan terhadap kaum LGBT yang dilakukan Human Rights Watchig di Kantor Komnas HAM, Kamis (11/8/2016).
Saat itu ia tengah menceritakan hasil monitoring Arus Pelangi terhadap kekerasan pada kaum LGBT dalam kurun waktu Januari - Maret 2016.
Selama kurun waktu tersebut ditemukan 142 kasus kekerasan dan terbanyak ada di bulan Februari 2016 dengan 77 kasus.
Kala itu ia bersama temannya terpaksa harus meninggalkan kos yang ditempatinya karena diusir secara sepihak oleh pemilik kos.
Pemilik kos berdalih terpaksa melakukan karena ada ancaman dari suatu kelompok yang akan mengusir dengan cara kekerasan bila ia dan temannya tidak segera pindah.
Kegiatan organisasi yang biasa dijalani dengan menyenangkan pun terpaksa dihentikan karena dilarang oleh kelompok-kelompok yang menurutnya intoleran.
"Kami harus hidup terpisah, yang biasanya bersama. Kami juga tidak bisa berkumpul dan berkarya. Saya bertanya apakah kami tidak boleh menikmati hidup," ungkapnya sambil menahan tangis.
Ia juga menjelaskan bahwa sejak pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir yang melarang segala bentuk kegiatan mendukung kaum LGBT pada 24 Januari 2016 lalu banyak hambatan yang dirasakan teman-temannya saat akan menggunakan fasilitas negara.
"Sejak pernyataan itu dalam tiga bulan kemudian teman-teman sulit untuk mendapat fasilitas berobat di Puskesmas. Padahal biasanya normal seperti yang lain dan petugasnya ramah," ujarnya.