Jumat, 29 Agustus 2025

Ramadhan Mendidik Umat untuk Menahan Amarah kata Abdul Moqsith Ghazali

Tidak saja menahan haus dan lapar, namun harus digunakan pula untuk tidak melakukan amarah terhadap siapapun termasuh melakukan aksi kejahatan seperti

Editor: Toni Bramantoro
ist
Abdul Moqsith Ghazali 

Untuk itu menurutnya UU ITE harus dipergunakan seefektif mungkin, terutama untuk membuat efek jera bagi orang-orang yang ingin menyebarkan ujaran kebencian dimana mana. Selain itu Kementerian Komunikasi dan Informatika juga harus dapat menghentikan pergerakan kelompok radikal di media sosial.

“Karena kalau itu tidak dilakukan, itu menjadi  alarm bahaya bagi Indonesia, karena tidak mudah membentengi NKRI dengan pulaunya yang sangat banyak, masyarakatnya yang beragam, sukunya yang beragam. Karena indonesia ini bisa dimasukan oleh paham apa saja, mulai dari yang kanan sampai yang kiri bisa dimasuki dari berbagai sisi,” urainya.

Bahkan menurutnya, NU sendiri dalam  Munas NU yang telah dilaksanakan akhir 2017 lalu juga sudah mengeluarkan fatwa keagamaan tentang tidak diperbolehkannya ujaran kebencian dan telah  melipat gandakan sanksi terhadap orang-orang yang melakukan ujaran kebencian.

“Bahkan MUI juga sudah mengeluarkan fatwa keagamaan, bahwa terorisme tidak punya argumentasi Quranik, tidak punya argumentasi keagamaan. Jadi terorisme itu tidak bisa mengklaim memiliki kebenaran dari sudut agama karena seluruh ulama-ulama ditingkat dunia, termasuk ulama di Indonesia, MUI, NU dan Muhammadiyah tidak memandang bahwa terorisme punya argumentasi dalam tradisi keIslaman kita,” paparnya.

Oleh sebab itu di bulan Ramadhan ini dirinya kembali menghimbau kepada masyarakat dan juga khususnya umat islam di Indonesia memahami bahwa Indonesia adalah milik kita bersama sehingga harus bersama-sama menjaga kerukunan antar sesama. Karena kalau Indonesia ini terpecah, maka yang rugi bukan hanya umat Islam saja, tapi juga seluruh warga negara di Indonesia. Janganlah masyarakat berpikiran bahwa hidup bersama dan bertetangga dengan orang yang berbeda keyakinan, suku, agama, ideologi, janganlah dianggap sebagai ancaman terhadap diri sendiri,

“Karena Indonesia ini sudah ditakdirkan oleh Allah menjadi negara yang plural. Plural dari sudut agama, etnik, dan suku. Itu penting untuk kita terima sebagai sebuah fakta yang diberikan Allah. Kita tidak bisa memilih untuk lahir di Indonesia. Karena nenek moyang kita berasal dari Indonesia, maka kita lahir disini, hidup bersama dengan umat agama lain, dengan suku lain maka pilihannya bukan membasmi yang lain, tapi hidup bertetangga secara rukun dengan yang lain,” kata peraih S2 dalam bidang Tasawuf Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengakhiri .

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan